NovelToon NovelToon
The Absurd Girl And The Cold Flat Boy

The Absurd Girl And The Cold Flat Boy

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos
Popularitas:355
Nilai: 5
Nama Author: Irma pratama

Gimana jadinya gadis bebas masuk ke pesantren?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma pratama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ibu Dadakan Bagi Para Santri Baru

...BAB 8...

...IBU DADAKAN BAGI PARA SANTRI BARU...

Dina, Elis dan Sari duduk melingkar di depan kamar mereka, bisik-bisik seperti tiga detektif yang sedang menyusun rencana. Semenjak Ustad Izzan memberikan hukuman pada Arabella, mereka bertiga tak henti-hentinya penasaran.

“Aku yakin hukuman tambahannya pasti lrebih parah dari yang pertama,” bisik Elis, matanya berbinar dengan rasa ingin tau.

Dina pun mengangguk dengan cepat. “Iya! Bella keliatan capek banget akhir-akhir ini. Mukanya kayak kurang tidur!”

Sari, yang biasanya lebih tenang, menyipitkan mata. “Jangan-jangan Ustad Izzan nyuruh dia hafalin kitab kuning semalaman?”

Ketiganya terdiam, membayangkan Arabella duduk di bawah lampu temaram, berusaha menghafal kitab yang tebalnya setara bantal asrama.

“Tapi dia nggak keliatan bawa kitab kuning,” bisik Elis lagi.

Dina mengangguk cepat. “Bener juga... Kalo gitu, kita harus cari tau.”

Mereka pun mulai mengamati Arabella dengan seksama. Dari cara Arabella berjalan, menguap, bahkan hukuman sesekali memijit kepalanya. Semuanya mereka analisis.

Malam ini, ketika mereka melihat Arabella sedang duduk di depan kamar, sambil memijat kakinya, Dina dan Elis mendekatinya dengan senyum penuh arti.

“Bell, tadi kita denger Ustad Izzan manggil kamu lagi. Emang hukuman tambahannya apa sih?” tanya Dina memasang wajah polos.

Arabella mendongak, menatap mereka dengan ekspresi datar. “Kenapa kalian penasaran banget?”

Sari yang saja ikut bergabung mengangkat bahu. “Ya penasaran aja, Bell. Biasanya Ustad Izzan kalo ngasih hukuman tuh adil, tapi... kayaknya kali ini agak kejam ya?”

Arabella menatap mereka sejenak, lalu menghela napas panjang. “Gue harus jadi pembimbing santri baru lebih lama. Selain ngajarin aturan, gue juga harus pastiin mereka nggak nangis kangen rumah, nggak rebutan kamar mandi, dan nggak ada yang berantem.”

Mata Dina membesar. “Waduh... Itu mah bukan hukuman, Bell. Itu kerja rodi!”

Elis menutup mulutnya, mencoba menahan tawa. “Fix sih ini mah, si Bella emang dijebak.”

Arabella mendesah. “Hah... Gue pikir juga gitu, Lis...”

Mereka bertiga saling pandang, lalu tertawa kecil. Bagi mereka, hukuman biasanya hanya soal membersihkan halaman atau menulis surat taubat. Tapi ini? Hukuman seperti jadi ‘Ibu Dadakan Bagi Para Santri Baru.’

“Tapi Bell—“ kata Sari masih menahan tawa, “Kalo gitu, bisa dibilang kamu ini sekarang jadi ‘Ustadzah Junior’ ya?”

Arabella menatapnya tajam. “Sshhh... Jangan sampe Ustad Izzan denger lo ngomong kayak gitu. Bisa-bisa gue dikasih ceramah setelah subuh.”

Mereka pun tertawa lagi, sementara Arabella menggeleng pasrah. Mungkin, pada akhirnya, yang membuat hukuman ini terasa lebih ringan adalah keberadaan teman-temannya yang selalu ada untuk menertawakannya. Setelah obrolan singkat itu Arabella dan teman-temannya pergi ke kamar untuk beristirahat, apalagi Arabella harus menyiapkan mentalnya untuk menjadi ‘Ibu Dadakan Bagi Para Santri Baru.’

*****

Di serambi belakang pesantren, dimana biasanya para Ustad berkumpul setelah Isya, Ustad Azzam duduk dengan wajah penuh kebingungan. Di hadapannya, Ustad Izzan, Ustad Jiyad dan Ustad Hamzah sedang menikmati teh hangat, tapi mereka segera menyadari bahwa ada sesuatu yang aneh dengan sahabat mereka itu.

“Kenapa Zam?” tanya Ustad Jiyad sambil menuangkan teh ke cangkirnya. “Mukamu kayak santri yang baru aja kena teguran hafalan.”

Ustad Azzam menghela napas panjang. “Saya... Saya kena musibah hari ini.”

Ustad Izzan menaikan halisnya. “Astagfirullah, musibah apa?”

Ustad Azzam menatap mereka satu persatu, lalu menunduk, seperti ragu untuk berbicara. Tapi akhirnya dengan suara pelan dia berkata, “Saya... Tadi tabrakan sama seorang santriwati.”

Ustad Hamzah menyeringai. “Terus?”

“Terus...” Usatd Azzam menggigit bibirnya, matanya menerawang. “Saya pikir saya jatuh cinta pada pandangan pertama.”

Hening sejenak. Lalu tiba-tiba...

“Pffftttt” Ustad Jiyad hampir menyemburkan tehnya. Ustad Izzan langsung menutup mulutnya untuk menahan tawa, sementara Ustad Hamzah menepuk lututnya dengan keras.

“Astagfirullah, Azzam! Serius?” Ustad Jiyad terkekeh. “Ini pertama kalinya saya denger seorang Ustad jatuh cinta gara-gara kecelakaan!”

Ustad Azzam mengusap wajahnya, merasa malu sendiri. “Saya juga nggak tau Ji, Cuma... Pas Saya liat matanya, rasanya dunia berhenti sesaat.”

Ustad Izzan masih berusaha menjaga ekspresinya tetap agar serius. “Santriwati itu siapa?”

“Itu dia masalahnya. Saya bahkan nggak sempat tanya namanya,” Jawab Ustad Azzam frustasi . “Dia buru-buru minta maaf terus pergi.”

Ustad Hamzah tertawa kecil. “Ya Allah, Azzam. Ini tuh udah seperti kisah di novel-novel Islami.”

“Saya juga nggak ngerti kenapa bisa bisa begini,” keluh Ustad Azzam. “Padahal selama ini saya selalu menasehati santri-santri agar tetap menjaga hati. Tapi sekarang, saya sendiri yang—“

“Kalah?” sela Ustad Jiyad sambil tersenyum nakal.

Ustad Azzam mendesah. “Bukan kalah, tapi... saya bener-bener nggak bisa menghilangkan wajahnya dari pikiran saya.”

Ustad Izzan akhirnya meletakkan cangkir tehnya dan menepuk bahu sahabatnya itu. “Azzam, jatuh cinta itu fitrah. Yang penting, bagaimana kita menyikapinya.”

Ustad Hamzah mengangguk. “Benar. Kalau memang perasaanmu ini serius, kamu harus cari tau siapa dia dengan cara yang benar.”

Ustad Jiyad mengangguk setuju. “Jangan sampai nanti malah jadi kisah cinta rahasia di pesantren.”

Ustad Azzam tersenyum tipis, merasa sedikit lebih ringan setelah berbagi. Tapi tetap saja, satu pertanyaan besar masih menghantuinya, ‘Siapa santriwati itu?’

Dan lebih penting lagi... Apakah ini benar-benar cinta? Atau hanya ujian hati?

*****

Di Jerman...

Nilam masih menjalani pengobatannya, kini dia sedang duduk bersandar di ujung ranjang berbicara pada suaminya.

“Yang, kira-kira Bella bakal curiga nggak ya?” lirihnya pada Ardana.

“InsyaAllah nggak akan sayang, kita berdoa aja semoga pengobatannya lancar, dan kita segera temui putri kita...” Ardana mengusap lengan istrinya untuk menenangkannya.

“Aku juga udah kangen pengen peluk Bella, apa dia masih Absurd dan Bar-bar ya Yang setelah mondok di pesantren?’ tanya Nilam penasaran.

“Kata Hasyim sih masih buat kehebohan Sayang, kalo putri kita nggak Absurd dan Bar-bar, mungkin hidupnya nggak akan berwarna.” Terang Ardana.

“Udah sekarang istirahat, besok kamu harus kemo lagi kan?” titah Ardana membantu istrinya merebahkan diri di atas ranjang rumah sakit.

“Iya, Yang...”

*****

Suasana Adzan awal di pondok pesantren, kehebohan di kamar Arabella. Langit masih gelap ketika Adzan pertama berkumandang dari masjid pondok. Suara muadzin yang menggema di seluruh asrama putri menandakan waktu sholat subuh semakin dekat. Di kamar Arabella, situasi sudah mulai bergerak.

Dina, Elis dan Sari sudah terjaga. Dengan mata masih setengah terpejam, mereka sibuk merapihkan mukena dan bersiap menuju tempat wudhu. Namun, satu masalah selalu muncul setiap pagi— Arabella, si Absud dan bar-bar, masih tertidur lelap.

“ARABELLAAAA! Bangun woy! Udah Adzan!” Dina mengguncang bahu Arabella, tapi hanya mendapat dengkuran kecil sebagai balasan.

Elis mencoba cara lain. Dia menarik selimut Arabella dengan paksa.

“Kalo kamu nggak bangun sekarang, kita tingggalin loh!”

Tapi lagi-lagi Arabella hanya menggeliat, lalu menarik kembali selimutnya dengan kekuatan penuh.

“Lima menit lagi...” gumamnya malas.

Sari mulai panik. “Astagfirullah, ini anak! Nanti kena hukuman loh kalo telat subuh!”

Dina melirik Elis dan Sari, lalu tersenyum licik. “Kita pake cara terakhir aja,” bisiknya.

Tak lama kemudian, suara benda keras jatuh menggema di kamar.

BYUUUUUURRR!!!

Sebaskom air dingin sukses mengguyur Arabella!

“AAA******GGGG!!! SIAPA ITUUU?! WOOOYYYY.... ASLINYA YA.... KALIAN KEJAM!!” Arabella menjerit sambil melompat dari tempat tidurnya. Air membasahi mukena Dina yang tertawa terpingkal-pingkal.

Suara gaduh ini menarik perhatian penghuni kamar lain. Para santri berlarian ke kamar Arabella, ingin tau apa yang terjadi.

“Ada apa sih ribut-ribut?” tanya seorang santri penasaran.

“Arabella nggak bangun-bangun, jadi kita mandiin sekalian!” jawab Elis sambil tertawa.

Suasana pun makin heboh. Wali asrama yang mendengar keributan pun akhirnya datang.

“Anak-anak, ini waktu subuh! Ayo cepat wudhu dan ke masjid!”

Dengan wajah masih setengah basah, Arabella akhirnya bangkit dan berjalan gontai. “Huh, dasar kalian.. tapi thank’s ya, kalo nggak, gue bisa telat lagi!” katanya dengan senyum jahil.

Pagi di pondok selalu penuh cerita, dan kali ini, kehebohan Arabella menjadi bahan tawa sepanjang hari. Ketika semua sudah siap dengan mukenanya, dan Dina pun kembali berganti mukena kini mereka melangkah ke masjid.

Di tengah jalan mereka berpapasan dengan 4 Ustad muda tampan. Ustad Izzan, Ustad Jiyad, Ustad Hamazah dan Ustad Azzam.

“Zan... Zan... itu tuh gadis yang kemaren nabrak saya...” tunjuk heboh Ustad Azzam.

“Yang mana Zam, disana gadis ada 4..” tanya Ustad Jiyad.

“Itu yang mukenanya pink..” timpal Ustad Azzam.

Deg...

Kaget Ustad Izzan, ternyata yang disukai sahabatnya adalah Arabella, gadis yang akhir-akhir ini juga mengusik pikirannya.

“Oh.. Itu mah Arabella, santriwati Absurd dan bar-bar suka bikin onar, kamu kalau jadi suaminya tiap hari harus sedia panadol...” canda Ustad Hamzah.

Mereka kembali melangkah ke masjid, sambil sesekali melontarkan candaan, hanya saja Ustad Izzan dari tadi membatin Apa dia juga menyukai Arabella? Pikirnya.

1
Tara
jodohmu kaga jauh ...smoga cepat bucin ya...🤭🫣🥰😱🤗👏👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!