Dunia Isani seakan runtuh saat Yumi, kakak tirinya, mengandung benih dari calon suaminya. Pernikahan bersama Dafa yang sudah di depan mata, hancur seketika.
"Aku bahagia," Yumi tersenyum seraya mengelus perutnya. "Akhirnya aku bisa membalaskan dendam ibuku. Jika dulu ibumu merebut ayahku, sekarang, aku yang merebut calon suamimu."
Disaat Isani terpuruk, Yusuf, bosnya di kantor, datang dengan sebuah penawaran. "Menikahlah dengaku, San. Balas pengkhianatan mereka dengan elegan. Tersenyum dan tegakkan kepalamu, tunjukkan jika kamu baik-baik saja."
Meski sejatinya Isani tidak mencintai Yusuf, ia terima tawaran bos yang telah lama menyukainya tersebut. Ingin menunjukkan pada Yumi, jika kehilangan Dafa bukanlah akhir baginya, justru sebaliknya, ia mendapatkan laki-laki yang lebih baik dari Dafa.
Namun tanpa Isani ketahui, ternyata Yusuf tidak tulus, laki-laki tersebut juga menyimpan dendam padanya.
"Kamu akan merasakan neraka seperti yang ibuku rasakan Isani," Yusuf tersenyum miring.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 2
Sani yang masih syok, menghampiri Yumi. Sekali lagi, menatap tespack di tangannya untuk memastikan. "Kamu hamil?" menatap Yumi, sebelah tangannya menyentuh bahu kakak tirinya tersebut.
"Iya," sahut Yumi dengan ekspresi datar, tanpa beban, maupun rasa bersalah. Raut wajah tersebut, sungguh tak menggambarkan ekspresi wanita yang hamil di luar nikah.
Sani menutup mulutnya yang menganga dengan telapak tangan. Ia dan Yumi tidak dekat, tak tahu seperti apa pergaulan saudaranya tersebut. "Apa Papa dan Tante Farah sudah tahu?"
"Ya, mereka sudah tahu, hanya kamu yang belum tahu," ekspresi datar Yumi, berubah menjadi senyuman, membuat kening Sani seketika mengkerut. Ia menyentuh rambut Sani, merapikan beberapa bagian yang kusut.
"Yum, are you ok?" Sani sampai bingung dibuatnya. Bukankah hamil di luar nikah itu adalah aib, tapi kenapa kakak tirinya tersebut malah terlihat bahagia.
"Of course."
Sani mundur selangkah, menelisik saudari tirinya tersebut dari atas ke bawah. Ada yang aneh disini.
"Aku sangat bahagia saat ini," dengan kedua lengan dilipat di dada, Yumi tersenyum.
Isani menggeleng, tak faham dengan Yumi. Kebahagiaan yang terpancar di wajahnya tampak begitu natural, bukan dibuat-buat.
"Em... " Yumi berjalan ke arah meja kerja Sani, mengambil sebuah foto berukuran 5R yang dipasang disebuah bingkai warna hitam, foto Sani dan Dafa. Ia tatap lekat-lekat foto tersebut. "Dia akan menikahiku," jari jempolnya, mengusap wajah Dafa dalam foto.
"Dia? Maksud kamu laki-laki yang menghamili kamu?" Sani tak faham karena Yumi berdiri membelakanginya.
"Iya, kamu benar sekali."
Sani bernafas lega, "Syukurlah kalau dia mau tanggung jawab." Pantas saja Yumi tak terlihat kalut, ternyata masalahnya sudah terselesaikan. "Jonatan, apa dia ayah dari anak itu?" Setahu dia, Jonatan adalah pacar terakhir Yumi. Yumi memang hobi gonta-ganti pacar, namun hingga usianya 28 tahun, belum juga menikah.
Yumi menggeleng sembari membalikkan badan ke arah Sani. "Dia," menunjuk foto Dafa yang ada di tangan kirinya.
"Maksud kamu?" Sani tak mau terlalu cepat menyimpulkan.
"Dafa. Dafa ayah dari anak dalam kandunganku."
Deg
Jantung Isani serasa langsung berhenti berdetak. Ia terdiam beberapa saat, sampai akhirnya menggeleng, berusaha menyangkal. "Enggak! Gak mungkin," terus menggeleng meski hatinya mulai gelisah. "Bercanda kamu gak lucu, Yum. Garing," tersenyum meski terkesan sangat dipaksakan.
Yumi tertawa terbahak-bahak, meletakkan kembali foto di tangannya ke atas meja, berjalan mendekati Isani.
"Enggak, gak mungkin!" Isani masih menggeleng, menyingkirkan tangan Yumi yang berada di bahunya.
"Isani, Isani, kamu itu terlalu lugu, terlalu bodoh!" mendorong kening Sani menggunakan telunjuknya. "Dafa sudah lama berselingkuh denganku, itupun kamu tak tahu."
Sani masih menggeleng meski matanya mulai memanas dan dadanya sesak. "Kamu bohong, Yum!"
Yumi mengambil ponsel di saku celananya. Mencari fotonya bersama Dafa, lalu menunjukkan pada Isani. "Apa sekarang, kamu percaya?" Ia menggeser satu persatu fotonya bersama Dafa.
Air mata Sani meleleh melihat begitu banyak foto Dafa bersama Yumi. Dari semua foto, yang paling membuatnya sakit hati adalah foto yang diambil di kamar Yumi, kamar yang hampir setiap hari dia bersihkan. Lututnya terasa lemas, dadanya makin sesak, dan seluruh tubuhnya gemetar.
"Sekarang kamu percayakan?" Yumi tersenyum jumawa, menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku. "Isani, kamu kasihan sekali. Cup, cup," mengusap punggung Sani, namun tangannya langsung ditepis kasar.
"Kenapa kamu tega melakukan ini?" dengan kedua telapak tangan terkepal kuat, Sani menatap Yumi nyalang. "KENAPA?" bentaknya tepat di depan wajah Yumi, nafasnya sampai tersengal-sengal.
"KENAPA KAMU BILANG HAH?" Yumi balik membentak, tatapannya tak kalah tajam dari Isani. "Karena aku pengen kamu merasakan, apa yang Mamaku rasakan!" ucapnya penuh penekannya. "Gak hanya Mama, tapi juga aku," menunjuk dirinya sendiri. "Gara-gara kamu dan ibu kamu, aku kehilangan sosok papa sejak kecil. Gara-gara kamu dan ibu kamu, rumah ini tidak pernah tenang, setiap hari aku harus mendengar Mama dan Papa bertengkar," Yumi tertawa sekaligus menangis.
Dulu, Yumi sering merindukan Papanya yang jarang pulang. Awalnya ia tak pernah marah karena ia fikir Papanya bekerja, namun saat tahu jika ternyata Papanya berada di rumah selingkuhannya, api amarah itu muncul di dadanya.
"Kamu merebut Papaku!" teriak Yumi, mendorong dada Isani hingga terhuyung ke belakang.
Isani tertawa ngakak, dari kedua matanya mengalir cairan bening. Bagaimana bisa dia dibilang perebut saat papa yang dimaksud, juga papanya.
"Bagaimana rasanya hah?" bentak Yumi. "Bagaimana rasanya saat calon suami kamu direbut orang?" rahangnya mengeras, telapak tangannya terkepal kuat. "Kamu tahu Isani," tersenyum, menyentuh rambut Isani, namun lagi-lagi, tangannya ditepis kasar. "Aku puas!" kedua matanya membulat sempurna. "Aku puas telah berhasil membalas dendam ku dan Mama," telunjuknya mengarah pada Isani, matanya menyala-nyala, penuh kebencian. "Aku puas melihat anak Ja lang, menerima karmanya. Aku puas karena sekarang, situasi berbalik. Akhirnya, kamu merasakan apa yang Mamaku rasakan dulu akibat ibumu, si J alang itu."
"Kamu yang ja lang!" bentak Isani, sebelah tangannya menjambak rambut Yumi. "Kamu yang Ja lang, Yumi!"
"Lepaskan!" Yumi berusaha berontak. Namun saat tak kunjung bisa melepaskan rambutnya dari tangan Sani, ia balas menjambak rambut Isani.
Keduanya terlibat adu jambak dan saling maki, seakan-akan semua perkataan kotor, sah-sah saja saat itu. Cacian, hinaan, sama-sama mereka keluarkan untuk mengungkapkan kekecewaan dan sakit hati, hingga suara gaduh mereka terdengar sampai luar kamar.
"Apa-apaan ini?" teriak Tante Farah yang baru masuk. "Lepaskan anakku!" ia langsung membantu Yumi.
PLAK
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Isani saat ia dan Yumi sudah selesai adu jambak. Ia menyentuh pipinya yang panas, tersenyum sekaligus menangis.
Yumi tersenyum puas sambil merapikan rambutnya yang berantakan.
"Berani sekali kamu menyakiti Yumi," bentak Tante Farah.
"Karena dia JA LANG!"
PLAK
Sekali lagi, Isani menerima tamparan keras hingga sudut bibirnya berdarah.
"Berani sekali kamu mengatai anak saya hah!" Tante Farah menatap Isani tajam. "Yang ja lang itu ibu kamu. Pelakor, perebut suami orang. Yumi dan Dafa saling mencintai, lagipula kamu dan Dafa belum menikah, masih sah-sah saja Yumi merebut."
"Sah-sah saja?" Sani sampai melongo, kehabisan kata-kata untuk menanggapi ucapan ibu tirinya tersebut.
"Bersyukurlah saya mau menampung kamu di rumah ini, kalau tidak, kamu jadi gelandang di jalan. Jadi, jangan berani-berani pada anak saya." Farah menarik lengan Yumi meninggalkan kamar Isani.
Dengan langkah lunglai, Isani berjalan ke arah pintu, menutup lalu menguncinya. Tubuhnya ambruk ke lantai, bersandar pada daun pintu, memeluk kedua lutut sambil menangis. Teringat kembali hal-hal yang dulu dia anggap sepele, ternyata adalah hal yang luar biasa, seperti saat ia melihat kaos Dafa di kamar Yumi, juga melihat tanda merah di leher kekasihnya tersebut. Segala alasan Dafa ia terima tanpa rasa curiga sedikitpun, saking percayanya ia pada laki-laki itu. Dia marasa hanya punya Dafa, hanya Dafa yang menyayanginya, namun ternyata kepercayaannya di khianati. Sekarang, saat pernikahan sudah di depan mata, kenapa dia baru tahu semuanya. Benar kata Yumi, ia terlalu bodoh.
Tinggalkan rumah Ucup
ayo Sani....kamu pasti bisa....ini br sehari....yg bertahun tahun aja kamu sanggup
gimana THOR