“Jangan sok suci, Kayuna! Kalau bukan aku yang menikahimu, kau hanya akan menjadi gadis murahan yang berkeliling menjual diri!”
Demi melunasi hutang ayahnya, Kayuna terpaksa menikah dengan Niko — CEO kejam nan tempramental. Ia kerap menerima hinaan dan siksaan fisik dari suaminya.
Setelah kehilangan bayinya dan mengetahui Niko bermain belakang dengan wanita lain. Tak hanya depresi, hidup Kayuna pun hancur sepenuhnya.
Namun, di titik terendahnya, muncul Shadow Cure — geng misterius yang membantunya bangkit. Dari gadis lemah, Kayuna berubah menjadi sosok yang siap membalas dendam terhadap orang-orang yang menghancurkannya.
Akankah Kayuna mampu menuntaskan dendamnya??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SooYuu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 16
Kayuna menelan ludah, tubuhnya membeku. Darah terasa mengalir cepat hingga membuatnya nyaris kehilangan keseimbangan, tatapannya kaku — takut, tapi tak sanggup berbalik.
“Dia temanmu, Mas?” tanyanya sambil meremas erat lengan Niko.
“Benar, dia Yudha temanku.” Niko menjawab sembari melepas lengannya dari dekapan istrinya, lalu mendekati Yudha dan menjabat tangannya dengan gaya akrab seorang sahabat.
Kayuna masih berdiri di tempat. Kakinya terasa berat, enggan mendekat.
Niko menoleh, menatap istrinya yang masih kikuk di sana. “Cepat duduk,” perintahnya sambil menarik paksa tangan Kayuna.
Waktu terus berputar dan menunjukan pukul sebelas siang. Kayuna masih duduk diantara pria yang tengah membahas bisnis. Sepanjang pertemuan, ia hanya terdiam tak bersuara, tatapannya sesekali terangkat ke arah Yudha — sosok laki-laki yang mengusik ketenangannya.
Setelah berbicang lama, Niko akhirnya beranjak dari duduknya. “Saya mau ke toilet dulu,” ucapnya.
Kayuna sontak ikut berdiri. “Aku ikut!” serunya.
Niko menyeringai. “Mau ngapain? Tunggu aja di sini. Jangan bertingkah,” bisik Niko lalu keluar ruangan.
Kayuna tertegun, kepalanya mendadak terasa penuh seolah tak berfungsi, hingga ia tak menemukan ide ataupun alasan untuk keluar dari ruangan itu. Akhirnya ia duduk kembali seraya meremas erat tas kecilnya.
Tak ada siapapun lagi, hanya tersisa dirinya dan pria bermata dingin itu berada di ruangan yang mendadak terasa sempit.
Yudha meraih gelas berisi wine di depannya. Matanya menatap tanpa kedip, datar tapi mengancam. “Sudah lama tak bertemu, Kayuna. Kau … semakin cantik saja,” ujarnya sambil tersenyum miring.
“Apa maumu?” balas Kayuna tanpa basa-basi.
“Ayolah … jangan buru-buru." Yudha terkekeh sambil meneguk mirasnya.
“Aku gak punya waktu meladenimu,” tegas Kayuna.
Yudha menajamkan tatapannya. “Lima tahun lalu, 'kan?” tanyanya lalu meletakkan gelasnya di atas meja. “Aku dipenjara selama dua tahun, dan dikirim ke luar negeri selama bertahun-tahun. Karena ulahmu.”
Kayuna menatap lurus ke arah Yudha, tak gentar sedikitpun. “Itu kesalahanmu, bukan salahku.”
“Kalau dipikir-pikir sepertinya hanya aku yang rugi,” ucap Yudha sembari bangkit dari duduknya. “Kau hidup enak dan menikahi pria kaya, sementara aku mendekam di penjara dan menghabiskan masa mudaku di negara asing. Padahal aku tak benar-benar melakukan kesalahan.”
Yudha masih berdiri congkak, melangkah perlahan mengitari meja lalu terhenti di hadapan Kayuna, ia sedikit mencondongkan tubuhnya. “Seharusnya … kulakukan dengan benar malam itu. Maksudku, memperk_osamu,” bisiknya.
Dahulu, Yudha adalah seorang senior di kampus Kayuna. Keduanya bertemu saat sama-sama menjadi anggota klub di jurusannya, sialnya, Yudha jatuh cinta pada Kayuna namun langsung ditolak dengan cepat oleh wanita itu.
Merasa harga dirinya hancur, Yudha nekat menyekap Kayuna di sebuah gudang lab yang sudah lama kosong. Pria itu berniat melecehkannya, tapi Adrian datang tepat waktu — mendobrak pintu ruangan dan menggagalkan aksinya. Setelah menghajarnya, Adrian menyeret Yudha ke kantor polisi.
Kayuna masih duduk dengan tenang, namun netranya menyorot tajam laki-laki itu. “Kau, sama sekali belum berubah.”
Yudha tertawa keras. “Aku sudah cukup berubah, Kayuna. Berkatmu, aku menjalani hidup dengan baik sejauh ini.”
Kayuna menghela napas berat. “Kurasa kita sudah tidak ada urusan lagi, jangan ganggu aku lagi.”
Wanita itu berdiri, hendak keluar dari ruangan. Tapi Yudha menghadangnya dengan cepat, ia mencengkeram pergelangan tangan Kayuna.
“Kalau dahulu aku gagal, maka aku akan mengambilnya sekarang, hakku menikmati tubuhmu.” Yudha menarik paksa Kayuna lalu mendekapnya dengan erat.
Pria itu terus menghujani Kayuna dengan kecupan liar.
Kayuna meronta sekuat tenaga. Namun dirinya tetap tenggelam dalam dekapan pria bertubuh tinggi dan besar itu. “Lepas! Bajingan!”
Merasa tak ada celah, Kayuna menggigit leher Yudha lalu mengangkat kaki — menendang tongkat saktinya.
Yudha berteriak keras, tubuhnya membeku, ia meringis menahan napas kesakitan. “Wanita sialan!” Pria itu tersungkur ke lantai.
Kayuna buru-buru berlari ke arah pintu. Tapi langkahnya mendadak terhenti, kemudian menoleh sinis ke arah Yudha. "Dasar laki-laki brengsek!" Ia balik mendekat lalu kembali menghantam wajah pria itu dengan tendangan mautnya.
Bugh!
"AKHHHH!" Yudha kembali meringis kesakitan. wajahnya memerah membekas high heels yang baru saja menghantamnya.
Kayuna lalu mempercepat langkahnya keluar ruangan.
“Sial, di mana Niko? Laki-laki itu memang tak bisa diandalkan. Sialan!” Kayuna menggerutu, memaki suaminya.
Sementara itu, di belakangnya sudah ada dua pria yang berlari mengejarnya.
Sepanjang koridor, Kayuna berlari tanpa henti. Restoran itu luas, tapi lorong menuju ruang VIP terasa sepi dan lengang. Wanita itu berhenti sejenak, menarik napas yang sejak tadi tersengal.
“Di mana dia?” Suara orang-orang yang masih mengejarnya.
“Sial!” Kayuna mendengus kesal.
Saat hendak kembali berlari, tiba-tiba tangan seseorang menariknya dengan kuat — masuk ke satu ruangan VIP juga.
Kayuna langsung diapit seolah memberi perlindungan, ia terpojok di dinding. Napasnya seolah terhenti, kala seorang pria berdiri seraya membungkam mulutnya dengan lembut. Pria itu tinggi, hingga tatapan Kayuna hanya terfokus pada dadanya yang menonjol tepat di depan matanya.
Kayuna sempat terpaku, matanya melebar saat pandangannya menyisir garis tegas — tulang leher pria itu.
Setelah beberapa saat, kondisi sudah terdengar sepi, tak ada suara langkah kaki orang-orang yang mengejarnya.
Pria itu melepas dekapannya. “Kamu baik-baik saja?”
Kayuna menelan ludah, matanya membeliak saat si pria mundur selangkah. “Adrian?” ujarnya saat kini sudah menatap wajahnya.
“Apa yang terjadi? Siapa mereka? Kenapa mereka mengejarmu? Apa yang kamu lakukan di sini?” Adrian terus melontarkan pertanyaan bertubi-tubi, dengan raut penuh kecemasan.
Kayuna terdiam sebentar, tubuhnya masih gemetar akibat kelelahan juga ketakutan. “Kamu sama sekali gak kasih aku kesempatan untuk menjawab,” sahutnya.
Adrian baru saja selesai mengikuti seminar dan makan siang bersama teman-temannya di resto itu. Kebetulan, ia keluar paling akhir karena merasa lelah dan ingin rehat sebentar.
Saat membuka pintu, ia langsung melihat Kayuna yang berlari dengan tergesa, diikuti oleh orang-orang yang tampak mengejarnya. Tanpa pikir panjang, Adrian langsung menarik dan mengamankan Kayuna.
“Kamu sendirian?” tanya Adrian lagi.
“Aku ….” Kayuna menahan kalimatnya.
“Ikut aku.” Adrian menuntunnya menuju sofa yang berada di ruangan itu dan memintanya duduk. “Kamu belum menjawab, apa yang sebenarnya terjadi?” ucapnya lagi, memastikan situasi.
“Aku datang bersama Niko,” jawab Kayuna seraya menjatuhkan bokongnya di atas sofa.
“Niko, suamimu … lalu siapa orang-orang yang mengejarmu?”
Kayuna menunduk. “Mereka … anak buah Yudha.” Sorot matanya meredup kala menyebut nama pria yang pernah menjadi traumanya.
“Yudha?” Adrian melotot, mata elangnya mendadak berkilat nyala. “Dia … benar-benar kembali ke tanah air?” Tangannya mengepal erat di atas pangkuan.
“Kamu juga tahu dia ke luar negeri sebelumnya?” tanya Kayuna.
“Aku ….” Adrian menelan ludah.
*
*
Bersambung ….