Elara Calista seorang wanita cantik yang menjadi istri kedua dari Erlangga Lysander pria tampan yang begitu dicintainya. Sayang saja hubungan mereka tidak pernah mendapatkan restu. Membuat rumah tangga mereka sering di landa masalah. Yang dibuat oleh istri pertama Erlangga serta ibu mertuanya yang begitu tidak menyukainya.
Mereka melakukan berbagai cara untuk menghancurkan pernikahan nya. Hingga akhirnya pernikahan Elara dan Erlangga benar benar berada di ujung tanduk.
Apakah Elara harus bertahan atau memilih untuk menyerah?. Dan apakah Erlangga akan membiarkan Elara pergi dari kehidupannya?.
(Jangan lupa yaww bantu folow akun Ig @sya_gelow )
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syana Elvania, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rindu dan ego
[Mas?. Kamu kemana aja?]
Seorang wanita cantik berjalan kesana kemari dengan hati resah. Ia mengigit ujung ibu jarinya saat pesan pesan dan panggilan telvonnya tidak kunjung mendapat kan balasan dari suaminya yang kembali hilang kabar. Sudah satu bulan lebih Erlangga tidak berkunjung ke rumahnya. Membuatnya terus bertanya tanya. 'Apakah Mas langga sudah melupakanku?.'
Langga merupakan panggilan khusus dan juga kesayangan nya untuk suaminya-Erlangga lysander pria yang berasal dari keluarga terpandang, jauh berbeda dengan nya.
Wanita cantik dengan mata hazel yang terbingkai dengan bulu mata lentiknya, mendesah pelan. Ia adalah Elara Calista atau biasa dipanggil Elara, wanita yang hanya mengharap kan bisa hidup bahagia dengan pasangan nya setelah kehilangan banyak orang tersayang nya.
Elara hanya bisa menunggu dengan ketidak pastian. Apalah dayanya yang hanya lah istri kedua. Pergi kerumah utama yang di huni mbak Lala istri pertama mas Langga saja ia takut. Lantaran terakhir kali nya dirinya kesana. Ia bertengkar dengan istri pertama Erlangga yang begitu tidak menyukainya padahal Lala menikah dengan Erlangga karna ia yang mengijinkan nya. Ia kira hubungannya dengan dia bakal baik, nyatanya Lala hanya baik diawal. Ditambah Lala yang dibela oleh ibu Erlangga.
Sekali lagi Elara mencoba menelvon suaminya dan bersungguh-sungguh jika tidak diangkat lagi ia benar benar tidak akan menghubunginya. Ini bukan kali pertama Erlangga hilang kabar. Suami tampannya itu sudah sangat sering hilang kabar sejak beberapa bulan terakhir.
"Mas angkat. Apa kamu benar benar melupakan ku?." Lirih Elara dengan hati resah, ketika panggilan telvon tetap tidak kunjung mendapatkan balasan. Tanpa sadar cairan bening mengalir di pipinya membentuk anak sungai. Rasanya ia sudah tidak kuat menjalani rumah tangga ini. Terus berharap pada seseorang yang tidak pasti hanya akan membuatnya terus menerus merasakan sakit. Dengan kasar ia menghapus air matanya.
Baiklah sesuai perkataannya, ia tidak akan menghubungi Erlangga lagi. Biarlah suaminya itu melakukan sesuka hati nya diluar sana. Ia sudah lelah. Lelah menunggu. Berharap. Akan ke tidak pasti an.
Elara terdiam, menatap nanar tespek dengan garis dua di atas meja. Tespek yang seharus nya ingin di berikan pada mas Erlangga sebagai kejutan. Malah pria itu menghilang. Dengan tangan gemetar ia meraih tespek itu. Menggenggam nya erat dengan rasa kecewa yang membuncah. Berdiri dan Pergi ke kamar mandi. Membuangnya kedalam tong sampah. Bersamaan dengan rasa kecewanya pada pria yang menjanjikan cintanya.
Ia kembali kedalam kamar. Mengambil tas kecil dari merek brand ternama pemberian dari suaminya, tak lupa serta kunci mobil, berencana untuk pergi keluar sekedar mencari ketenangan dan menghilang kan rasa sepi didalam rumah mewah yang dibelikan Erlangga untuknya.
Elara masuk kedalam mobil mewah sejenis mobil sport keluaran terbaru yang juga dibelikan Erlangga sebagai hadiah ulang tahunnya. Mulai melajukan mobilnya menjauh dari rumah mewah dengan dua lantai. Namun terasa kosong dan hampa.
Terus melaju tanpa tujuan hanya ingin menghilang sesaat untuk mencari ketenangan. Mobilnya mulai meninggalkan kawasan perkotaan. "Hmm kepantai aja kali ya?." Gumamnya. Terbesit dipikirannya untuk pergi kepantai saja menikmati hamparan lautan lepas.
Ia menghentikan mobil di area parkiran sebuah cafe sederhana dengan view hamparan lautan lepas yang memanjakan mata. Kaki jenjangnya turun dari mobil masuk kedalam cafe yang untung nya tidak terlalu ramai. Elara pergi ke meja kasir memesan segelas coklat hangat serta pancake. Sebelum akhirnya memilih untuk duduk di teras menghadap langsung ke lautan biru muda yang memukau.
Ia sandarkan punggungnya dengan lelah pada kepala sofa yang begitu nyaman. Termenung menatap langit yang mulai berubah menjadi warna jingga yang indah. Tidak berselang lama akhirnya pesanannya datang. Dengan tenang ia mulai menikmati makanannya. Walaupun tengah bergelut dengan pikiran yang semakin kusut.
Elara terus larut menikmati pemandangan alam enggan untuk beranjak karna disini ia merasa tenang. Sampai sampai hari sudah menjelang malam. Helaan nafas kasar keluar dari bibir nya yang sedikit tebal. Menyadari tidak bisa berlama lama disini dengan kondisi cafe yang mulai ramai oleh para anak muda yang ingin menghabiskan waktu di akhir pekan.
Ia memilih untuk melangkah pergi dari cafe masuk kembali kedalam dan mengendarai mobilnya menjauh mencari tempat penginapan untuknya singgah semalam. Hingga akhirnya ia menemukan salah satu hotel terdekat. sengaja ia tidak ingin pulang, lagi pula untuk apa juga pulang. Sedangkan dirumah saja hanya ada para pelayan.
Yang menurutnya sangat tidak asyik. Mereka terlalu formal padanya. Membuatnya jengah dan malas untuk sekedar mengajak mengobrol.
Ia menghentikan mobil didepan loby, turun dari mobil dan memberikan kunci mobilnya pada petugas valet. Ia langsung masuk kedalam hotel. Memesan kamar VIP menggunakan Black card yang di berikan oleh suaminya. Langkahnya mengikuti petugas hotel yang pergi mengantarkannya. Sepanjang langkah hanya terdengar suara dentuman sepatu high heelsnya dari merek ternama yang ia kenakan, berbunyi nyaring ketika bertemu dengan lantai marmer hotel.
Elara mengucapkan terimakasih pada petugas yang sudah mengantarnya dan masuk kedalam kamar hotel. Langsung menjatuhkan tubuhnya pada kasur empuk yang begitu nyaman. Rasanya punggungnya sedikit lebih ringan. Walaupun kasur hotel ini dingin karna AC. Ia tetap masih bisa terbaring nyaman tanpa kehangatan yang sudah lama tidak dirasakannya. Jemari lentik Elara merogoh isi didalam tas, mengambil ponsel yang tadi di silent.
Baru juga mematikan silent ponselnya, beruntun pesan pesan dan panggilan telvon tidak terjawab dari Erlangga masuk. Seketika membuatnya tersenyum senang. Ingin cepat cepat membalas pesan Erlangga. Namun, jari jemari lentik Elara terhenti di papan keyboard. 'Tidak tidak. Aku tidak boleh luluh sama mas Langga. Enak aja dia menghilang begitu saja. Pokoknya aku harus ngambek!.' ketus Elara mengabaikan pesan suaminya. Hampir saja lupa akan niat awalnya. Panggilan telvon masuk, kali ini dari Dania sahabat kesayangannya, tanpa babibu segera ia angkat.
"Hallo.."
"Yaampun El. Kamu kemana aja sih. Dari tadi ku telfon ga di angkat loh dan ya, suami kamu nelfon aku nanyain kamu, El." Cecar Dania nada suaranya terdengar geram.
"Cuman, healing. Dan soal Langga biarin aja. Aku lagi sebel sama dia." Adu Elara dengan kekesalan yang kembali memuncak.
Terdengar helaan nafas kasar dari Dania. "Okey, kamu lagi marahan sama Erlangga lagi?. Terus aku harus bilang apa sama suami kamu. Dan setidaknya kamu serlock lokasi kamu ke aku."
"Bilang aja aku ga mau ketemu dia. And... Aku ga mau serlock nanti kamu cepuin lagi sama Langga."
"Enggak. Suer. Kamu tuh lagi bunting banyak pentingkah kalau sendirian. Suka ngide kamu tuh." Ujar Dania. Orang pertama yang mengetahui kehamilannya. Lantaran Dania mengantarkannya untuk periksa kehamilan. Awal nya 2 bulan yang lalu, Elara hanya iseng ikut ikutan Dania yang juga tengah memeriksa kehamilan. Dan ya, ia malah ikut mengandung. Sungguh sangat tidak terduga.
Elara memanyunkan bibirnya, cemberut. Ingin menyangkalnya tapi benar adanya. "Okey aku serlock. udah dulu ya. aku mau istirahat bay..." Ia sengaja menutup panggilan telvon cepat cepat lantaran tidak ingin mendengar kan Omelan Dania yang terkadang menyebalkan. Tidak lupa mengirimkan lokasi nya saat ini sebelum Dania kembali menelvon nya dan mengomel.
Ia mendengus kesal, ketika ponselnya terus bergetar panggilan telvon masuk dari suaminya. Tanpa minat mengangkat nya Elara membisukan nomer suaminya dan menaruh kembali ponselnya ketempat semula. Lagipula jika ia mengangkat nya pasti nya, Elara akan kembali luluh pada Erlangga. Karna pria itu selalu tahu cara meruntuhkan dinding pertahanannya yang susah susah di bangun.
Lebih baik ia bersiap untuk tidur saja. Masuk kedalam selimut tebal hotel yang begitu nyaman. Baru juga mau memejamkan mata. Ketukan di pintu kamar mengusiknya. Elara hanya mendengus kesal memilih mengabaikan nya. Siapa tahu hanya orang iseng.
"Elara?."
Deg!.
Pupil matanya membulat sempurna, ketika mengenali suara yang memanggil namanya dengan lembut. "Mas Langga?. Kenapa dia bisa menemukan ku?." Gumam Elara bingung. Ia tidak salah dengar itu benar benar suara suaminya.
"Sayang. Buka pintunya. Aku tahu kamu didalam."
"Aduh gimana ini. Sialan!. Apa Dania memberitahu kan lokasi ku. Tapi... tidak mungkin aku saja baru mengirimkan lokasiku. Mana mungkin Mas Langga datang secepat kilat."
"Sayang... Buka pintunya ini aku."
Ia turun dari ranjang berjalan bolak balik ragu ragu ingin membukanya atau tidak. Hatinya mengatakan ya. Menyuruhnya untuk membuka pintu, memeluk erat suaminya yang sudah tidak bertemu 2 bulan lamanya. Seperti yang di inginkan. Tapi Elara tidak ingin pertahanannya runtuh.
"Sayang tolong buka pintunya. Aku merindukan mu."
Perkataan itu bagaikan air es yang menyiram tubuhnya. Meredakan api amarahnya. Ia menghela nafas berat tidak bisa memungkiri keinginannya. Hingga akhirnya memilih membukanya saja.