“Aku kecewa sama kamu, Mahira. Bisa-bisanya kamu memasukkan lelaki ke kamar kamu, Mahira,” ucap Rangga dengan wajah menahan marah.
“Mas Rangga,” isak Mahira, “demi Tuhan aku tidak pernah memasukkan lelaki ke kamarku.”
“Jangan menyangkal, kamu, Mahira. Jangan-jangan bukan sekali saja kamu memasukkan lelaki ke kamar kamu,” tuduh Rukmini tajam.
“Tidak!” teriak Mahira. “Aku bukan wanita murahan seperti kamu,” bantah Mahira penuh amarah.
“Diam!” bentak Harsono, untuk kesekian kalinya membentak Mahira.
“Kamu mengecewakan Bapak, Mahira. Kenapa kamu melakukan ini di saat besok kamu mau menikah, Mahira?” Harsono tampak sangat kecewa.
“Bapak,” isak Mahira lirih, “Bapak mengenalku dengan baik. Bapak harusnya percaya sama aku, Pak. Bahkan aku pacaran sama Mas Rangga selama 5 tahun saja aku masih bisa jaga diri, Pak. Aku sangat mencintai Mas Rangga, aku tidak mungkin berkhianat.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi damayanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
jm 16
“Maaf, Bu. Sepertinya Ibu salah paham,” ucap Mahira pelan.
“salah Paham dari mana? Sudah jelas kamu kabur dari pernikahan. Kamu itu sudah dua puluh enam tahun, guru pula, tapi kelakuan kamu kaya anak-anak,” ujar Ibu Susi tegas.
“Benar. Kamu harusnya minta maaf sama adik dan bapakmu. Kasihan sekali adik kamu, dia masih kuliah. Tega banget kamu,” tambah Bu Wiwin.
“Wey, Ibu-ibu rempong. Ngapain pada ngumpul di sini?” ucap Reno, guru olahraga, sambil memegang bola basket.
Ibu-ibu yang mengerubuni mahira melihat kea rah Reno
“Ngapain kamu, Reno. Walau Mahira batal nikah, kamu tetap tidak punya peluang. Mahira sudah menikah, tapi bukan dengan laki-laki yang sudah meminang dia,” sahut Ibu Retna sinis.
“Yeh, biarin lah,” balas Reno. “Lagian ngapain sih ikut campur masalah orang. Kaya enggak punya masalah sendiri aja.”
“Hey, kami ini guru senior, ya. Kami hanya mengingatkan Mahira supaya tidak kekanak-kanakan,” bantah Ibu Susi.
“Ada apa ini? Kenapa ramai di sini?” Semua tersentak ketika Ibu Nurhasnah, kepala sekolah yang baru datang.
“Cepat kerjakan laporan pembelajaran. Nanti siang jam dua ada inspektorat datang,” ujar Ibu Nurhasnah tegas, lalu masuk ke ruangannya.
“Mahira, kamu itu tidak pantas ngajar di sini,” bisik Ibu Susi sebelum pergi.
Hampir saja air mata Mahira menetes, namun ia menahan diri.
Reno duduk di belakangnya. “Hey, Mahira, biarin aja mereka. Jangan didengar. Mereka itu cuma datang, absen, ngoceh, terus terima gaji” Ucap Reno “kalu Lu beda lu yang selalu berinovasi dalam mengajar. Sekolah kita yang dulu rendah di bidang sains juga naik karena lu.”
“Kayaknya gue memang enggak pantas ngajar di sini,” lirih Mahira.
“Lu pantas. Kalau lu butuh teman curhat, nanti kita nonton yuk,” ajak Reno.
Mahira menghela napas. “Kalau itu, gue harus izin dulu sama suami gue.” Ia hampir muntah mengucapkannya. Ia bahkan belum rela mengakui Doni sebagai suaminya. Tapi Mahira juga lagi malas jalan sama teman lelaki.
“Beneran lu udah nikah, Ra?” tanya Reno.
Mahira membalikan badan sedari tadi mereka ngobrol dengan posisi mahira membalkangi Reno karena Renoa duduk di baku belakang
“Gue udah nikah” Jawab Mahira lirih
“Suami lu baik enggak?”
“Enggak tahu gue,” jawab Mahira jujur.
“Gue yakin lu ga selingkuhin Rangga sesuai rumor yang beredar, karena lu bucin banget sama Rangga” ujar Reno, wajahnya antusias.
Mahira menghela nafas panjang tak menyangka kalau rumor dia selingkuh dan kawin dengan pria asing begitu cepat beredar.
“tenang gue percaya sama lu, kalau si Rangga memang brengsek” ucap Reno
“Sudahlah. Jangan bahas dia. Males gue.”
“Oke, sorry. By the way, gimana kalau nonton bareng. Udah enam tahun loh kita enggak nonton.”
Mahira menatap Reno, mengkerutkan dahinya, mengingat terkahir kali dia nonton dengan Reno
“ah bahkan gue lupa kapan terakhir gue nonton dan jalan temen-temen” jawab Mahira
“Sejak lu jadian sama Rangga, dan sejak lu kedatangan mama tiri. Perhatian lu semuanya buat dia, dan lu ninggalin gue yang tulus sama lu.”
Mahira termenung mengingat semua hal yang terjadi, semenjak datangnya Rukmini dan Ratna satu persatu teman Mahira meninggalkan dirinya.
“Perasaan gue ga pernah ngomong kalau lu harus ninggalin gue”
“Ya enggak ngomong langsung, tapi adik tiri lu sama emaknya datang ke kontrakan gue. Katanya gue jangan dekat-dekat sama lu, karena lu sudah tunangan.”
“Segitunya Mak Lampir misahin gue dari teman-teman gue,” gerutu Mahira dalam hati.
“Mahira, ayo dong nonton sama gue,” pinta Reno lagi.
“Nantilah. Gue harus sama laki gue,” jawab Mahira sembarang.
“Oke, sekalian kenalin sama gue ya.”
“Mampus gue. Ini enggak boleh terjadi. Gimana kalau guru-guru dan siswa tahu suami gue siswa sekolah ini,” keluh Mahira dalam hati.
“Ya udah, lu mau makan bareng gue di kantin?” tanya Reno.
“Nantilah. Gue males.”
“Baiklah, nanti gue bawain makanan.”
Reno berdiri dan keluar dari ruang guru, meninggalkan Mahira dengan segala galaunya.
Bel kembali berbunyi. Selama jam istirahat tidak ada satu pun guru yang mengajak Mahira berbicara selain Reno. Mahira semakin tidak nyaman dengan situasi itu.
Ia melangkah menuju kelas 12 D untuk kembali mengajar. Kelas 12 D berada tepat di samping kelas 12 E. Langkahnya terhenti sejenak ketika melihat Doni dikerubungi banyak siswi, disertai gelak tawa yang terdengar sampai lorong.
“Dasar playboy, tebar pesona saja lu,” gerutu Mahira. Dadanya terasa sesak tanpa alasan yang jelas.
Mahira masuk ke kelas 12 D. Pikirannya kusut. Ia berharap sekolah menjadi tempat paling aman untuk melupakan masalah yang sedang dialaminya, tetapi kenyataannya sekolah ikut terpengaruh isu yang disebarkan Ratna. Mahira malas menjelaskan apa pun, merasa percuma karena tidak akan ada yang percaya.
Karena tidak fokus, Mahira hanya memberikan tugas kepada siswa. Biasanya ia penuh semangat menjelaskan pelajaran, membuat hal rumit menjadi sederhana. Mahira dikenal sebagai guru favorit. Namun hari ini semangat itu hilang.
Tiba-tiba terdengar kegaduhan dari kelas 12 E. Mahira spontan keluar. Tampak Ibu Fany, guru Bahasa Inggris, sedang mengomeli Doni.
Doni berdiri sambil memegang kupingnya.
“Ditanya ini tidak ngerti, ditanya itu ga ngerti ” omel Ibu Fany. “Bahasa Inggrisnya meja di jawab I love you.”
Seluruh kelas tertawa.
“Bahasa Inggrisnya papan tulis, I love you.”
Tawa makin pecah.
“Bahasa Inggrisnya keset, welcome.”
“kamu sebenarnya serius ga sih sekolah?” Tanya Ibu Fany dengan nada kesal
Doni mengangguk polos. “Serius dong, Bu. Kalau saya tidak serius, ngapain saya ke sekolah. Mending saya tidur saja.”
Kelas riuh. Ibu Fany membentak, “Diam kamu. Kamu itu sekolah di SMK Pariwisata jurusan perhotelan. Bisa bahasa Inggris itu mutlak. Anak SD saja sudah pintar bahasa Inggris, tapi kamu kelas 12 masih minim kosa kata.”
“Gampang, Bu. Sekarang ada aplikasi translate,” jawab Doni santai.
“Diam kamu,” bentak Ibu Fany lagi. “Jawab terus dari tadi. Berdiri di depan kelas pakai satu kaki dan jangan bicara.”
“Siap komandan, terima perintah,” seru Doni lantang.
Gelak tawa langsung meledak.
Mahira meringis melihatnya. “Gue kira dia siswa pandai. Ternyata selain malas, bego pula,” gumam Mahira sambil menggeleng. Ia kemudian kembali masuk ke kelas 12 D.
Jam pelajaran usai, Mahira malas sekali, ingin rasanya dia segera pulang.
Mahira berjalan menuju ruang guru, tak sengaja Mahira mendengar percakapan di ruang wakil kepala sekolah.
“Pak, Mahira harus dikeluarkan dari sekolah karena akan membuat malu sekolah, dan nanti siswa akan terpengaruh oleh sikap Mahira,” Mahira hafal itu suara Ibu Susi.
“Ya enggak bisa gitu dong... sebentar lagi ada olimpiade matematika, kalau tidak ada Mahira bagaimana?” jawab Bapak Sasmita.
“Pokoknya Bapak harus mengeluarkan Mahira, ini aspirasi dewan guru,” ucap Ibu Susi lagi.
“Nantilah, tunggu dua bulan lagi... susah, loh, cari guru secerdas Ibu Mahira,” ucap Pak Sasmita.
“Gila, aku dipertahankan hanya karena aku berguna, bukan karena aku diterima sebagai keluarga,” gumam Mahira. Mahira gelisah antara terus mengajar atau berhenti. Mahira memang sedang mempersiapkan beberapa siswa untuk ikut olimpiade, sayang sekali kalau berhenti di tengah jalan, tapi kalau dewan guru tidak menginginkan dia di sekolah, buat apa lagi coba.
anak buah doni kah?
sama" cembukur teryata
tapi pakai hijab apa ga aneh