Pertemuan pertama Alana dengan Randy terjadi secara kebetulan, dimana Alana langsung terpesona dan jatuh cinta pada pandangan pertama. Tak disangka - sangka, ternyata Randy adalah pemuda yang dijodohkan dengannya oleh nenek mereka berdua karena persahabatan. Namun saat Randy mengajak Alana berbicara empat mata, pemuda itu mengakui bahwa ia telah memiliki seorang kekasih, dan ia bersedia menikahi Alana hanya karena tak ingin mengecewakan neneknya. Pada akhirnya Alana pun terjebak dalam pernikahan yang semu, yang membuatnya harus menyembunyikan cintanya di balik kisah asmara Randy dan kekasihnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Three Flowers, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PASAR MALAM DAN BONEKA
Akhir pekan ini Randy menyempatkan diri untuk menemani Alana pulang ke desanya. Di kampung halaman telah menunggu nenek Mira dan nenek Ranita dengan bahagia karena cucu mereka akan pulang. Dari layar ponsel saat video call tampak jelas mereka sudah tidak sabar menanti. Alana tersenyum sendiri dalam perjalanan karena membayangkan wajah neneknya yang berseri - seri tadi. Seperti biasa kalau mengunjungi neneknya di desa, Randy selalu menyetir mobil sendiri. Dan kini ada Alana yang duduk manis di sampingnya.
Dalam perjalanan, tiba - tiba ponsel Randy berdering.
"Hallo, sayang.." terdengar suara yang tidak asing dari seberang. Randy melirik Alana sekilas. Alana memalingkan wajahnya, membelakanginya.
"Ya, sayang.." Randy menyambut sapaan itu.
"Akhir pekan ini kamu kemana?" tanya Delia. Sebenarnya ia sudah tahu kalau Randy sedang dalam perjalanan pulang kampung karena telah mendapat informasi dari Friska, pelayan Randy yang kini telah menjadi mata - matanya. Karena itu ia tidak terima dan bermaksud mengusik keduanya.
"Aku ke desa nenekku, mereka memintaku untuk berkunjung bersama Alana," jawab Randy dengan jujur.
"Aku jadi kesepian, sayang.. " keluh Delia.
"Memangnya kamu libur juga, ya?" tanya Randy.
"Iya, aku libur. Seharusnya kamu tetap di kota menemaniku untuk refreshing," jawab Delia dengan manja seperti biasa. Alana diam saja, ia ingin tahu jawaban Randy jika Delia merajuk padanya seperti itu.
"Tapi ini harus kulakukan, sayang. Ini kewajibanku," sahut Randy, "Kamu yang sabar, ya.. Nanti setelah aku kembali ke kota, aku akan langsung mengunjungimu dan mengajakmu jalan - jalan."
"Bagaimana kalau aku menyusul kamu ke desa?" tanya Delia antusias.
"Jangan, nanti kalau ketahuan nenek bagaimana?" potong Randy cepat.
"Huh, lagi - lagi takut ketahuan nenek. Membosankan sekali.." Delia menggerutu.
"Lagi pula di desa mau apa?" tanya Randy, "Percuma juga kita tidak bisa bertemu dan pergi kemana - mana. Sudah dulu, ya? Ini sudah mau sampai. Dah, sayang..!" Randy segera mengakhiri percakapan itu karena mereka sudah hampir tiba di desa yang dituju. Alana merasa lega karena mendengar Randy melarang kekasihnya untuk datang. Ia sangat khawatir akan ketahuan nenek mereka dan tidak sanggup membayangkan betapa kecewanya nenek mereka jika tahu Delia menemui Randy.
"Lihat, ada pasar malam!" tiba - tiba Randy berseru. Alana menoleh ke arah yang dimaksud Randy. Benar juga, di perbatasan desa dengan pinggiran kota yang mereka lalui itu ada pasar malam.
"Wah.. sudah lama tidak ada pasar malam, pasti nanti malam ramai sekali." ujar Alana dengan wajah berseri.
"Kamu mau kita kesana nanti malam?" tanya Randy.
"Boleh, terserah kamu saja. Tapi memangnya kamu juga suka pasar malam?" Alana balik bertanya.
"Suka, dulu waktu masih kecil nenek sering mengajakku jalan - jalan ke pasar malam. Lebih tepatnya aku yang meminta, sih.." jawab Randy sambil tertawa. Alana ikut tertawa.
Akhirnya mereka tiba di rumah nenek Mira. Sudah ada nenek Ranita di sana dan mereka bersuka cita melepas rindu. Alana senang melihat nenek Mira semakin sehat karena nenek Ranita menjaganya, selalu menemani kontrol kesehatan, bahkan menyewa jasa seorang perawat untuk merawat nenek Mira di rumah. Setelah bercengkerama di rumah nenek Mira, rencananya nanti malam mereka akan tidur di rumah nenek Ranita. Sungguh keluarga yang rukun dan kompak. Ternyata selama ini nenek Mira maupun nenek Ranita juga bergantian menginap di rumah satu sama lain, karena sepasang sahabat itu kini telah menjadi satu keluarga dan mereka saling membutuhkan agar tidak merasa kesepian.
Malam itu Randy meminta ijin kepada neneknya untuk menemani Alana ke pasar malam. Dengan senang hati nenek Ranita mengijinkan.
"Lihatlah mereka tampak rukun, bukan?" bisik nenek Ranita pada nenek Mira sambil menatap Alana dan Randy yang sedang berjalan menjauh dari rumah untuk menuju ke mobilnya.
"Syukurlah, aku senang sekali melihatnya. Randy tampaknya sangat perhatian pada Alana," sahut nenek Mira.
Begitulah, kedua nenek melihat hubungan keduanya sangat harmonis. Memang kenyataannya seperti itu, tetapi sebenarnya hati keduanya belum menyatu. Ada cinta yang belum usai di balik pernikahan itu, yang sama sekali tidak mereka duga akan terus berlanjut.
Suasana pasar malam sangat ramai dan meriah. Saking ramainya, berkali - kali Alana terpisah dari Randy, membuat mereka saling mencari.
"Sini, pegang tanganku saja, " tiba - tiba tangan Randy menggandeng tangan Alana. Alana terkejut, namun tidak menolaknya. Ada perasaan damai di hatinya saat merasakan genggaman tangan Randy yang hangat, ia merasa sedang dilindungi oleh suaminya itu. Mereka berjalan sambil menikmati suasana di sekelilingnya, dan tibalah pada warung makan yang menyajikan mie kuah yang aromanya sangat menggugah selera.
"Ayo, makan di situ," ajak Randy. Alana mengangguk dan mereka pun memesan makanan. Saat menunggu makanan disiapkan, tiba - tiba ponsel Randy berdering lagi.
"Sayang, kamu dimana, ayo kita ketemuan.." ujar suara di seberang.
"Maksudmu?" tanya Randy ragu - ragu, mengira salah dengar.
"Aku menuju desa nenekmu, sekarang sedang dalam perjalanan.." sahut Delia sang penelepon itu.
"Ya ampun, Delia.." Randy menepuk jidatnya, lalu menggelengkan kepala, "Kenapa sampai nekat begini?"
"Aku benar - benar bosan di apartemen sendirian," jawab Delia.
"Kamu sendirian?" tanya Randy.
"Tidak, aku bersama Devan," jawab Delia.
"Oh, syukurlah kamu tidak sendirian," ujar Randy lega. Devan adalah wakilnya di perusahaan, sahabat sekaligus orang kepercayaan Randy. Devan adalah teman satu sekolah Randy dan Delia, jadi Devan juga sangat akrab dengan Delia.
"Kebetulan aku sedang di pasar malam, kemarilah, aku share lokasinya," ujar Randy. Lalu ia mematikan ponselnya dan membagikan lokasinya.
Kemudian mie kuah yang dipesan sudah datang dan Alana menyiapkannya untuk Randy. Ia hanya bisa berpura - pura tidak merasakan apa - apa meski hatinya kecewa karena Randy pada akhirnya mengijinkan Delia datang menemuinya.
"Delia akan datang bersama Devan temanku," ujar Randy sambil menyantap mie kuahnya.
"Oh," sahut Alana singkat sambil menyantap mie kuahnya juga.
Tak lama kemudian, tepat setelah Alana dan Randy selesai makan, muncullah Delia dengan sesosok pemuda yang tampak modis. Tubuhnya lebih kekar dan lebih tinggi dari Randy, meski wajahnya tidak setampan Randy, tapi penampilannya cukup menawan.
"Alana, ini Devan sahabatku saat sekolah dulu," Randy memeperkenalkan Devan pada Alana. Devan menyalami Alana. Alana menyapanya dengan ramah, ia seperti pernah melihat pemuda itu.
"Kalian juga pernah bertemu di pernikahan kita, tapi waktu itu sepertinya tidak sempat mengobrol karena banyaknya tamu," jelas Randy.
"Ya, benar,' sahut Devan. Wajahnya dingin, ia hanya tersenyum sebentar saja pada Alana, lalu berubah menjadi dingin lagi.
"Ayo, jalan," ajak Randy, "Delia berjalanlah dulu dengan Alana, aku dan Devan di belakang kalian,"
"Baiklah," sahut Delia dengan ceria. Malam ini Delia tampak ramah pada Alana, tidak menampakkan ekspresi tidak senangnya sama sekali. Mungkin karena ia sudah cukup bahagia bisa bertemu Randy malam ini.
"Lihat, ada tenda peramal, aku mau kesana," ujar Delia dengan penuh semangat, kali ini ia langsung menggandeng tangan Randy dan menariknya masuk ke dalam tenda. Alana dan Devan bengong melihatnya, lalu mereka berdua mengikutinya.
"Kalian pasangan?" tanya peramal wanita yang ada di dalam tenda. Delia mengangguk cepat dengan wajah berseri. Alana bingung karena ada Devan juga di sana. Ia melihat ekspresi Devan, lalu Devan menoleh dan mengangguk padanya, "Aku sudah tahu," bisiknya pada Alana, "hanya kita berempat yang tahu," Alana mengangguk lega.
"Percintaan ini rumit, banyak halangannya,' kata peramal itu, "Ada cinta yang lain, auranya lebih besar,"
Delia langsung menoleh dan menatap sinis pada Alana yang ada di belakangnya. Keringat dingin Alana keluar. Jangan dilanjut lagi, teriaknya dalam hati. Ia tidak ingin perasaannya pada Randy terbongkar, karena mungkin saja Randy akan merasa risih padanya.
"Ini hanya ramalan," Randy meremas lembut tangan Delia. Lalu dengan cepat ia membayar peramal itu dan mengajak Delia pergi keluar. Alana dan Devan bergegas mengikutinya.
"Tunggu..." teriak peramal itu. Alana dan Devan menoleh ke belakang.
"Kalian tidak ingin diramal juga?" tanya peramal itu. Alana tersenyum dan menggeleng, "maaf, tidak, bu.."
Peramal itu tersenyum dan berkata, "Baiklah, gadis yang lembut, kamu akan menemukan cinta sejatimu."
Alana terkejut dengan perkataan peramal itu, tapi tiba - tiba Devan menarik tangannya dan membuyarkan lamunannya, "ayo, Nyonya..."
"Kenapa kamu panggil aku nyonya?" tanya Alana sambil berjalan mengikutinya.
"Karena kamu adalah nyonyaku, istri Bosku," jawab Devan.
"Tapi kamu adalah sahabat Randy, tidak perlu terlalu formal, panggil Alana saja," ujar Alana.
"Tidak bisa, Nyonya," tolak Devan tegas. Alana menatapnya sejenak, wajah lelaki itu tetap dingin dan datar tanpa melihatnya sedikitpun.
Kini pasangan berganti, tanpa mereka sadari Delia berjalan berpasangan dengan Randy dan Alana berpasangan dengan Devan. Mau tak mau Alana berjalan di sebelah Devan meski dengan hati yang dongkol karena melihat suaminya sendiri berjalan dengan wanita lain. Alana mencoba menghibur diri dengan melihat - lihat lagi pemandangan sekitar. Kali ini pandangannya tertuju pada permainan lempar kaleng. Ada boneka besar yang sangat lucu menurutnya.
"Aku mau main itu," ujar Alana. Devan mengikutinya. Lalu Alana mulai melempar bolanya. Meleset.
"Masih ada dua kesempatan lagi untuk bisa pilih hadiahnya. Boneka ini hadiah utamanya," kata pemilik permainan itu memberi semangat.
"Sini, biar aku saja," tiba - tiba terdengar suara Randy di belakang Alana. Sejak kapan ia ada di sini? pikir Alana heran, tapi ia menurut dengan memberikan bola itu pada Randy. Ranndy melempar bolanya dan tepat mengenai sasaran.
"Hebat!" alana berteriak senang. Boneka besar itupun diserahkan kepadanya.
"Randy, aku juga mau boneka itu.." Delia menarik tangan Randy seperti anak kecil sedang merengek, 'Mestinya kamu melemparnya untukku." Semua orang menjadi bingung melihatnya.
"Tapi itu bolanya Alana," ujar Randy dengan lembut.
"Oh, kalau begitu ini untukmu saja, Delia," tiba - tiba Alana menyerahkan boneka besar itu pada Delia.
"Sungguh?" Delia langsung mengambil dan memeluk boneka itu, "terimakasih, Alana. Kamu pengertian sekali."
"Alana? bukankah tadi kamu menginginkannya?" tanya Randy masih tidak percaya. Alana mengangguk dan berkata lembut, "tidak apa - apa, masih ada satu bola lagi dan masih ada boneka yang lain," Alana menunjuk ke arah boneka kelinci yang lebih kecil ukurannya.
"Baiklah, biar kucoba lagi," ujar Randy, "nanti kalau tidak kena, beli tiket lagi sampai kena,"
Bola dilempar lagi dan ternyata tepat mengenai sasaran. Boneka kelinci pun diberikan langsung oleh Randy kepada Alana. Alana memeluknya sambil mengucap terimakasih. Delia menatapnya dengan wajah kesal tanpa ada seorang pun yang menyadarinya.
"Aku heran, sejak kapan kamu menyukai boneka, sayang?" terdengar suara Randy bertanya pada kekasihnya. Alana dan Devan mengikutinya dari belakang.
"Ternyata wanita dewasa pun masih suka boneka, ya." ujar Devan dengan nada sinis.
"Penggemar boneka tidak mengenal usia, pak Devan," sahut Alana dengan sedikit kesal. Ia memanggil Devan dengan sebutan formal juga, karena merasa Devan sengaja memberi batas padanya. Tapi ia berusaha memaklumi, karena Devan pasti juga tidak menyukai kehadirannya di antara kedua sahabatnya itu.
Setelah itu, Randy menyuruh Devan mengantar Delia pulang ke kota lagi. Devan dan Delia menurut tanpa membantah sama sekali karena Randy mengatakan tidak mau kemalaman pulang ke rumah neneknya.
"Ayo kita kembali ke rumah, tapi kita bawakan oleh - oleh dulu buat nenek," ujar Randy pada Alana. Alana mengangguk. Tak lama kemudian mereka membeli martabak telur dan membawa pulang ke rumah nenek Ranita. Alana ingin tidur dengan nenek Mira, tetapi neneknya itu melarang.
"Tidurlah dengan suamimu, ini malam pertama dengan suamimu di desa, kan? Jadikanlah berkesan," bisik neneknya, membuat pipi Alana memerah. Ia tidak bisa menolak lagi.
Alana menata ranjangnya dengan posisi dua buah guling di tengah, dengan harapan ia tidak akan melewati batas lagi dengan Randy. Kemudian ia tidur sambil memeluk boneka barunya, hadiah dari suaminya tadi. Randy menyusul ke kamar setelah ia puas mengobrol dengan neneknya. Ditatapnya Alana yang sudah tertidur pulas sambil memeluk bonekanya. Itu cuma boneka murahan, dan sebenarnya juga bukan yang diinginkan pertama kali, batin Randy yang tiba - tiba merasa kasihan melihatnya. Seharusnya Delia tidak merebut boneka besar tadi darinya, sesal Randy.