JERAT CINTA LINGGARJATI

JERAT CINTA LINGGARJATI

Kamu hamil, Ayudia?

Hueeek!

"Haah, Dia? Kamu kenapa lagi, sih, nduk?"

Ayudia, wanita yang sedang mengusap bibirnya didepan cermin kamar mandi itu menggeleng lemah. Dia tidak tau keanehan apa yang membuatnya jadi kesulitan tidur dan mual-mual setiap bangun tidur.

Sudah lima hari ini Ayudia mengalami kejadian serupa, tepat setelah sidang putusan perceraiannya di setujui dan Ayudia resmi menjadi janda. Bu Ratna —Ibunya, bahkan sampai rela menemani Ayudia yang keadaanya sangat memprihatikan.

"Jangan-jangan kamu hamil, Nduk? Apa nggak coba di periksa aja?" tanya Bu Ratna cemas. Sebenarnya pikiran itu tercetus begitu saja.

Mendengar ucapan Ibunya, Ayudia mematung. Sebulan sebelum dia dan Haris memutuskan bercerai, mereka memang tidak lagi melakukan hubungan suami istri. Tapi, beberapa hari sebelum keputusan, mereka memang sengaja melakukan 'itu' untuk terakhir kalinya sebelum benar-benar berpisah.

Ide konyol itu di buat oleh Haris, dan Ayudia dengan konyolnya malah mengiyakan. Mau bagaimana pun dulunya mereka sepasang kekasih yang romantis, hanya saja untuk disatukan dalam ikatan pernikahan, mereka sepertinya kurang beruntung.

Dan terjadilah malam itu. Tapi, Ayudia merasa dia sudah meminum pil kontrasepsinya dengan teratur, tidak mungkin bobol, kan?

"DIA! Kenapa kamu diam aja? Jangan-jangan ucapan Ibu memang bener?!" Suara Bu Ratna membuyarkan lamunan Ayudia. Wanita yang tampak pucat pasi itu menggeleng dengan air mata bercucuran.

"A-aku nggak tau, Bu." Cicitnya pelan.

Bu Ratna yang merasa iba, berjalan mendekati anak Perempuan pertamanya. Wanita paruh baya itu segera memeluk tubuh ringkih anaknya yang terlihat begitu shock.

Bagimana tidak? Baru seminggu lalu mereka bercerai berai, kini Ayudia malah dinyatakan hamil?

"Kita harus datangi Haris, Bu, sebelum dia menikahi wanita lain!" Pak Jaya menekan.

Ayudia menggeleng tak setuju, "Nggak, Yah. Mas Haris sudah mengkhianati Aku, kalaupun kami rujuk, memang Ayah mau punya menantu yang main gelap sama sekertarisnya?"

"Ya terus kamu mau jadi singel parent? HAH?!" Pak Jaya sedikit membentak. Lelaki paruh baya itu tak terima jika cucunya nanti hidup tanpa seorang Ayah, tidak akan rela.

"Iya, itu lebih baik, Yah. Lebih baik aku jadi orangtua tunggal dari pada harus rujuk dengan suami yang sudah sering berselingkuh, dan menikahi wanita lain dibelakang ku!"

Pak Jaya mengusak rambutnya kasar. Lelaki paruh baya itu menatap tajam anak perempuannya yang keras kepala. "Kamu jangan egois, Dia! Anak kamu juga butuh Bapaknya, memangnya kamu tega Anak kamu nggak punya Ayah?"

Bukannya menjawab, Ayudia malah menangis sesenggukan. Bagaimana lagi, meskipun dia masih mencintai Haris, tetapi mantan suaminya sudah berkali-kali menyelingkuhi dirinya.

Ayudia mana mau berhubungan lagi dengan lelaki yang sudah main ranjang dengan perempuan lain? Dia mana mau.

"Nggak! Lebih baik anak aku tumbuh tanpa Ayahnya dari pada dia harus tumbuh bersama Ayah tukang selingkuh, Aku nggak mau!" Ayudia keras kepala.

Bu Ratna yang duduk di sebelah Ayudia mengusap keningnya, kepalanya terasa pusing. Sisi lain dia setuju dengan ucapan Ayudia, tapi sisi lain Bu Ratna juga tak tega jika cucunya nanti tumbuh tanpa sosok Ayahnya.

"Jadi orangtua tunggal itu sudah, Dia. Kamu memangnya sanggup?" Bu Ratna akhirnya buka suara. Wanita paruh baya itu menatap nanar putrinya.

"Lebih dari sanggup, dari pada Aku harus tekanan batin satu rumah bersama lelaki seperti Mas Haris, Bu." Jawab Ayudia tanpa berpikir panjang.

Bu Ratna dan Pak Jaya saling pandang sebelum menghela nafas pendek. Mereka akui, Ayudia memang bukan perempuan pengangguran yang tak punya penghasilan.

Gajinya setiap bulan bahkan bisa lebih besar dari mantan suaminya, Haris. Sebab, Ayudia memang punya beberapa toko pakaian, serta hasil pekerjaan lainnya.

Tapi, poin utama dari masalah ini bukan hanya finansial, tapi juga kasih sayang. Mau bagaimana pun, Cucu mereka butuh sosok Ayah. Kalau seorang ibu adalah tempat ternyaman bagi anak-anak berlindung, maka seorang ayah adalah sosok yang akan menjadi contoh, juga penggerak agar anak-anaknya mampu berdiri di kakinya sendiri.

Kasih sayang ayah dan ibu memang tidak bisa di bandingkan, keduanya punya peran penting di masing-masing sudut pandang.

"Baiklah, kalau begitu setelah keadaan kamu membaik nanti, pulanglah ke desa," Putus Pak Jaya. Ayudia dan Bu Ratna kontan membelakkan matanya.

"Yah??" Ayudia pias, suaranya melirih. Dia pikir dia sudah di usir dari rumah sang Ayah.

"Pulanglah ke desa, Dia. Kamu bisa memulai kehidupan baru kamu di desa sembari menemani Uti,"

Ayudia ingin protes, dia memang tidak pernah tinggal di desa, tapi keadaan masyarakat di sana yang suka ikut campur masalah tetangganya membuat Ayudia takut.

"Ayah mau aku jadi omongan-omongan tetangga kalau aku hamil nggak punya suami?" Ayudia menatap nanar Pak Jaya. Tapi Ayahnya sama sekali tidak perduli.

"Kamu tau apa tentang kehidupan di desa, Dia? Memangnya kamu pernah tinggal di sana?"

"Mas! Tapi bener apa kata Dia, tetangga-tetangga Ibu di desa pasti menggoreng habis Dia kalau tau Dia pulang dalam keadaan hamil, di tambah Dia juga baru bercerai dengan suaminya." Bu Ratna membela anaknya.

Tetapi, Pak Jaya seolah tuli. Lelaki paruh baya itu tetap ngotot dengan keputusannya sendiri. "Pilih, tinggal di desa dan jadi ibu tunggal, atau tinggal di sini tetapi Ayah akan minta Haris untuk rujuk!"

"AYAH!"

Lagi-lagi tangis Ayudia semakin deras. Bagaimana bisa Ayahnya setega itu?

"Ayah kalau nggak suka Aku di sini bilang aja, Yah. Aku bisa keluar dari rumah ini, aku bisa tinggal di kos, apartemen atau di kontrakan." Tekan Ayudia, kecewa dengan keputusan Pak Jaya.

"Nah itu! Bagaimana mungkin kamu mau jadi ibu tunggal tapi pikiran kamu aja masih begitu, emosian nggak bisa di tahan. Kamu pikir Ayah asal memutuskan sesuatu?!" Pak Jaya membentak Ayudia.

Bu Ratna yang melihatnya seketika berdiri, "Mas, sabar! Ayudia sedang mengandung, Dia masih sensitif!" Bela Bu Ratna semakin membuat Pak Jaya mendengus.

"Pokoknya, kalau kamu nggak mau rujuk dengan Haris. Kamu harus pulang ke desa dan temani Uti di sana. Nggak untuk sementara, kalau bisa selamanya kamu tinggal di sana." putus Pak Jaya tanpa ingin di bantah.

Detik itu juga bahu Ayudia melemas. Dia benar-benar merasa dibuang oleh ayahnya sendiri. Dia merasa tidak di support sama sekali, padahal Ayahnya sedang berkoar-koar masalah kasih sayang. Tapi di titik terendah Ayudia, Ayahnya sama sekali tidak memberinya kekuatan, justru membuatnya semakin hancur lebur.

Ayudia harus bagaimana? Dia tidak mau rujuk dengan Haris yang pastinya sekarang pun sedang menikmati malam panas dengan perempuan lain. Bagaimana mungkin Ayudia kuat?

Lelaki yang dia cintai mati- matian, malah memberinya luka sampai dia mau mati beneran rasanya. Di tambah sekarang Ayudia membawa beban baru, yang kehadirannya sangat tidak di inginkan dalam situasi seperti ini, dia adalah janinnya.

###

Sugeng rawuh teman-teman, terimakasih sudah mengklik novel ini.

Kalau teman-teman suka bisa kasih author dukungan apapun itu bentuknya. Kalau masih belum tertarik, coba baca novel ini sampai episode lima, siapa tau teman-teman bisa berubah pikiran, haha ...

Sekian, dadah sampai jumpa di episode berikutnya.

Salam sayang, author.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!