NovelToon NovelToon
Menantu Pilihan Untuk Sang CEO Duda

Menantu Pilihan Untuk Sang CEO Duda

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / CEO / Romantis / Diam-Diam Cinta / Duda / Romansa
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: ijah hodijah

“Fiona, maaf, tapi pembayaran ujian semester ini belum masuk. Tanpa itu, kamu tidak bisa mengikuti ujian minggu depan.”


“Tapi Pak… saya… saya sedang menunggu kiriman uang dari ayah saya. Pasti akan segera sampai.”


“Maaf, aturan sudah jelas. Tidak ada toleransi. Kalau belum dibayar, ya tidak bisa ikut ujian. Saya tidak bisa membuat pengecualian.”


‐‐‐---------


Fiona Aldya Vasha, biasa dipanggil Fio, mahasiswa biasa yang sedang berjuang menabung untuk kuliahnya, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah karena satu kecelakaan—dan satu perjodohan yang tak diinginkan.

Terdesak untuk membayar kuliah, Fio terpaksa menerima tawaran menikah dengan CEO duda yang dingin. Hatinya tak boleh berharap… tapi apakah hati sang CEO juga akan tetap beku?

"Jangan berharap cinta dari saya."


"Maaf, Tuan Duda. Saya tidak mau mengharapkan cinta dari kamu. Masih ada Zhang Ling He yang bersemayam di hati saya."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ijah hodijah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11

Hening.

Seolah waktu berhenti di antara dua kalimat itu.

Tapi Fio tak lagi menangis. Ia justru tersenyum tipis—senyum yang pahit tapi kuat.

Ia menatap layar ponsel itu lama, lalu membalas dengan mantap:

[Baik, kalau itu keinginan Ayah.]

Setelah pesan terkirim, Fio menatap langit yang mulai gelap.

“Terima kasih, Yah…” bisiknya lirih. “Kalau pun Ayah gak bisa datang, aku tetap akan melangkah. Bukan karena aku kuat… tapi karena Ibu pasti ingin aku ingin tetap bertahan.”

Ia menatap ke langit, seolah mencari sosok yang selalu menjadi semangatnya.

“Ibu... Fio akan baik-baik aja. Kali ini Fio akan memulai hidup baru.”

Dan dengan hati yang sudah mantap, Fio memutuskan: ia akan menerima perjodohan itu walaupun tanpa kehadiran ayahnya yang seharusnya menjadi wali nikahnya.

***

Pagi ini Fio bergegas ke kampus dengan langkah cepat. Ujian sudah di depan mata, dan kepalanya masih penuh dengan keputusan besar semalam. Ia berusaha menenangkan diri—mengulang-ulang dalam hati bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Namun takdir seolah belum puas mempermainkannya. Motornya tiba-tiba mati kehabisan bensin. Akhirnya dia terpaksa naik kendaraan umum walaupun ia harus mengeluarkan ongkos yang hanya beda lima ribu jika dibelikan bensin. Tapi hari ini dia malas untuk mendorong motornya.

Baru beberapa meter lagi menuju gerbang kampus setelah turun dari angkutan umum, suara klakson keras membuatnya refleks menoleh—dan dalam sekejap, bruuk! tubuhnya tersenggol dari samping. Tasnya terlempar ke trotoar, dan lututnya sedikit tergores.

“Ya Tuhan…” desis Fio pelan, menahan perih.

Fio menepuk-nepuk bajunya yang kotor sambil meringis menahan perih di lutut. Belum sempat ia membungkuk mengambil tasnya, seorang pria turun dari mobil dengan langkah cepat.

“Maaf, saya tidak sengaja—” ucapnya, namun suaranya langsung terhenti begitu melihat wajah Fio.

Fio pun menatap balik, sama-sama terkejut. “Kamu?”

Darrel berdiri mematung sesaat, ekspresinya kaku dan dingin seperti biasa. Ia menarik napas panjang, lalu tanpa banyak bicara, melangkah mengambil tas Fio yang terjatuh.

“Kamu luka,” katanya datar. “Saya antar ke klinik.”

Fio buru-buru menolak, meski suaranya gemetar. “Gak perlu repot, saya bisa sendiri.”

“Jangan keras kepala.”

Nada suaranya tegas, tak memberi ruang untuk perdebatan. Ia menatap Fio sebentar, lalu membuka pintu mobilnya. “Masuk. Kalau kamu pingsan di jalan, saya juga yang disalahin lagi.”

Fio terdiam. Ada sesuatu dalam nada suaranya—bukan perhatian, tapi tanggung jawab yang terasa kaku. Dengan langkah ragu, ia pun masuk ke dalam mobil.

Sepanjang perjalanan menuju klinik, tidak ada satu kata pun keluar dari keduanya. Hanya suara mesin dan hembusan AC yang memecah keheningan.

Fio menatap keluar jendela, mencoba menenangkan degup jantungnya. Anehnya, meski pria di sebelahnya bersikap dingin dan terkesan tak peduli, keberadaannya tetap membuat udara di dalam mobil terasa berat… dan aneh.

Sesekali Darrel meliriknya lewat kaca spion. Ada sedikit rasa bersalah di sana, tapi ia menahan diri. Hatinya memang belum siap untuk dekat dengan siapa pun lagi—termasuk gadis yang kini duduk di kursi penumpang dengan luka kecil di lututnya.

Begitu tiba di klinik, Darrel hanya berkata singkat, “Tunggu di sini. Saya panggil perawat.”

Tanpa menunggu jawaban, ia langsung masuk ke dalam, meninggalkan Fio yang hanya bisa menghela napas panjang—antara malu, kesal, dan bingung kenapa hidupnya bisa seaneh ini.

Setelah masuk ke dalam klinik, dengan sigap perawat membersihkan luka di lutut Fio dengan lembut, sementara Fio menahan napas tiap kali cairan antiseptik menyentuh kulitnya yang perih.

“Sakit sedikit ya, Mbak,” ujar perawat ramah.

Fio tersenyum tipis. “Iya, gak apa-apa kok.”

Ia berusaha terlihat tenang, padahal matanya beberapa kali melirik ke arah pintu—tempat Darrel berdiri bersandar, menatap datar dengan tangan terlipat di dada.

Darrel sama sekali tidak bicara, tapi pandangannya mengikuti setiap gerak Fio. Ada sesuatu di sorot matanya: semacam campuran antara rasa bersalah dan… keengganan untuk mengakuinya.

Selesai dibersihkan, perawat menutup luka itu dengan perban kecil.

“Sudah, Mbak. Cuma lecet, gak perlu khawatir. Tapi sebaiknya jangan banyak jalan dulu.”

“Terima kasih,” jawab Fio pelan.

Begitu perawat keluar, suasana kembali hening.

Darrel mendekat, menatap perban itu sebentar, lalu berkata datar, “Harusnya kamu lebih hati-hati.”

Fio mengangkat alis, lalu menatapnya dengan wajah tak kalah tenang. “Harusnya kamu juga, Tuan pengendara. Kemarin ibunya dan sekarang anaknya yang nyerempet orang yang sama itu udah kayak takdir, tahu gak? Sepaket. Kayak janjian.”

Darrel menatapnya sekilas, tidak menjawab. Ia justru memalingkan wajah dan berkata dingin, “Saya antar pulang.”

“Gak usah,” balas Fio cepat. “Saya masih mau ke kampus.”

“Tapi kamu luka.”

Fio tersenyum tipis, lalu berdiri perlahan. “Cuma lecet kecil. Gak segawat ekspresimu yang kayak abis nabrak dunia.”

Darrel terdiam. Ada kilatan kesal di matanya, tapi ia menahannya. Ia tahu Fio sedang mencoba meledek, tapi entah kenapa—di balik keusilan gadis itu—ada hal yang membuatnya tidak bisa marah.

“Ya sudah,” ucapnya akhirnya. “Terserah kamu.”

Ia berjalan lebih dulu ke depan, meninggalkan Fio yang menatap punggungnya sambil mendecak pelan.

“Cowok paling dingin yang pernah gue temui,” gumamnya.

Namun diam-diam, senyum tipis muncul di sudut bibirnya. Ada sesuatu yang mulai ia rasakan, tapi belum berani ia akui—bahwa mungkin, pertemuan mereka memang bukan kebetulan biasa.

***

Begitu sampai di kampus, Fio berjalan sedikit pincang, tapi tetap berusaha menegakkan badan seolah tak terjadi apa-apa.

Begitu masuk ke kelas, Linda langsung menghampirinya.

“Fio! Kenapa jalanmu kayak robot kehabisan baterai gitu?” seru Linda, matanya langsung menatap lutut Fio yang diperban.

Farhan dan Kevin yang kebetulan nongkrong di kelaa Fio sebelum kelas dimulai ikut menoleh.

“Eh, jangan bilang lo jatuh lagi?” tanya Kevin, mendekat dengan ekspresi setengah khawatir, setengah geli.

Fio menaruh tasnya di meja dan duduk pelan, menahan nyeri yang masih terasa. “Bukan jatuh, Bang Kev… diserempet lagi.”

“Apaaa?!” Linda hampir teriak. “Lo tuh magnet kendaraan atau gimana sih, Fio?”

“Kayaknya iya deh,” sahut Fio dengan nada santai. “Soalnya kali ini yang nyerempet lebih tampan daripada yang pertama.”

Farhan memicingkan mata. “Maksud lo apa?”

“Ah, udahlah. Gak penting.” Fio cepat-cepat menutup pembicaraan, menunduk pura-pura sibuk membuka buku catatannya.

Dalam hati, ia masih teringat wajah Darrel saat di klinik—dingin, tapi ada sesuatu yang entah kenapa membuat jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.

Linda duduk di sebelahnya, menatap tajam. “Gue gak percaya. Lo pasti sembunyiin sesuatu.”

Fio tersenyum, tanpa menoleh. “Rahasia kecil aja, beb.”

Kevin mendengus. “Kecil dari Hong Kong. Lo tuh udah dua kali diserempet dalam seminggu, dan sekarang senyum-senyum sendiri. Jangan-jangan lo jatuh cinta sama pengendara itu?”

Fio langsung mendongak, matanya membulat. “Hah?! Enggaklah! Lo pikir gue segampang itu?”

“Tapi pipimu merah tuh,” sahut Linda cepat.

Fio spontan menutup pipinya, menggeleng keras-keras. “Itu... kena panas matahari!”

Farhan tertawa kecil. “Yah, semoga aja panasnya gak sampai ke hati.”

Fio melotot. “Farhan, sumpah, gue lempar pulpen nih!”

Suasana kelas pun berubah riuh. Namun di balik tawa dan godaan teman-temannya, Fio menyimpan satu hal yang belum ingin ia ceritakan kepada siapapun.

Dan di sela canda tawa itu, matanya sempat menerawang ke luar jendela.

Dalam hati ia bergumam lirih,

"Kalau ini jalannya, semoga aku kuat menjalaninya."

Bersambung

1
Ilfa Yarni
romantisnya udah td malam emang km ngelakuin apa tadi malam km mencuri ya mencuri cium dan peluk maksudmya
Dar Pin
adu duh tuan duda marah deh asli Thor hiburan banget bacanya 😄
Ijah Khadijah: Terima kasih
total 1 replies
Ilfa Yarni
aduh tuan duda kulkas knp sih orang lg belajar kelompok malah di suruh pulang katanya ga cemburu trus knp marah2 ga jelas dasar bilang aja cemburu pake gengsi sgala aduh duh duh tuan duda
Ijah Khadijah: Keduluan gengsi kak🤭
total 2 replies
Dar Pin
bacanya ngakak terus deh lucu lucu gemes 🙏💪
Ilfa Yarni
jiaah darrel blingsatan ga karuan cemburu ya fio jln sama laki2 lain sampe ga fokus ngantor dan marah2 ga jelas wah seperti kemakan omongan sendiri nih ngomong ke fio jgn mengharap cinta dariku eee ternyata km yg mengharapkan cinta fio mang enak kena panah asmara
Ilfa Yarni
wah perkembangan darrel cepat ya udah ada aja tuh getar2 cinta fi hatinya buat fio buktinya dia merasa ga suka fio deket2 laki2 lain
Ilfa Yarni
hahahaha trus aja ngocehfio biar tuan duda kulkas kesel tp lama2 suka
Ilfa Yarni
hahahaha kata2nya fio ada gerakan yg mencurigakan di sudut bibirmu dikirain td dimana ga taunya di sudut bibir kata2nya itu loh yg bikin ketawa fio bukan cerewet tuan duda tp, bar bar kan asyik duniamu jd berwarna ga dingin dan kaku lg
Ilfa Yarni
aku klo baca celotehan fio ini ketawa sendiri ada aja yg keluar dr mulutnya itu fio sangat cocok sama tuan duda yg dingin dgn judul pria kutub dan gadis bar bar
Ijah Khadijah: Semoga terhibur kakak🥰
total 1 replies
Ilfa Yarni
aduh bener2 kasian fio klo kyk gini cepat darrel hapus berita2 itu sebelum fio membacanya to tmnnya udah kasih tau aduh gmn ini
Ilfa Yarni
fio km trus terang aja sama sahabat2mu biar mereka ga salah paham km sudah menikah dgn duda kulkas
Ilfa Yarni
tuan duda es batu lama2 akan mencari jgn tingkah dan sifat fio yg ceria dan bar bar malah nanti dia bakal bikin aku deh eh eh eh temen2nya fio kepo nih fio turun dr mobil mewah temenya pasti syok klo tau fio udah nikah sama tuan duda
Ilfa Yarni
hahahaha aku suka karakter fio SD aja jawabannya yg bikin aku ketawa lama2tuan duda jatuh hati jg sama fio tunggu aja
Ilfa Yarni
walinya diwakilkan saja krna ayahnya fio ga mau tau dgn anknya fio krn dia punya istri baru ank kandung ditelantarkan dan ga diacuhkan lg
Ilfa Yarni
mereka sama2 memendam rasa tp mereka blom menyadarinya aplg dikulkas 12 pintu itu alias darrel blom sadar dia hatinya udah kecantol fio krn luka lama dia menyangkal apa yg dia rasakan
Ilfa Yarni
dasar ayah tak bertanggung jwb mentang2 ada istri baru ank kandung dilupakan semoga kdpnnya hidup pak tua sengsara
Ilfa Yarni
dicoba ya fio jgn nolak siapa tau darrel memang jodoh km
Ilfa Yarni
hahahaha cewek seperti fio yg ceria cocok sama darrel sipria kulkas 12 pintu agar hidupnya mencair dan berwarna segitu aja sudut bibirnya udah mulai terangkat lama2 jg bucin aku yakin banget deh
Ilfa Yarni
bu rajia lg gencar2nya mendekatkan fio dgn darrel semoga sukses ya bu
Ijah Khadijah: Aamiin🤲🥰
total 1 replies
Ilfa Yarni
darrel msh ga mau km sama fio yg polos dan lucu itu rugi km
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!