NovelToon NovelToon
Aji Toba

Aji Toba

Status: sedang berlangsung
Genre:Perperangan / Misteri / Epik Petualangan / Horror Thriller-Horror / TimeTravel / Penyeberangan Dunia Lain
Popularitas:232
Nilai: 5
Nama Author: IG @nuellubis

Masih kelanjutan dari PETUALANGAN AJI DI MASA DEPAN.

Petualangan Aji kali ini lebih kelam. Tidak ada Pretty, dkk. Hanya dirinya, Sari (adiknya), bidadari nyentrik bernama Nawang Wulan, Tumijan, Wijaya, dan beberapa teman barunya seperti Bonar dan Batubara.

Petualangan yang lebih kelam. Agak-agak horor. Penuh unsur thriller. Sungguh tak bisa ditebak.

Bagaimanakah dengan nasib Pretty, dkk? Oh, tenang, mereka masih memiliki porsi di serial ini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IG @nuellubis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Penyelamatan Sari

Sari terisak. Ia terus meneriakkan nama kakak-kakaknya: Aji dan Lestari (yang terakhir, masih tinggal di dusun dekat Majapahit). Saking merintihnya, ia belum juga mengenakan pakaiannya selepas laki-laki perkasa itu menggagahinya.

Sementara pria itu--yang mengaku bernama Raj--tersenyum puas. Merasa puas, seolah baru saja mendapatkan harta karun paling berharga. Mungkin seperti itulah yang dirasakan para pemerkosa.

Raj keluar dari ruangan di mana Sari disekap. Ia segera menghampiri teman-temannya yang sibuk dengan minuman masing-masing. Ada beberapa koin berhamburan di atas meja.

"Sudah puas?" tanya salah seorang dari mereka yang mana, ada kurang lebih sepuluh orang, selain Raj.

Raj terkekeh. "Giliranmu, jika kau mau. Pantas saja banyak yang menginginkan keperawanan."

Sementara Sari masih menggigil di sudut ruangan. Tangisnya tak lagi pecah. Itu hanya tersisa suara napas yang tersendat, seperti seseorang yang baru saja diseret keluar dari arus deras. Tubuhnya gemetar, bukan karena dingin, melainkan karena sadar. Ia masih hidup, sebab ia harus bertahan.

Ia menarik kain di dekatnya, membungkus tubuhnya dengan tangan bergetar. Pikirannya kosong, tapi satu nama terus bergaung, memaksa dirinya untuk tetap bertahan hidup.

"Mas Aji..."

Di luar ruangan, Raj tertawa pelan sambil menuang minuman. Tak ada rasa bersalah di matanya. Yang ada hanya keserakahan bodoh manusia yang mengira dirinya kebal karena kuasa gelap.

“Tapi kau benar-benar puas?” tanya salah satu dari mereka, dingin, tanpa emosi.

Raj menyeringai. “Lebih dari cukup. Gadis itu bukan orang sembarangan. Ada getaran aneh di darahnya.”

Ucapan itu membuat salah satu pria yang lebih tua mengernyit. “Jangan bodoh. Kita tidak disuruh menyentuhnya. Kita disuruh menjaganya.”

Raj mengangkat bahu. “Sudah terlambat, kurasa.”

Hening sesaat. Lalu meja terguncang saat pria tua itu menghantamnya dengan telapak tangan. “Kau tidak tahu apa yang sudah kau bangunkan.”

*****

Di saat yang sama, jauh dari sana, Aji tersentak dari meditasinya. Dadanya terasa terbakar. Urat di pelipisnya menegang. Spiral di tubuhnya berdenyut liar, bukan seperti latihan, bukan seperti panggilan waktu, melainkan sebuah teriakan.

“Aji,” suara Jaka Kerub tajam. “Kau merasakannya?”

Aji membuka mata, basah oleh keringat. “Itu… Sari."

Danau di hadapan mereka beriak keras, padahal angin tak bergerak. Airnya menggelap di satu titik, membentuk pusaran kecil. Itu merupakan pertanda gangguan manusia, dan bukan dari makhluk halus.

“Mereka sudah melanggar,” gumam Jaka Kerub. “Sekarang jalannya berbeda."

Di rumah panggung di pesisir selat, Sari memejamkan mata. Dalam gelap, ia memusatkan diri pada satu hal. Yaitu, harus bertahan sampai Aji datang. Ia tak tahu bagaimana, tak tahu kapan, tapi ia tahu kakaknya tidak pernah mengabaikan panggilan darah.

Mungkin ia benar. Sebab, di luar rumah itu, laut mendadak tenang secara tak wajar. Burung-burung berhenti terbang. Salah satu penjaga merinding tanpa sebab.

“Apa kau dengar itu?” bisiknya.

“Dengar apa?”

“Seperti… langkah. Tapi bukan manusia.”

Di sisi lain danau, Jaka Kerub mengambil tongkatnya.

“Sekarang,” katanya singkat.

Aji berdiri. Matanya tak lagi ragu. Tidak ada amarah membabi buta. Sebab, yang ada adalah ketetapan.

Malam itu, bukan hanya Sari yang bersaksi pada kebiadaban manusia. Malam itu juga akan menjadi waktu ketika manusia-manusia yang bersembunyi di balik kuasa palsu mulai menyadari satu hal bahwa mereka salah memilih korban.

*****

Langit mulai bergeser warnanya, dari hitam pekat menuju biru tua, ketika suara langkah-langkah asing terdengar di sekitar rumah panggung itu. Sari yang duduk memeluk lututnya langsung menegang. Napasnya tertahan. Ia mengenali satu hal dengan sangat jelas sekarang. Bahaya selalu datang dalam diam.

“Ada orang di luar,” bisik salah satu penjaga dengan suara tercekat.

Belum sempat ia berdiri, bayangan-bayangan hitam sudah mengepung rumah itu dari segala sisi. Bukan barisan gaduh. Mereka bergerak cepat, presisi, nyaris tanpa suara. Dalam hitungan detik, teriakan pecah. Itu bukan dari Sari, melainkan dari para penjaga yang satu per satu dilumpuhkan. Papan kayu berderak. Pintu rumah terbuka keras.

Sari mundur refleks, tangannya meraba apa pun yang bisa ia jadikan senjata. Matanya liar. Sepertinya tiada lagi ruang untuk percaya.

“Sari,” suara seorang lelaki terdengar, rendah tapi jelas. “Kami tidak akan menyakitimu.”

“Jangan mendekat!” teriak Sari, suaranya pecah namun penuh perlawanan. “Kalian sama saja!”

Lelaki itu mengangkat kedua tangannya, memperlihatkan bahwa ia tak membawa senjata. Di belakangnya ada tiga orang lain, perawakan mereka beragam, pakaian mereka lusuh seperti pelancong. Salah satu dari mereka, yang merupakan seorang perempuan paruh baya, melangkah perlahan ke depan.

“Kami mengenal Aji,” katanya lembut. “Kami dikirim… bukan oleh manusia biasa.”

Nama itu membuat Sari berhenti bernapas sekejap. Namun justru karena itu, ia semakin waspada.

“Semua orang bilang mereka tahu Mas Aji,” katanya dingin. “Tapi yang tahu MasAji tidak akan bicara sembarangan.”

Perempuan itu terdiam, lalu menyebut satu kalimat yang hanya keluarga mereka yang tahu. Kalimat masa kecil, tentang hujan pertama di dusun dekat Majapahit dan janji kakaknya untuk selalu pulang.

Kaki Sari melemas, tapi ia tetap mundur selangkah.

“Aku tidak akan ikut kalian,” katanya lirih namun tegas, “kalau aku tak tahu ke mana kalian membawaku.”

“Ke tempat yang tidak dijangkau mereka,” jawab lelaki pertama. “Ke jalur air tua. Ke tempat yang lebih aman.”

Tak ada waktu lagi untuk ragu. Dari kejauhan terdengar teriakan panik. Sepertinya kelompok Raj telah sadar bahwa sesuatu sudah terjadi. Salah satu orang itu segera menyampirkan kain tebal ke pundak Sari.

“Maafkan kami,” katanya cepat. “Kami harus membawamu sekarang.”

Sari berontak sebentar, refleks, tapi lengannya sudah ditopang dengan hati-hati. Itu bukan digeret. Pun, bukan dipaksa kasar. Mereka berlari menembus semak, menyusuri jalur sempit di pesisir selat yang tak mungkin dikenali orang luar.

Di balik langkah tergesa itu, Sari sempat menoleh sekali. Rumah tempat ia disekap tertinggal dalam gelap. Dadanya sesak, tapi sejak diculik, ia merasa bergerak menjauh dari neraka untuk kali pertama. Di dalam hatinya, ia memang belum percaya sepenuhnya. Namun satu hal ia tahu pasti,

jika mereka berbohong, ia akan melawan pastinya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!