NovelToon NovelToon
JERAT CINTA LINGGARJATI

JERAT CINTA LINGGARJATI

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Terlarang / Obsesi / Selingkuh / Lari Saat Hamil / CEO
Popularitas:897
Nilai: 5
Nama Author: nitapijaan

Ayudia berpacaran dengan Haris selama enam tahun, tetapi pernikahan mereka hanya bertahan selama dua tahun, sebab Haris ketahuan menjalin hubungan gelap dengan sekertarisnya di kantor.

Seminggu setelah sidang perceraiannya usai, Ayudia baru menyadari bahwa dirinya sedang mengandung janin kecil yang hadirnya tak pernah di sangka- sangka. Tapi sayangnya, Ayudia tidak mau kembali bersama Haris yang sudah menikahi wanita lain.

Ayudia pun berniat nutupi kehamilannya dari sang mantan suami, hingga Ayahnya memutuskan agar Ayudia pulang ke sebuah desa terpencil bernama 'Kota Ayu'.

Dari situlah Ayudia bertemu dengan sosok Linggarjati Putra Sena, lelaki yang lebih muda tiga tahun darinya dan seorang yang mengejarnya mati-matian meskipun tau bahwa Ayudia adalah seorang janda dan sedang mengandung anak mantan suaminya.

Satu yang Ayudia tidak tau, bahwa Linggarjati adalah orang gila yang terobsesi dengannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nitapijaan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dapur berduaan

Malam kian larut, selepas berhasil membawa sekantung sate ayam dan menikmatinya bersama kedua buliknya, Ayudia pamit kedalam untuk istirahat. Wanita itu juga mengaku lelah dan tiba-tiba merasakan mual.

Di teras rumah, Bulik Yati yang di titipi secara langsung oleh Orangtua Ayudia, merasa khawatir dengan keadaan ponakannya. Memutuskan menengok kedalam, memastikan Ayudia baik-baik saja.

Sementara Uti di luar mendekati kedua menantu laki-lakinya. "Pimen, Yas, apa wis olih wong?" Tanya Uti pada Paklik Ilyas —Suami Bulik Hartini. (bagaimana, Yas, apa sudah dapat orang)

Mendapat teguran dari mertuanya, Paklik Ilyas mengangguk. "Wes, Mak. Olih tukang sing kecamatan, paling mengko di bantu bocah-bocah," Jawab paklik Ilyas. Lelaki paruh baya itu juga menunjuk ke arah kulon dimana terdengar suara pemuda yang sedang berkumpul di pos ronda.

(Sudah, Mak. Dapat tukang dari kecamatan, paling nanti di bantu anak-anak)

Uti Nur mangut-mangut, kemudian berlalu menuju dalam rumah. Sebelumnya, wanita sepuh itu juga menawarkan Bulik Hartini untuk menginap, tapi anaknya itu malah menolak dan mengatakan akan pulang saja. Toh rumahnya juga tak begitu jauh dari sini.

"Kapan koe ngomong e, Yas. Kok aku ora ngerti," selepas kepergian Uti dan Bulik Hartini, Paklik Waryo —Suaminya Bulik Yati, menginterupsi. obrolan mereka pun seketika berubah.

(kapan kamu bilangnya, Yas. Kok aku nggak tau)

"Miki, sedurung e mene." Jawab Paklik Ilyas sebelum menyeruput kopi hitamnya hingga tandas. Tak Lama kemudian para lelaki itu bubar ke rumah masing-masing, berhubung waktu juga sudah menunjukan pukul sepuluh malam.

(Tadi, sebelum ke sini.)

Keesokan harinya, tukang yang bertugas merenovasi kamar mandi Uti Nur datang lebih siang dari jam janjian. Katanya beliau terkendala sesuatu hal yang membuatnya ngaret datang.

Uti Nur tidak masalah sih, soalnya empat pemuda yang di putus untuk membantu pekerjaan itu juga datang lebih awal. Membongkar kamar mandi lama hingga tersisakan sumurnya saja.

Niatnya, Uti mau membuat kamar mandi yang sedikit mepet dengan pintu dapur. Soalnya percuma saja meskipun di renovasi, tapi masih jauh dari jangkauan. Pun Uti juga mengkhawatirkan Ayudia yang bisa saja kebelet buang hajat malam hari, sedangkan kamar mandinya terbilang ada di tengah-tengah hutan —Walaupun masih masuk dalam pagar rumah.

"Ti, kenapa nggak bikin kamar mandi baru aja di dalam?" Tanya Ayudia ketika ia menengok kegiatan pemuda di luar lewat pintu dapur.

"Nggak apa-apa'lah, lagian banyak-banyak kamar mandi buat apa? Yang mandi di sini aja cuma dua orang," balas Uti yang berhasil membuat Ayudia terkekeh geli.

Iya juga yah.

"Kan sayang, Ti. Itu kamar mandi pasti banyak kenangannya," Tunjuk Ayudia masih dengan sisa kekehan.

Uti mendengus, "Kenangan apa, nduk? Kenangan bersama t4i?" di sebelah Uti —Paklik Ilyas, terbahak-bahak keras. Mertuanya memang kadang suka ceplas-ceplos.

"Uti mahh! Yakali eek pake di kenang-kenang segala. Maksud Ayudia kan bisa aja kamar mandi ini menjadi saksi perjuangan Uti dari muda sampai setua ini," Ayudia cemberut sebal. Hah, padahal dia bicara serius kok.

Uti Nur menggeleng. Memang sih kamar mandi itu punya kenangannya sendiri. Terutama kenangan atas suaminya yang sudah lebih dulu di jemput tuhan. Kayu yang lapuk dan berjamur itu menjadi saksi, bagaimana dulu rumahnya yang baru terbuat dari geribik, berubah menjadi tembok kokoh seperti sekarang.

"Buatin es, sana, Nduk." Usir Uti pada Ayudia. Wanita hamil itu mengangguk meski tak terima di suruh-suruh. Tapi, tak apa lah. Semua itu kan demi dirinya, Uti sampai membangun ulang kamar mandi juga agar dia bisa lebih nyaman.

Ayudia memandang dapur bersih Utinya yang banyak sekali perubahan. dulu, awal Ayudia baru datang. Dapur itu sangat lengang, hanya ada beberapa sendok dan piring. Sementara peralatan dapur lainnya di letakan di dapur kotor.

Dapur rumah Utinya emang ada dua. Untuk dapur bersih, biasanya digunakan untuk memasak simpel dan tak membutuhkan effort lebih (tapi Uti tidak pernah menggunakannya, karena lebih suka di dapur kotor). Sementara dapur kotor biasa digunakan untuk memasak makanan yang lama matangnya, seperti daging.

Kenapa di pisah, sebab di dapur kotor itu juga ada Pawon —Kompor tradisional yang sekarang jarang di gunakan karena sudah ada kompos gas yang lebih praktis.

Selain itu, perubahan di dapur bersih Utinya juga di karenakan sudah ada kulkas, meja makan dan beberapa kursi. Setelah kedatangan Ayudia, dapur bersih Utinya itu jadi lebih hidup karena banyak terisi barang-barang dan bahan makanan.

Semua itu karena Ayudia yang suka mengidam.

"Jangan bawa yang berat-berat,"

Mendengar suara orang yang begitu dikenalinya membuat Ayudia seketika menengok, 'Hah, sejak kapan cowok stres itu ada di sini?' batin Ayudia kebingungan.

Perasaan tadi dia tidak melihat Linggar, kok bisa tiba-tiba ada di dalam dapur Uti-nya?

Iya benar, lagi-lagi Linggar. Dimana mana ada Linggar!

"Penyusup!"

Di katai demikian oleh Ayudia, Linggar malah tertawa. "Biarin, orang Uti Nur sendiri yang nyuruh Mamas Linggar masuk." Balas lelaki itu mengedikkan bahu. Kemudian tangan besarnya mencomot sepotong kue bolu yang niatnya akan Ayudia hidangkan untuk camilan.

"Heh!" Ayudia menepuk punggung tangan Linggar dengan batu ulekan yang dia gunakan untuk memecahkan es batu.

Linggar meringis. "Sakit loh, Ma. jahat banget sama Papa," keluh lelaki itu mengusap-usap pelan punggung tangannya.

Ayudia semakin berang mendengar panggilan Linggar yang seenaknya. "Papa papa! Nggak usah ngaku-ngaku!" hardik wanita hamil itu.

Linggar mendesah kecewa. Lagi-lagi dia mendapat penolakan dari wanita yang ia sukai. Haaah, masa selama dua bulan ini dia mencoba mendekati Ayudia, wanita itu tidak luluh juga?

Apakah Linggar harus menggunakan jurus Semar mesemnya? Mm ... Boleh di coba.

"Sini sini, biar Papa aja yang bikin es." Linggar mengalihkan pembicaraan. Lelaki itu segera merebut batu ulekan dari tangan Ayudia. Setelah itu memukul-mukul es batu yang di bungkus plastik, entah ide dari siapa itu. Tapi, calon istrinya kreatif juga ya.

"Sudah makan?" tanya Linggar di sela-sela aktivitasnya. Ayudia di sebelahnya yang masih memotong-motong kue bolu menggeleng pelan.

"Belum, dari pagi mual-mual." Entah alasan apa Ayudia berkata demikian. dia kedengeran seperti mengadu, kan?

Refleks.

"Lagi mau makan apa?" tanya Linggar lagi. Dia menoleh kearah Ayudia yang dilihatnya begitu pucat, wajah wanita itu memang selalu polos, tapi tetap cantik kok.

Ayudia bergumam pelan. Sebenarnya dia tak mau memberi tau Linggar, tapi mengingat hanya lelaki itu yang bisa dia mintai tolong tanpa malu-malu, akhirnya Ayudia berkata. "Pengen sate kambing deh, tapi buat makan malem nanti."

Linggar angguk-angguk, "Terus, apa lagi?"

Ayudia melirik Linggar dengan perlahan, lelaki itu hanya bertanya atau memang mau mengabulkan permintaan Ayudia, sih? Wanita itu bingung.

"Belimbing, mangga. Kalo ada sih sama nanas juga, kayaknya rujakan enak buat siang nanti," tutur Ayudia. oke lah, mari kita pasrahkan segala keinginannya kepada Linggar. Siapa lelaki stres itu mau mengabulkannya.

Linggar belum menjawab, membuat Ayudia seketika menoleh ke arahnya. Tepat saat itu juga Linggar kepergok sedang menatapnya dengan intens. Ayudia langsung melarikan matanya kesegala arah, kenapa dia jadi gugup, sih?

"Udah, itu aja?" tanya Linggar membuat Ayudia kembali menengok. Tangan besar lelaki itu terayun di udara sebelum mendarat tepat di pipinya yang mulus, Ayudia bertambah gugup. Apalagi ketika suara seseorang menginterupsi mereka.

"Buat es aja —!"

###

Halo broww, terimakasih sudah mampir di lapaknya Mbak Ayudia dan Mamas Linggar🤗🤗

Semoga terhibur, jangan lupa kalau suka bisa pencet tanda jempolnya dan kasih komentar kalian tentang cerita ini 🥰🥰

Subscribe juga dan tolong bintang 🌟 limanya 😚😚

Salam, dari orang ngapak🫢

#OraNgapakOraKepenak😉🫰

1
@Biru791
wah gak niat up lagi kah nih
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!