NovelToon NovelToon
Membeli Rahim Pembantuku

Membeli Rahim Pembantuku

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / nikahkontrak / nikahmuda / Poligami / cintamanis / Konflik Rumah Tangga-Konflik Etika / Ibu Pengganti
Popularitas:63.8M
Nilai: 4.7
Nama Author: Lemari Kertas

Bening Anjani, baru saja lulus sekolah dan ingin melanjutkan kuliah di kota besar demi mewujudkan cita-citanya. Sayang, sang adik harus menjalani operasi besar yang menelan biaya sangat besar hingga ayah dan ibunya terpaksa menjual rumah juga satu-satunya sawah mereka. Bening tak jadi melanjutkan kuliah, sebagai baktinya kepada kedua orangtua, juga untuk meringankan beban keluarga, ia bertekad merantau ke Jakarta.

Di sana, ia yang belum berpengalaman akhirnya menjadi pembantu di kediaman keluarga kaya raya. Sang majikan memiliki putera yang sudah lima tahun menikah bernama Anggara Dewa. Sayang, lima tahun pernikahan itu belum menghasilkan keturunan karena istrinya yang adalah seorang model terkenal belum bisa memberikan Gara anak.

Sebuah kesepakatan kemudian mengantarkan Bening dan Gara dalam hubungan rumit setelah pasangan suami istri itu setuju untuk membeli rahim Bening, sang pembantu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lemari Kertas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Nyonya yang Ceriwis

"Nyonya?" Bening memanggil sembari mengetuk pintu ruangan pribadi nyonya besar.

"Masuklah." Ia menyahut.

Bening membuka pintu itu perlahan, kemudian berjalan menuju sang nyonya.

"Tutup lagi pintunya. Aku tidak suka pintu ruangan pribadiku terbuka. Bisa bikin naik darah."

Bening menghentikan langkah lantas secepat mungkin pergi ke pintu lagi dan menutupnya dengan pelan. Ia kembali berjalan dan membawa alat kebersihan di tangannya. Nyonya besar memandangnya dengan berkerut kening.

"Mau apa dengan alat-alat itu? Aku tak menyuruhmu membersihkan ruangan ini."

Bening melongo, lantas untuk apa dia dipanggil ke ruangan itu.

"Lalu apa yang harus saya kerjakan di sini, Nyonya?" tanya Bening kebingungan.

"Semua pelayan di rumah ini payah. Terlalu kaku. Kadang makan sembunyi-sembunyi entah kenapa. Apa mereka takut aku meminta makanan mereka? Kalau ada aku lewat semuanya pada diam. Kenapa sih?" tanya nyonya besar dengan tampang sebal. Bening jadi semakin melongo. Dia tidak mengerti maksud nyonya besar itu. Ya, mungkin saja kan karena sangking menghormati nyonya besar makanya mereka serba takut mau apa-apa di sana.

"Ehmmmm ..."

"Sudah-sudah, kau juga pasti tidak bisa menjawab. Sekarang, coba letakkan di sudut sana alat tempurmu itu. Sudah pusing sekali aku melihatnya."

Bening segera melaksanakan perintah kemudian dia kembali lagi ke hadapan nyonya setelah meletakkan alat kebersihan yang ternyata sedang tak berguna saat ini.

"Sekarang kemari, badanku pegal semua. Biasanya aku sering ke spa. Tapi kalau sendiri aku malas. Punya anak dua semuanya perempuan, pada keluar negeri. Aku jadi sendiri. Mau ajak Gara kan gak mungkin. Mau ajak istrinya aku malas, dia lebih senang wara wiri enggak jelas." seloroh nyonya besar panjang lebar. Bening menggaruk kepalanya yang tak gatal, dia bingung mau menanggapinya dengan apa.

"Kalau begitu, biar saya pijat ya, Nyonya." Bening mulai mendekat lalu meletakkan tangan di bahunya. Nyonya besar itu mengangguk, ia mulai memejamkan mata. Bening sering memijat bapak dan ibu dulu jika di rumah. Mereka bilang pijatan Bening enak dan bikin nyaman. Semoga saja nyonya besar suka dengan pijatannya.

"Wah, pijatanmu enak. Lebih enak dari terapis yang ada di spa langgananku," puji nyonya dengan mata terpejam.

Bening diam-diam tersenyum, ia ingin memberikan pelayanan terbaik untuk nyonya besar yang ia yakin, sebenarnya adalah orang yang sangat baik dan pribadinya juga pasti menyenangkan.

"Kamu jangan diam saja, aku ini orangnya suka sekali bicara."

Bening memandang sekeliling, dia harus mencari topik yang sekiranya disukai oleh nyonya besar itu.

"Di dalam ruangan Nyonya ini, banyak sekali buku. Nyonya pasti suka membaca." Percakapan pertama seputar ruangan menarik perhatian nyonya. Ia mengangguk cepat.

"Kamu benar, lihat, di sebelah sana ada susunan novel-novel mancanegara. Tapi aku lebih suka novel lawas, ceritanya sangat relevan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Apa kamu juga suka membaca novel?" tanya nyonya mulai antusias. Bening berpikir sesaat, lalu ia tersenyum.

"Ya, saya juga suka membaca novel. Hampir semua karya Mira. W dan S. Mara GD sudah pernah saya baca."

Nyonya besar berbalik tiba-tiba, ia menatap Bening dengan tatapan tidak percaya. Rasanya mustahil, anak seusia Bening yang pasti lebih suka hura-hura lebih tertarik membaca novel-novel jadul berkelas itu.

"Benarkah? Ada satu cerita Mira W yang belum aku baca. Kau ingin membacanya?" tanya nyonya dengan semangat. Bening tentu saja mengangguk. "Sebentar."

Ia beranjak, meninggalkan Bening yang keheranan. Gerakan nyonya besar begitu luwes dan lincah karena dia memang rajin olahraga setiap pagi. Lalu nyonya besar itu membawa sebuah novel dan menyerahkannya kepada Bening.

"Di sini Cinta Pertama Kali Bersemi." Bening membacanya lalu tersenyum. Dia sudah pernah membaca buku ini setengah halaman lalu terpaksa memulangkan karena tidak sempat membacanya terkendala akan segera ujian sekolah.

"Coba nanti baca, kalau sudah selesai, kamu harus menceritakannya kepadaku."

"Baiklah, Nyonya. Nanti aku akan segera membacanya dan menceritakan isi ceritanya kepada Nyonya."

Nyonya besar itu mengangguk cepat lalu tersenyum senang. Ia kembali duduk dan menunjuk bahunya. Bening paham lalu kembali memijat nyonya besar dengan lembut.

"Siapa namamu? Aku sering lupa, maklum sudah tua."

"Bening, Nyonya."

"Bening saja toh?" tanya nyonya besar dengan kening berkerut.

"Bening Anjani, Nyonya."

"Nama yang bagus. Oh iya, apa menantu dan puteraku masih ada di bawah?" tanya nyonya lagi.

"Tadi sewaktu saya mau naik ke sini, tuan muda dan istrinya masih ada, Nyonya."

"Huft, aku malas sekali melihat menantuku itu. Masa sampai sekarang dia gak mau hamil? Buat apa dia kawin sama anakku kalau gak mau kasih cucu buat aku kan? Dia mampu kasih, dia sehat luar dalam sewaktu diperiksa dokter waktu itu. Tapi dia tidak mau badannya yang bagus itu rusak karena hamil dan melahirkan, juga tak mau repot dengan suara bayi. Heran, padahal semua perempuan tentu sangat bangga kalau bisa menjadi seorang ibu. Lihat, aku saja anaknya ada tiga, ku sekolahkan semuanya tinggi-tinggi. Puteraku juga tak bisa tegas, nurut saja sama istrinya. Gak mikirin perasaan orangtua, berasa sia-sia aku nikahin mereka."

Bening mendengarkan dengan seksama keluhan dari majikannya itu. Dia hanya bisa tersenyum, tidak berani menimpali, memberi nasehat atau semacamnya. Nyonya besar itu sebenarnya bukan cerewet, tapi dia memang butuh teman bicara. Dia juga tidak seperti orang-orang kaya lainnya, yang suka keluar rumah dan kumpul arisan dengan para sosialita.

"Bening, usiamu masih tujuh belas tahun?" tanya nyonya masih dengan mata terpejam.

"Iya, Nyonya. Baru saja lulus sekolah."

"Kenapa tidak kuliah? Malah kerja jadi pembantu!"

Bening hanya tersenyum. "Orang desa kayak saya, sudah bisa kerja saja sudah bersyukur, Nyonya. Yang penting, bekerja dengan halal. Uang yang akan dikirim ke kampung juga pasti akan berkah."

"Mau kuliah?" tanya nyonya tiba-tiba. Bening tercekat, tak menyangka akan mendapat pertanyaan itu. Tentu saja Bening mau, tapi dia tidak mau mengatakan itu kepada siapapun.

"Tidak, Nyonya, bisa kerja saja sudah lebih dari cukup."

Lalu keduanya diam, Bening dengan fokus memberikan pijatan kepada nyonya ceriwis itu sedang nyonya besar malah semakin tertarik dengan pelayan baru di rumahnya itu. Ia melihat Bening yang terlihat tenang dan tak banyak bicara. Dia suka kepribadian gadis itu, mengingatkan kepada dirinya sendiri ketika muda dulu.

"Kau bisa bikin ketoprak?" tanya nyonya lagi. Bening terkejut. Benarkah nyonya besar bertanya tentang ketoprak tadi?

"Bisa, Nyonya. Nyonya mau saya buatkan?"

"Ya, waktu itu aku minta Asih dan pembantu lain yang membuat. Tidak ada yang enak. Nanti selepas memijatku, temani aku ke supermarket, sekalian aku mau belanja."

Bening hanya mengangguk saja. Ia justru cemas jika pembantu lain melihat nyonya akrab dengannya. Namun, ia juga tidak bisa menolak perintah dari nyonya besar itu.

1
Ahmad Yudha
Luar biasa
Mat Saleh
gara hebat tidak membuka aib istri pertamanya
Mat Saleh
baru kali ini aku setuju sama pelakor hhhhhh
Viviansa85 Cantik
best banget cerita x.
semangat dlm berkarya kak..
Lutfiah Tunnissa
Lumayan
Salsa Sal
Revi nih bebal banget ya, gedek aku ...
Salsa Sal
iya deh...mas Gara paling ganteng gak ada duanya /Joyful/
Salsa Sal
novel yang keren, alurnya keren, tata bahasanya rapih, semangat terus untuk kak author
Salsa Sal
sepanjang membaca sampai bab ini, kereeennnn....aku suka aku suka /Heart/
Sutri Ana
Luar biasa
Nurmi Nuhung
Semoga bahagia selamanya
Rakmad Atika
saya sampai 4 tahun si tole baru bisa di sapih🤭
Anonymous
ok
Author_Ay: yuk baca novel ku

kak
total 1 replies
Rakmad Atika
saya udah 14 taun menikah, masih malu nawarin duluan 🤭
Idha Giatno
Luar biasa
Sintia Dewi
hahaha nyahok kan lu begaya bgt lu gk bersyukur udh dpt laki tajir keluarga baik2 dibebasin tp nglunjak dan gk tau diri bgt, trima aja dah nasibmu revi, gara udh gk mikir lu mau trima dimadu atau mau nrima bening bodo amat dia/Chuckle/
Nur fadillah
Pasang KB Mbak Bening ...😀😀
Vera
Garing juga bisa
Nur fadillah
Bahagianya...😃😍😍
Nur fadillah
Saling setia dan jujur itu adalah obat manjur dalam Keluarga...😃😍😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!