NovelToon NovelToon
Mengejar Cinta Gasekil (Gadis Seratus Kilo)

Mengejar Cinta Gasekil (Gadis Seratus Kilo)

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Karena Taruhan / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Idola sekolah / Cintapertama
Popularitas:21k
Nilai: 5
Nama Author: Nana 17 Oktober

Raska adalah siswa paling tampan sekaligus pangeran sekolah yang disukai banyak gadis. Tapi bagi Elvara, gadis gendut yang cuek dan hanya fokus belajar, Raska bukan siapa-siapa. Justru karena sikap Elvara itu, teman-teman Raska meledek bahwa “gelar pangeran sekolah” miliknya tidak berarti apa-apa jika masih ada satu siswi yang tidak mengaguminya. Raska terjebak taruhan: ia harus membuat Elvara jatuh hati.

Awalnya semua terasa hanya permainan, sampai perhatian Raska pada Elvara berubah menjadi nyata. Saat Elvara diledek sebagai “putri kodok”, Raska berdiri membelanya.

Namun di malam kelulusan, sebuah insiden yang dipicu adik tiri Raska mengubah segalanya. Raska dan Elvara kehilangan kendali, dan hubungan itu meninggalkan luka yang tidak pernah mereka inginkan.

Bagaimana hubungan mereka setelah malam itu?

Yuk, ikuti ceritanya! Happy reading! 🤗

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

18. Melewati

Raska menatap undangan di tangannya lama. Jari-jarinya menekuk kertas itu pelan, seolah kertas itu berisik sendiri. Ekspresinya: malas. Enggan.

Asep yang nangkap gestur itu langsung nyeletuk, refleks. “Bro… jangan bilang lo kagak mau datang.”

Vicky nyamper dari samping, nepuk pundak Raska dengan gaya sok bijak. “Bro, kalau dia datang dan lo gak ada… lo melewatkan kesempatan emas.”

Asep mengangguk cepat, dramatis. “Kesempatan kayak gini itu langka, Bro.”

Gayus, seperti biasa, nyelip di antara mereka sambil ngunyah kacang. “Secara teori… ini fase penting dalam takdir rumit percintaan.”

Raska mendengus pelan. Menatap undangan itu lagi. “…Kayak bocil aja pake ngerayain ultah.” Ia hampir melempar undangan itu ke tong sampah.

Hampir.

Asep, Vicky, dan Gayus saling pandang. Tatapan mereka kompak.

Dia bakal datang.

Senyum mereka melebar bersamaan.

Asep langsung berseri-seri. “Wah… bakal makan gratis nih.”

Vicky nimpalin, penuh harap. “Dan minum gratis.”

Gayus menutup sesi dengan anggukan puas. “Dan drama gratis.”

***

Pesta ulang tahun Vera digelar di sebuah villa modern dengan taman luas dan kolam renang memantulkan cahaya lampu gantung. Musik berdentum pelan. Lampu-lampu kecil berkilau menggantung di pepohonan.

Satu per satu siswa kelas dua belas berdatangan. Dan semuanya… nyaris tak saling mengenali.

Yang biasanya berseragam putih abu-abu, kini berubah jadi versi terbaik diri mereka.

Gaun. Kemeja. Blazer. Aroma parfum mahal bercampur suara tawa.

Bisik-bisik langsung menyebar seperti asap tipis.

“Gila… itu Dita? Kirain artis.”

“Yang itu Rendi, 'kan? Kok kayak anak CEO?”

“Eh… itu Bella…”

Bella datang dengan gaun merah marun. Rambutnya dibuat bergelombang lembut. Tatapannya penuh percaya diri. Ia melangkah pelan di sisi kolam renang, matanya memindai sekeliling.

Mencari target. Mencari celah.

Dalam hatinya: Malam ini… gak boleh gagal.

Tak lama kemudian…

Elvara muncul tanpa suara besar.

Gaun biru tua membalut tubuhnya. Sederhana, potongannya rapi, jatuh pas, tak berlebihan. Rambutnya dikuncir setengah, hanya dijepit kecil seperti biasa: rapi karena perlu, bukan demi dilihat.

Ia melangkah masuk tanpa ragu. Bukan untuk mencuri perhatian. Bukan pula untuk menghindar. Sekadar hadir.

Make-up di wajahnya tipis, nyaris tak tampak. Matanya tetap tenang, seperti permukaan danau yang jarang terusik angin.

Ia mengambil segelas minuman, lalu duduk di sisi ruangan. Tidak menyendiri, tidak pula mencari pusat.

Ada bisik-bisik kecil.

“Eh… itu Elvara ya?”

“Iya…”

“Kayak beda, ya.”

“Iya… tapi auranya tetap sama.”

Seorang siswi menyipitkan mata, menatap lebih lama.

“Sebenernya… kalau diperhatiin… mukanya cantik, ya.”

Yang lain mengangguk pelan.

“Iya. Fitur wajahnya halus banget. Cuma… tertutup aja.”

“Kalau dia kurus… kayaknya bakal cakep banget.”

Bukan nada menghina. Bukan juga menjatuhkan. Lebih seperti sebuah pengakuan kecil… yang baru mereka sadari terlalu terlambat.

Dan Elvara?

Tetap duduk tenang. Tak tahu. Tak peduli. Tak butuh validasi.

Dunia bergerak seperti biasa. Dan Elvara tetap seperti biasa, diam, utuh, dan tak tergoyahkan.

Lalu…

Suasana berubah.

Raska datang.

Ia mengenakan kemeja hitam bersih dengan blazer abu gelap. Leher terbuka tanpa dasi. Rambut ditata rapi tapi tetap natural.

Bukan terlalu formal. Bukan terlalu santai. Pas. Dan langsung…

Semua mata tertarik.

Bukan karena berisik. Bukan karena gaya. Tapi karena auranya memang sulit diabaikan.

Di belakangnya —

Asep pakai kemeja putih yang sebenarnya terlalu besar, tapi dipakai dengan gaya sok santai.

Vicky memakai blazer tipis dan kemeja terbuka satu kancing terlalu banyak.

Gayus? Kemeja hitam polos, tangan di saku, ekspresi seolah sedang ada di acara rapat penting.

Trio komentator itu langsung aktif.

Asep berbisik keras ke Vicky: “Bro… ini pesta ulang tahun atau fashion week?”

Vicky mengangguk pelan: “Raska tuh bukan datang… dia turun dari poster.”

Gayus melirik sekitar: “Secara statistik, tatapan cewek ke arah dia meningkat 300%.”

Raska berjalan masuk, tapi… matanya tidak mencari keramaian. Matanya mencari satu titik. Dan ia menemukannya.

Elvara.

Duduk tenang di pinggir, memegang gelas, menatap kolam dengan tatapan kosong damai.

Langkah Raska melambat. Seolah lantai aula berubah jadi air. Setiap tapak sepatunya terdengar jelas.

Tak… tak… tak…

Bisik-bisik mulai pecah pelan seperti riak air di kolam.

“Dia ke arah siapa…?”

“Ke arah Bella gak sih?”

“Itu Bella di dekat kolam…”

“Aduh… ini momen drama banget, sumpah.”

Bella berdiri tegak. Punggungnya lurus. Dagu sedikit terangkat. Tangannya memegang gelas dengan jemari mengencang tanpa sadar. Matanya tidak berkedip. Jantungnya berdentum cepat.

Satu langkah…

Dua langkah…

Raska semakin dekat.

Para tamu mulai menahan napas.

“Fix. Dia mau ke Bella.”

“Ya kali… ini pestanya temen Bella.”

“Moment pasangan sekolah!”

Bella menarik napas kecil, bersiap. Siap berkata dingin. Siap tersenyum tipis. Siap terlihat anggun.

Raska melewati meja minuman. Semakin dekat. Terlalu dekat. Mata mereka hampir sejajar.

Detik itu… dunia seolah berhenti.

Dan—

Raska… melewatinya. Begitu saja. Tanpa berhenti. Tanpa melirik. Tanpa jeda. Seperti Bella hanya bayangan. Seperti dia tidak pernah ada.

Senyum Bella pecah sepersekian detik. Matanya melebar. Pikirannya kosong.

Langkah Raska menjauh.

Bisik-bisik berubah arah.

“Eh?”

“Dia lewat?”

“Dia nggak berhenti?”.

Dan di belakang Raska…

Trio komentator muncul, seperti tim dokumenter bencana.

Asep nyengir lebar, badannya sedikit condong biar bisa lihat ekspresi Bella. “Liat, liat… tadi muka dia yakin banget mau disamperin.”

Vicky menambahkan dengan nada sok analis film: “Sekarang mukanya kayak kerupuk disiram air panas. "Ekspektasinya mengembang, realitanya bikin melempem.”

Gayus melipat tangan di dada, ekspresi sok ilmiah mode ON. “Secara teori psikologis, ini disebut: Ekspektasi Tinggi Bertemu Kenyataan Sadis (ETHBK).”

Ia mengangguk sendiri, puas.

“Gejalanya: otot wajah kehilangan arah, harga diri drop lima tingkat, dan hati… remuk tanpa suara.”

Asep sampai harus nutup mulut biar gak ketawa keras.

Vicky berbisik, masih ngakak: “Kalau Bella tadi semangat 100%, sekarang baterainya tinggal mode hemat daya.”

Gayus mengunyah kacang, menatap Bella dari jauh. “Dan kita baru menyaksikan… sebuah tragedi dalam format komedi.”

Bella masih berdiri di tempat. Cantik. Diam. Membeku.

Sementara Raska… telah berhenti tepat di depan Elvara.

Bella menahan napas. Tangannya mengepal. Isi gelasnya bergetar. Ia mengumpat dalam hati.

"Sial! Apa sih istimewanya karung beras itu selain otak sama… berat badannya?! Mata Raska udah rabun total, ya?!"

Tangannya mengepal. Rahangnya mengeras

Lampu-lampu dekorasi pesta memantul di dinding kolam, menciptakan bias cahaya lembut di wajah Elvara.

Dan untuk pertama kalinya… Raska benar-benar melihatnya. Bukan sebagai “gadis seratus kilo”. Bukan sebagai “cewek cuek ranking satu”.

Tapi sebagai… perempuan.

Gaun sederhana membalut tubuhnya. Tidak glamor. Tidak mencolok. Tidak dibuat untuk menarik perhatian siapa pun.

Warna lembutnya berpadu dengan kulit Elvara yang bersih alami. Rambutnya diikat setengah. Poni tipis jatuh ke keningnya.

Pipi cabainya?

Masih ada. Bulat. Lembut.

Dan entah kenapa… di mata Raska… itu bukan terlihat “aneh”. Itu terlihat… hangat. Imut. Seperti sesuatu yang nyata di tengah dunia yang penuh kepalsuan.

Raska menelan saliva pelan tanpa sadar. “…lo datang juga,” ucapnya. Suara rendah. Lebih pelan dari biasanya.

Elvara mengangkat wajah. Mengedip sekali. “Iya.”

Hening.

Raska lalu berkata pelan, tanpa berpikir panjang: “Gaunnya… cocok.”

Bukan gombalan. Bukan rayuan. Hanya fakta.

Elvara mengangguk kecil. “Oh.” Dan kembali memandang ke arah kolam.

Tapi Raska tidak bisa mengalihkan pandangan lagi. Dalam hati, ia bergumam:

"Dia cantik… tapi bukan yang bikin silau. Cantik yang bikin… tenang."

Dan itu yang justru membuatnya takut.

Di semak dekat taman, Asep mencubit lengan Vicky: “BRO… DIA PUJI DIA.”

Vicky menutup mulut: “Dengan suara versi limited edition.”

Gayus mengangguk: “Ini bukan pesta lagi… ini misi.”

Bella menatap dari kejauhan. Matanya menyipit. Napasnya tertahan setengah. Sudut bibirnya terangkat perlahan, bukan senyum, tapi sesuatu yang lebih gelap.

“Malam ini… semuanya harus berjalan sesuai rencana.”

Tatapannya mengunci sosok Elvara di kejauhan.

“Tunggu aja, karung beras…”

Senyumnya mengembang tipis.

“Ini bakal jadi malam yang gak bakal lo lupa.”

Lampu-lampu kolam berkilau. Musik makin naik. Dan di saku gaun Bella…

Undangan telah berubah jadi alat.

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

1
Puji Hastuti
Lanjut kk
sunshine wings
😢😢😢😢😢🥰🥰🥰🥰🥰
sunshine wings
🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️
Fadillah Ahmad
Lanjutkan Kak Nana... 🙏🙏🙏😁
sunshine wings
Alhamdulillah ya Rabb.. 🤲🏼🤲🏼🤲🏼🤲🏼🤲🏼
sunshine wings
cepetan Raska.. 🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻😢😢😢😢😢
sunshine wings
😢😢😢😢😢
anonim
Ternyata pak Nata memantau Raska terapi pada dokter Wira. Baguslah.

Pak Nata mengenal Asep, Vicky, dan Gayus. Mereka bertiga tidak mengenal pak Nata, papanya Raska.

Ketika pak Nata mendatangi mereka bertiga yang sedang makan cilok di taman belakang sekolah, tak tahu Om itu siapa. Baru setelah pak Nata memperkenalkan diri - menyebut nama, mengatakan - ayahnya Raska, ketiganya langsung kaget.

Ngomong-ngomong Raska-nya kemana ini. Apa sedang duduk berdua dengan Elvara ?

Lisa ini perempuan nggak benar, melihat sejarahnya menikah dengan pak Nata.
Sebagai seorang ibu juga membawa pengaruh negatif bagi Roy, anaknya. Pantaslah Roy kelakuannya nggak benar. Turunan ibunya.
sunshine wings
🤬🤬🤬🤬🤬
mery harwati
Udah enak itu Lisa & Roy dikasih kemewahan oleh Nata meski dibatasi, tapi apakah sepak terjang mereka diawasi oleh Nata? Jangan berpikir karena finansial dibatasi mereka lupa diawasi, hati² Nata, orang licik tetep akan mencari cara untuk sampe tujuan hidupnya 🫣💪
sunshine wings
😢😢😢😢😢😭😭😭😭😭
Tolong kembali Elvara.. 🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻
Fadillah Ahmad
Betul, Karna dokter punya kode etik profesi yang harus di taati, dan Dokter Wajib menjaga Rahasia pasiennya. 🙏🙏🙏
sunshine wings
😢😢😢😢😢
Fadillah Ahmad
Ya elah, si paling Sibuk 😁😁😁
sunshine wings
lho boleh tenggelam situ.. busuk ati.. 😏😏😏😏😏
Felycia R. Fernandez
kamu anak hasil dari gundik...
ya beda donk hasil dari anak wanita tercinta..
tapi dasar kamu dan emak mu sama sama gak tahu diri...
anak pertama yang seharusnya jadi raja malah terusir dari rumah sendiri...
itu pun kamu gak tahu diri juga
sunshine wings
😡😡😡😡😡
sunshine wings
😮😮😮😮😮😤😤😤😤😤
sunshine wings
🤣🤣🤣🤣🤣
sunshine wings
💃🏻💃🏻💃🏻💃🏻💃🏻🤣🤣🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!