"Tubuhmu milikku. Waktumu milikku. Tapi ingat satu aturan mutlak, jangan pernah berharap aku menanam benih di rahimmu."
Bagi dunia, Ryu Dirgantara adalah definisi kesempurnaan. CEO muda yang dingin, tangan besi di dunia bisnis, dan memiliki kekayaan yang tak habis tujuh turunan. Namun, di balik setelan Armani dan tatapan arogannya, ia menyimpan rahasia yang menghancurkan egonya sebagai laki-laki, Ia divonis tidak bisa memberikan keturunan.
Lelah dengan tuntutan keluarga soal ahli waris, ia menutup hati dan memilih jalan pintas. Ia tidak butuh istri. Ia butuh pelarian.
Sedangkan Naomi Darmawan tidak pernah bermimpi menjual kebebasannya. Namun, jeratan hutang peninggalan sang ayah memaksanya menandatangani kontrak itu. Menjadi Sugar Baby bagi bos besar yang tak tersentuh. Tugasnya sederhana, yaitu menjadi boneka cantik yang siap sedia kapan pun sang Tuan membutuhkan kehangatan. Tanpa ikatan, tanpa perasaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nyonya_Doremi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Ryu mengerahkan tim kepercayaannya untuk melacak Pengacara Bimo, sementara Naomi harus tetap menjalankan perannya sebagai Nyonya Dirgantara yang patuh dan hamil besar di bawah pengawasan ketat Bu Sari.
Ryu mengalami masalah pertama. Melacak Pengacara Bimo, yang sudah pensiun tiga dekade lalu, terasa seperti mencari hantu.
“Bimo Santosa? Namanya umum sekali, Tuan,” lapor kepala tim hukum Ryu, melalui panggilan video terenkripsi. “Kami hanya menemukan dua belas Pengacara Bimo yang praktik di Jakarta pada tahun sembilan puluhan. Semuanya sudah meninggal atau pindah ke luar negeri.”
“Cari koneksi mereka ke Yayasan Cahaya Kasih, atau cari tahu siapa yang menangani corporate structuring Ayah saya pada periode 1995-1996,” perintah Ryu, frustrasi.
Masalah kedua datang dari Soraya. Meskipun telah setuju secara lisan untuk menerima tiga ratus miliar Rupiah, Soraya tiba-tiba menjadi keras kepala di detik-detik akhir penandatanganan perjanjian.
“Soraya menuntut agar pembayaran kompensasi tidak dibuat di bawah klausa settlement penipuan,” lapor tim hukum. “Dia menuntut agar dana dicairkan sebagai kompensasi kerugian emosional atas pembatalan perjanjian pranikah. Jika tidak, dia menolak menyerahkan surat konfirmasi Yayasan Cahaya Kasih.”
Ryu membanting ponselnya di meja. “Dia mencoba menciptakan jejak kertas yang bersih. Jika dia menuntut sebagai kerugian emosional dari Ayahku, itu menguatkan ceritanya bahwa dia adalah tunangan yang sah, bukan selingkuhan yang dibayar. Itu akan memberinya kredibilitas di mata media.”
Naomi, yang sedang memijat kakinya yang bengkak di sofa, mendengarkan dengan tajam.
“Jangan setujui klausa itu, Ryu,” kata Naomi. “Itu terlalu berisiko. Biarkan dia menuntut dengan klausa penipuan. Kita beli kebisuan surat-suratnya secara terpisah. Berapa harga surat konfirmasi yayasan itu saja?”
“Lima puluh miliar tunai, di atas tiga ratus miliar itu,” jawab Ryu, matanya dingin. “Dia tahu surat itu adalah kunci.”
“Tawarkan saja, Ryu,” desak Naomi. “Uang itu tidak berarti apa-apa dibandingkan dengan ancaman terhadap garis keturunan. Beli surat itu dan hancurkan di depan matanya. Kita harus menghilangkan jejak Pengacara Bimo sebelum dia benar-benar menghilang.”
Ryu menghela napas. “Baiklah. Lakukan saja. Bayar lima puluh miliar tunai dan pastikan surat itu ada di tangan kita hari ini juga.”
Sementara Ryu berjuang di luar, Naomi harus mengambil risiko di dalam. Ia yakin, Helena tidak akan menyimpan semua rahasia adopsi di buku harian. Pasti ada surat atau tanda terima yang tersimpan di suatu tempat.
Naomi menggunakan Bu Sari untuk keuntungannya.
“Bu Sari,” panggil Naomi, nadanya lelah. “Saya merasa sangat pusing. Bisakah Anda mengambilkan obat di tas saya, di meja kamar tidur. Dan tolong, jangan sentuh frame foto di meja samping. Tuan Ryu sangat sentimental tentang itu.”
Naomi sengaja membiarkan tasnya terbuka dan frame foto itu adalah foto Ryu dan Naomi di hari pernikahan mereka, yang disiapkan Ryu untuk alasan pencitraan. Tentu saja, itu tidak memiliki nilai sentimental, tetapi itu menarik perhatian mata-mata.
Saat Bu Sari masuk ke kamar, Naomi pergi ke ruang kerja Ryu. Targetnya adalah brankas lama Ryu yang dulu pernah menjadi brankas Ayahnya yang tersembunyi di balik lukisan.
Naomi berhasil membuka brankas itu dengan kode yang ia tidak sengaja lihat saat Ryu memasukkan dokumen. Di dalamnya ada beberapa dokumen properti, surat-surat lama, dan satu kotak arsip bertuliskan Danial Purnomo - 1996.
Jantung Naomi berdebar kencang. Itu bukan nama Ayah Ryu, itu adalah nama Soraya Purnomo yang disatukan dengan nama Ayah Ryu.
Di dalamnya, Naomi menemukan folder. Bukan surat adopsi, tetapi surat terima kasih yang ditulis Helena kepada Pengacara Bimo.
Untuk Bimo, terima kasih atas kerahasiaan total dan penanganan kasus sensitif ini. Kami telah membayar biaya Anda melalui PT. Lintas Mandiri Jaya. Semoga anak itu menemukan kehidupan yang lebih baik di sana.
Naomi membeku. PT. Lintas Mandiri Jaya. Itu adalah perusahaan cangkang kecil yang dimiliki Dirgantara dan digunakan untuk transfer dana rahasia. Itu bukan hanya nama pengacara, tetapi perusahaan yang membayar! Ini adalah kunci yang lebih kuat daripada Yayasan Cahaya Kasih.
Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar di koridor. Bu Sari kembali.
Naomi segera mengembalikan folder itu, menutup brankas, dan menutup lukisan, semua dalam waktu kurang dari sepuluh detik. Ia bergegas kembali ke ruang tamu, berpura-pura sedang berjalan menuju dapur.
“Saya tidak menemukan obat Anda, Nyonya,” kata Bu Sari, wajahnya sedikit merah karena panik karena telah diuji.
“Oh, mungkin saya salah ingat. Terima kasih, Bu Sari. Saya akan meminta Pak Agung mencarinya nanti,” kata Naomi, berusaha keras agar suaranya tidak terdengar bergetar karena adrenaline.
Ketika Ryu kembali, wajahnya muram.
“Sudah selesai. Soraya menerima tiga ratus lima puluh miliar. Kami mendapatkan surat konfirmasi Yayasan Cahaya Kasih,” kata Ryu, melemparkan surat yang sudah disobek menjadi empat bagian kecil di meja kopi.
“Bagus. Kami menghilangkan jejak pertama,” kata Naomi. “Tapi saya punya jejak yang lebih baik. PT. Lintas Mandiri Jaya.”
Naomi menceritakan penemuannya di brankas Ayah Ryu, termasuk bagaimana Helena membayar biaya pengacara melalui perusahaan cangkang.
Ryu tampak tercengang. “PT. Lintas Mandiri Jaya? Itu digunakan untuk membayar biaya pengacara rahasia Ayahku juga bertahun-tahun kemudian! Ini adalah pola pembayaran. Ini mempersempit pencarian kita!”
Ryu segera menelepon tim hukumnya. “Lupakan Bimo Santosa. Aku ingin kalian mencari semua Pengacara yang pernah bekerja untuk PT. Lintas Mandiri Jaya pada tahun 1996. Aku ingin nama Pengacara yang menerima pembayaran sebesar lima ratus juta Rupiah pada tanggal 5 Agustus 1996.”
Keesokan harinya, tim Ryu akhirnya mendapatkan nama Wiratama Kusuma. Dia tidak pernah bekerja di Dirgantara, tetapi kantornya menerima pembayaran dari PT. Lintas Mandiri Jaya.
“Pengacara Wiratama Kusuma. Dia pensiun dan pindah ke desa terpencil di Jawa Tengah, Tuan. Dia sudah lama tidak praktik,” lapor tim.
“Lacak dia. Jangan telepon. Kirim seseorang yang sangat diskret. Tawarkan dia satu miliar agar dia menyerahkan semua hard copy catatan adopsi yang dia miliki, atau setidaknya nama lengkap anak yang diadopsi itu,” perintah Ryu.
Seminggu kemudian, saat mereka menanti kabar dari Jawa Tengah, Naomi menghadapi masalah fisik yang serius. Ia mengalami kontraksi palsu yang kuat dan harus dibawa ke rumah sakit. Meskipun itu adalah false alarm, insiden tersebut memperkuat perlindungan Ryu dan Helena.
Helena, yang khawatir akan nasib cucunya, datang ke rumah sakit dengan wajah pucat.
“Aku sudah katakan, kau terlalu banyak bergerak, Naomi! Ini semua karena kau tidak mendengarkan Bu Sari!” bentak Helena, nadanya panik, bukan marah.
Naomi, meskipun kesakitan, melihat ini sebagai peluang emas.
“Maafkan saya, Nyonya,” kata Naomi, menahan air mata. “Saya hanya ingin memastikan semuanya aman. Saya takut, Nyonya. Saya takut sejarah akan terulang. Saya takut ada sesuatu yang mengganggu garis keturunan anak ini.”
Helena menatapnya, teringat kembali pada kalimat rahasia itu. Dia menyentuh tangan Naomi, gestur yang sangat langka dan hampir manusiawi.
“Tidak ada yang akan mengganggu garis keturunan cucuku, Naomi. Tidak ada. Aku tidak akan membiarkannya. Aku telah memastikan semua jejak masa lalu sudah terhapus. Semua catatan adopsi sudah dihancurkan di depan mataku bertahun-tahun yang lalu. Kau jangan khawatir. Fokus pada anak ini.”
Naomi merasakan jantungnya berdebar. Helena baru saja memberikan informasi yang sangat penting secara tidak sengaja, dalam keadaan panik. Semua catatan adopsi sudah dihancurkan.
Artinya, Pengacara Wiratama Kusuma mungkin tidak memiliki salinan fisik apa pun. Satu-satunya jejak yang tersisa mungkin hanya ada di dalam ingatan Pengacara tersebut, atau di server lama kantornya.
Ketika Ryu kembali dari panggilan telepon darurat, Naomi menceritakan penemuan terbarunya.
“Helena bilang catatan adopsi sudah dihancurkan di depan matanya. Kita mungkin terlambat, Ryu. Jika Pengacara Wiratama tidak punya hard copy, kita mungkin hanya bisa mendapatkan nama anak itu, atau kita harus menemukan yayasan di Swiss.”
Ryu mengangguk, rahangnya mengeras. “Kita tidak akan menyerah. Aku akan menggandakan tawaran pada Wiratama. Jika catatan fisik sudah hancur, kita beli ingatannya. Kita harus mendapatkan nama anak itu, Naomi. Sebelum dia tahu dia adalah seorang Dirgantara.”
Meskipun dalam ancaman kelahiran prematur, Naomi dan Ryu tetap menjadi tim yang dingin dan pragmatis, berjuang melawan sejarah gelap demi masa depan anak mereka. Perjuangan itu kini menjadi balapan melawan waktu dan ingatan seorang pengacara tua.