NovelToon NovelToon
Duda-ku

Duda-ku

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda
Popularitas:378
Nilai: 5
Nama Author: santi damayanti

"hana maaf, rupanya riko hatinya belum tetap, jadi kami disini akan membatalkan pertunangan kamu.. dan kami akan memilih Sinta adik kamu sebagai pengganti kamu" ucap heri dengan nada yang berat

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi damayanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

08

“Ayah, aku panggilkan dokter, ya?” ucap Hana panik sambil memegang tangan ayahnya yang dingin.

“Ti… tidak usah, Hana… Ayah nanti juga sembuh sendiri,” jawab Handoko dengan suara lemah.

“Enggak, Yah! Enggak bisa begitu. Hana akan panggilkan dokter sekarang juga. Ayah harus berobat!” Hana semakin khawatir, matanya basah oleh air mata.

“Jangan, Nak… jangan. Ayah akan sembuh jika beban Ayah ada yang bantu. Kamu menghabiskan uang berapa pun, tetap saja Ayah tidak akan sembuh, Nak…” suara Handoko lirih, nyaris tak terdengar.

“Baik, Yah… baik… Hana akan bantu Ayah. Tapi Ayah harus berobat dulu, ya,” ucap Hana lirih, matanya berkaca-kaca.

“Terima kasih, Nak… terima kasih… Ayah pasti akan sembuh, Nak,” jawab Handoko dengan senyum lemah.

“Ya, Ayah harus sembuh. Hana nggak mau Ayah kenapa-kenapa,” ucap Hana sambil menggenggam erat tangan ayahnya yang sudah keriput, seakan tak ingin dilepas.

Kemudian Hana meraih selembar resep obat di meja. “Nanti Hana belikan obat, ya, Yah,” katanya penuh tekad.

“Iya, Nak… yang penting kamu mau bantu Ayah. Ayah pasti akan sembuh,” ucap Handoko lirih, menutup mata sejenak menahan perih.

“Sekarang kerjalah, Nak. Ini sudah siang,” sambungnya dengan suara pelan namun tetap mencoba terdengar tegar.

Hana pergi meninggalkan Handoko. Ia membersihkan dapur, memasak, dan mencuci baju. Setelah itu, Hana bersiap berangkat kerja dengan wajah yang masih diliputi kekhawatiran.

Ketika seragam kerja sudah ia kenakan, Hana memutuskan untuk melihat keadaan ayahnya terlebih dahulu. Namun, dari dalam kamar, terdengar suara Mirna samar-samar.

“Kamu harus berhasil… kamu kurang meyakinkan,” ucap suara Mirna.

Hana tertegun. Belum sempat ia mendekat, suara Sinta terdengar lantang, seakan memberi kode pada orang di dalam kamar.

“Kak Hana mau ngapain?” serunya.

Tak lama kemudian, Mirna keluar dari kamar dengan tatapan tajam.

“Mau apa kamu?” tanya Mirna dingin.

“Aku mau lihat Ayah,” jawab Hana lirih.

“Tidak usah, biarkan Ayah istirahat,” potong Sinta cepat.

Hana akhirnya pergi meninggalkan rumah dengan dilema besar. Ia tidak rela membiayai pernikahan adiknya yang tidak masuk akal, hanya demi memenuhi gengsi tanpa mengukur kemampuan diri sendiri.

Hari itu, Hana terpaksa naik ojek online karena motornya masih belum dikembalikan oleh Andri. Setibanya di showroom tempat ia bekerja, suasana kantor sudah ramai.

“Eh, ibu manajer kita baru datang! Ke mana nih motornya?” sapa Rini sambil tersenyum manis.

“Motorku kemarin mau dibegal…” jawab Hana pelan.

Rini langsung kaget. Ia spontan meraba-raba tubuh Hana dengan cemas.

“Kamu nggak apa-apa, Han? Ada yang luka? Kok nggak cerita dari kemarin?” tanyanya penuh khawatir.

“Apaan sih, lu? Gue masih normal kali, main pegang-pegang aja,” ucap Hana geli sambil mendorong tangan Rini.

“Asset lu masih aman, kan?” tanya Rini, memasang wajah serius.

“Asset apaan sih maksud lu?” Hana mengernyit bingung.

Rini lalu menunjuk dada dan bagian sensitif dengan ekspresi dramatis.

“Ya itu lah, Han!”

Hana tertawa kecil. “Masih lah, tenang aja. Ada yang nolongin gue kok kemarin.”

Rini yang ekspresif langsung memegang dadanya sendiri dengan gaya lebay seolah habis melihat adegan sinetron.

“Untunglah ibu manajer gue baik-baik saja,” ucap Rini lega.

Tiba-tiba seorang sekuriti datang menghampiri.

“Bu Hana, ada yang mau bertemu.”

“Siapa?” tanya Hana.

“Namanya Andri, Bu,” jawab sekuriti.

“Oh, baiklah. Saya ke sana,” ucap Hana.

Hana pun melangkah keluar. Rini, yang kepo, ikut menguntit dari belakang.

“motor mu sudah selesai,” ucap Andri sambil menyerahkan kunci kepada Hana.

“Oh, semuanya berapa jadinya?” tanya Hana.

“Hahaha, tenang saja. Bengkel punya aku kok. Untuk kamu gratis, lah,” ucap Andri sambil tersenyum.

“Ah, aku jadi nggak enak jadinya,” balas Hana bercanda.

“Terus kamu nanti pulang pakai apa?” tanya Hana penasaran.

Belum sempat Andri menjawab, sebuah mobil Fortuner hitam berhenti di depan showroom.

“Itu dia jemputanku,” ucap Andri singkat.

“Hana, aku hanya ingin menyampaikan ini.” Andri mengeluarkan sebuah chip kecil dari saku bajunya dan menyerahkannya pada Hana.

“Apa ini?” tanya Hana heran.

“Ini kamera tersembunyi. Pasang saja di rumah kamu, maka kamu akan melihat sendiri,” ucap Andri.

“Maksud kamu apa?” tanya Hana bingung.

“Ya lakukan saja seperti yang aku ucapkan,” jawab Andri singkat.

“Ok, lah… kamu suka main detektif ya?” goda Hana.

“Sedikit,” balas Andri dengan senyum tipis.

“Ok, aku pulang dulu, ya,” ucap Andri kemudian.

Andri pun keluar dari showroom dan menaiki mobil Fortuner hitamnya.

“Lu ditolong sama lelaki tadi?” tanya Rini penasaran.

“Iya,” jawab Hana singkat.

“Dia pasti ada maunya. Cowok kalau menolong orang, pasti modus,” ucap Rini.

“Hus, tidak boleh begitu. Jangan buruk sangka sama orang,” tegur Hana.

Kemudian mereka masuk ke ruang kerja. Hari itu tidak ada agenda keluar, sehingga Hana lebih banyak berada di showroom untuk memantau penjualan. Sesekali ia menerima telepon dari beberapa bawahannya yang meminta solusi menghadapi customer.

Masalah sepeda motor seolah sudah di luar kepala Hana. Apa pun yang ditanyakan kepadanya mengenai produk, ia selalu bisa menjawab dengan detail, bahkan memberikan tambahan penjelasan yang membuat bawahannya merasa lebih percaya diri..

Sore pun tiba. Hana pergi ke apotek untuk menebus resep dokter. Ia menyerahkan selembar kertas resep itu kepada apoteker.

“Bu, vitamin yang ini sedang habis. Ibu bisa coba cari di Apotek Dharma, di sana biasanya paling lengkap,” ucap penjaga apotek.

Hana menatap heran. “Ini obat jantung, Pak… bukan vitamin.”

Penjaga apotek mengernyitkan dahi, lalu menatap lebih teliti pada resep tersebut.

“Ini vitamin, Bu. Bukan obat jantung. Kalau diberikan pada pasien dengan riwayat jantung justru bisa membahayakan,” jelas penjaga apotek dengan nada serius.

Darah Hana terasa berdesir. Tangannya refleks meremas kertas resep itu. Perasaan cemas langsung menyeruak, seakan ada yang tidak beres dengan kondisi ayahnya.

“Tapi selama ini Bapak saya menggunakan obat ini, dan setelah itu beliau terlihat segar, Pak,” tanya Hana, masih penasaran.

“Coba Ibu bawa Bapak ke dokter jantung, jangan ke dokter umum. Supaya tidak salah diagnosis. Nanti justru bisa berbahaya. Tapi kalau setelah meminum obat ini Bapak Ibu malah terlihat segar, berarti bisa jadi jantung beliau sebenarnya tidak mengalami masalah,” jelas penjaga apotek hati-hati.

“Baiklah, terima kasih,” ucap Hana singkat.

Hana pun meninggalkan apotek dengan berbagai pertanyaan yang berputar di kepalanya. Untuk lebih meyakinkan diri, ia sempat bertanya ke beberapa apotek lain. Jawabannya tetap sama—obat yang ia bawa bukan obat jantung, melainkan vitamin.

..

Hana sampai di rumah lebih siang dari biasanya. Begitu ia turun dari ojek, Mirna yang melihatnya langsung berlari masuk ke dalam rumah dengan gerak-gerik terburu-buru.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!