Di sudut sebuah toserba 24 jam yang sepi, seorang pemuda berdiri di balik kasir. Namanya Jin Ray.
Ray bukan pemuda biasa. Di balik seragam toserba berwarna oranye norak yang ia kenakan, tubuhnya dipenuhi bekas luka. Ada luka sayatan tipis di alis kirinya dan bekas jahitan lama di punggung tangannya. Tatapannya tajam, waspada, seperti seekor serigala yang dipaksa memakai kalung anjing rumahan.
“Tiga ribu lima ratus won,” ucap Ray datar. Suaranya serak, berat, jenis suara yang dulu membuat orang gemetar ketakutan saat ia menagih utang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ray Nando, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jas Hitam, Dasi Kupu-Kupu, dan Bom Waktu Arsitektur
Bagian 1: The Velvet Room (Ray & Ujang)
Lift rahasia yang diretas Zero membawa Ray dan Ujang bukan ke dapur, melainkan ke sebuah lorong sempit dengan pintu kayu mahoni berukir emas. Papan nama kecil bertuliskan: "Mr. Needle – Penjahit Pria Budiman".
Ujang mengetuk pintu dengan pola ritmis. Pintu terbuka, menampilkan seorang pria tua kurus dengan kacamata berlensa satu (monocle) dan pita ukur di lehernya.
"Ujang?" pria tua itu mengernyitkan hidung. "Kau bau seperti campuran bangkai tikus dan keputusasaan. Jangan masuk ke tokoku."
"Aku butuh bantuanmu, Pak Tua," Ujang menyeringai, menahan pintu dengan kaki besarnya. "Ingat waktu aku menyelamatkan kucing persiamu dari geng Yakuza?"
Mr. Needle menghela napas panjang. "Masuklah. Tapi mandi dulu. Ada hydro-shower di belakang. Aku akan membakar pakaian kalian."
Tiga puluh menit kemudian.
Ray dan Ujang keluar dari kamar mandi, bersih dan segar. Luka-luka Ray sudah diperban rapi.
Mr. Needle menekan sebuah tombol di dinding. Rak-rak berisi kain biasa berputar, digantikan oleh deretan setelan jas canggih ala agen rahasia.
"Karena kalian akan ke pesta Kang Min-Ho, aku asumsikan kalian butuh 'Perlindungan Kelas Berat'," kata Mr. Needle.
Dia melemparkan setelan jas Tuxedo hitam slim-fit kepada Ray.
"Serat Nano-Weave. Tahan peluru kaliber .45, tahan api, dan tahan noda wine," jelas Mr. Needle. "Dan untuk tanganmu..."
Mr. Needle mengambil Thunder Gauntlets kuning norak milik Ray. Dia memasukkannya ke dalam sebuah mesin modifikasi kilat. Whirrr... Clank!
Keluar dari mesin itu, sarung tangan plastik kuning itu telah berubah menjadi sepasang Sarung Tangan Kulit Hitam Taktis. Terlihat elegan, namun ada garis sirkuit emas tipis di selanya.
"Modifikasi estetika. Fungsinya tetap sama: Menghajar orang dengan petir. Sekarang terlihat lebih sopan untuk mencekik leher orang kaya."
Ray mengenakan jas dan sarung tangan itu. Dia melihat cermin. Pria di pantulan itu bukan lagi mantan preman lusuh. Dia terlihat berbahaya. Tajam. Mematikan.
"Bagaimana denganku?" tanya Ujang, yang kesulitan menemukan ukuran bajunya.
Mr. Needle tersenyum tipis. Dia menekan tombol lain. Sebuah setelan jas ganda (double-breasted) berwarna abu-abu tua muncul. Ukurannya raksasa.
"Dan ini," Mr. Needle menyerahkan sebuah koper besi hitam. "Minigun mainanmu terlalu mencolok. Gunakan ini. The Cello Case 3000. Isinya peluncur roket lipat dan senapan mesin ringan."
Ujang memeluk koper itu seperti memeluk anak bayi. "Kau memang seniman, Pak Tua."
Ray merapikan dasi kupu-kupunya. Dia mengecek saku jasnya—ada undangan palsu yang sudah disiapkan Zero di sana.
"Kita siap," kata Ray. Matanya dingin. "Waktunya merusak pesta."
Bagian 2: The Glass Ballroom (Hana)
Pesta pertunangan itu megah, mewah, dan memuakkan.
Ratusan tamu elit Seoul hadir. Pria-pria dengan jas mahal, wanita-wanita dengan gaun permata. Namun, bagi Choi Hana yang berdiri di balkon VIP, mereka semua tampak mengerikan.
Dengan mata Arsitek Realitas-nya, Hana bisa melihat wujud asli sebagian tamu.
CEO perusahaan teknologi itu? Seekor goblin gemuk yang tamak.
Aktris terkenal itu? Vampir energi yang menyedot perhatian orang sekitarnya.
Kang Min-Ho berdiri di samping Hana, memegang pinggangnya posesif. Hana mengenakan gaun malam berwarna biru tua (pilihan Min-Ho) yang indah namun terasa seperti rantai.
"Tersenyumlah, Sayang," bisik Min-Ho. "Dunia sedang melihat calon Ratu mereka."
Hana tersenyum tipis. "Tentu, Min-Ho."
Di balik senyum itu, mata biru Hana bergerak liar memindai ruangan Ballroom yang luas itu.
Dia melihat pilar-pilar penyangga utama gedung. Ada empat pilar raksasa berlapis marmer.
Jika aku menghancurkannya sekarang, gedung ini runtuh. Kami semua mati. Itu bunuh diri, pikir Hana.
Dia butuh sesuatu yang lebih halus. Sabotase terstruktur.
Hana memejamkan mata sesaat, berpura-pura menikmati musik waltz. Dalam pikirannya, dia membuka blueprint Ballroom itu.
Dia fokus pada lantai dansa yang terbuat dari kaca tebal di tengah ruangan. Di bawah kaca itu ada kolam ikan hias.
[Target: Lantai Dansa Kaca.]
[Skill: Micro-Fracture (Retakan Mikro).]
Hana "menyentuh" struktur kaca itu dengan pikirannya. Dia tidak memecahkannya. Dia hanya menyisipkan ribuan retakan mikroskopis yang tidak terlihat mata telanjang. Kaca itu sekarang rapuh seperti kerupuk, tapi masih terlihat kokoh.
[Status Struktur: Menunggu Pemicu Berat.]
[Kapasitas Beban: Turun dari 50 Ton menjadi 50 Kg.]
Hana kemudian melihat ke arah lampu gantung kristal (chandelier) raksasa yang tergantung tepat di atas panggung pelaminan.
[Target: Baut Penyangga Chandelier.]
[Skill: Loosen (Kendurkan).]
Krek.
Baut itu berputar sedikit. Hanya butuh satu getaran suara keras untuk menjatuhkannya.
"Kau melamun?" tanya Min-Ho curiga.
"Hanya gugup," jawab Hana tenang. "Ini pesta yang sangat... rapuh, bukan?"
Min-Ho tertawa, tidak menangkap makna ganda itu. "Rapuh? Ini fondasi kerajaan baru kita."
Tiba-tiba, pintu utama Ballroom terbuka lebar. Musik orkestra berhenti mendadak.
Bagian 3: The Grand Entrance
Dua sosok melangkah masuk ke dalam ruangan.
Jin Ray, dalam balutan Tuxedo hitamnya, berjalan dengan langkah tegap dan aura yang mendominasi. Di sebelahnya, Ujang berjalan santai sambil menenteng koper Cello, tampak seperti bodyguard raksasa.
Mereka terlihat sangat tidak pada tempatnya, namun sekaligus seperti pemilik tempat itu.
Semua mata tertuju pada mereka. Bisik-bisik mulai terdengar.
"Siapa mereka?"
"Apa itu artis baru?"
Min-Ho membeku di atas panggung. Wajahnya yang tenang berubah menjadi topeng kemarahan. "Bagaimana... bagaimana tikus got bisa masuk ke sini?!"
Ray berhenti di tengah karpet merah. Dia menatap lurus ke arah panggung, ke mata Hana. Dia melihat gaun biru Hana. Dia melihat Min-Ho.
Ray tersenyum miring. Dia mengangkat tangannya yang bersarung tangan kulit hitam, merapikan kerah jasnya.
"Maaf kami terlambat," suara Ray menggema lantang, diperkuat oleh Mana di tenggorokannya. "Kami dari jasa pembasmi hama. Kudengar ada tikus besar berbaju putih di panggung."
Para tamu terkesiap. Penjaga keamanan (yang sebenarnya monster menyamar) mulai bergerak mendekat.
Min-Ho menggeram. "Bunuh mereka! Sekarang!"
Sepuluh penjaga berbadan besar berlari menerjang Ray dan Ujang.
Ujang tidak membuka kopernya. Dia hanya mengayunkan koper Cello besi itu secara horizontal.
BUNG!
Tiga penjaga terlempar seperti pin bowling, tulang mereka remuk seketika.
Ray tidak bergerak dari posisinya. Saat seorang penjaga mencoba memukulnya, Ray hanya memiringkan kepala sedikit, lalu menepuk dada penjaga itu dengan telapak tangannya.
ZZTTT!
Listrik tegangan tinggi dari sarung tangan taktisnya menyengat jantung penjaga itu. Penjaga itu kejang dan jatuh pingsan tanpa suara. Ray bahkan tidak mengotori jasnya.
"Hana!" teriak Ray, menatap ke balkon. "Sekarang!"
Hana di atas panggung tersenyum lebar. Matanya bersinar biru terang.
"Selamat menikmati lantai dansanya, Tuan-Tuan!" seru Hana.
Hana menghentakkan hak sepatunya ke lantai panggung. Getaran kecil itu menjadi pemicu.
KRAK!
Lantai dansa kaca di tengah ruangan—tempat di mana 50% pasukan keamanan monster sedang berkumpul untuk mengepung Ray—pecah serentak menjadi debu.
BYURRR!
Puluhan monster dan penjaga jatuh ke dalam kolam ikan di bawahnya.
Kekacauan pecah. Para tamu elit berlarian menjerit.
Ray melompat ke atas meja prasmanan, berlari menuju panggung.
"Min-Ho!" tantang Ray. "Turun ke sini dan hadapi aku!"
Min-Ho menatap Ray dengan kebencian murni. Tubuhnya mulai bergetar, kulit manusianya merekah, menampakkan cahaya emas menyilaukan dari dalam.
"Kau merusak pesta pertunanganku," desis Min-Ho, suaranya berubah menjadi gaung monster. "Maka kau akan menjadi hidangan utamanya."
Min-Ho melompat turun dari balkon VIP. Bukan mendarat, tapi melayang. Sayap emas energi mekar dari punggungnya.
[BOSS FINAL: THE FALSE KING (Raja Palsu) - PHASE 1]
Pertempuran terakhir di tengah pecahan kaca dan kemewahan yang runtuh pun dimulai.