Novel Keduabelas 🩶
Namaku Jennaira. Kisah ini adalah tentang aku yang menikah dengan seorang pria sempurna. Bertahun-tahun aku menganggapnya seperti itu, sempurna. Namun setelah menikahinya, semua berubah. Penilaianku terhadapnya yang asalnya selalu berada di angka 100, terus berubah ke arah angka 0.
Benar kata pepatah, dont judge a book by its cover. Penampilannya dan segala kemampuannya berhasil menghipnotisku, namun nyatanya hatinya tak seindah parasnya dan aku terlambat menyadarinya.
Unofficial Sound Track: Pupus
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalalati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21: Cowok Red Flag
Hari itu seperti biasa, aku akan bertemu dengan Rita. Aku berada di sebuah restoran ramen dekat kampus. Rita mengatakan akan sedikit terlambat karena harus bertemu dengan dosennya dulu, membicarakan mengenai tesisnya.
Aku memesan minuman agar bisa duduk di meja itu, dan memesan ramennya nanti saat Rita sudah datang. Sambil menunggu, pikiranku kembali tertuju pada kejadian tempo hari. Jujur saja aku masih sangat syok. Entah benar apa yang dikatakan Gaga, aku yang memiliki imajinasiku sendiri tentang sosok Gaga, Gaga yang sempurna tanpa cela, ataukah memang sejak dulu Gaga memang seperti itu.
Satu yang jelas, bibirnya yang menyentuh pipiku, tubuhnya yang tiba-tiba terpampang nyata di hadapanku, mampu membuat jantungku berdebar lebih cepat hingga sekarang. Namun debaran itu justru tidak diikuti dengan rahasia bahagia, melainkan kecewa, takut, traumatis.
Apa selama ini aku terlalu tinggi menilai Gaga?
"Sumpah, gue gak mau lagi kenal sama anak hukum manapun lagi!"
Tiba-tiba obrolan meja sebelah menarik perhatianku.
"Sabar ya. Lagian gue udah kasih tahu lo dari awal. Anak hukum itu red flag! Paling red flag dari semua cowok yang ada," timpal salah satu dari mereka dengan kesal. Ia ikut merasakan kekesalan temannya.
"Mereka emang ganteng-ganteng dan tajir-tajir, tapi jangan berharap ada cowok hukum yang baik. Mereka itu pada 'sengak'. Penjahat semua. Udah lupain aja dia," timpal yang lainnya sedangkan 'si korban' terlihat menangis.
Benarkah itu? Tidak ada mahasiswa hukum yang baik? Bahkan Gaga juga? Apa itu anggapan subjektif saja, atau memang seperti itu?
"Ra, ngapain lo bengong?"
Saking fokusnya memperhatikan obrolan meja sebelah, aku sampai tak sadar jika Rita sudah duduk di seberangku.
"Gak apa-apa, kok. Lo udah beres ketemu dosennya?"
"Udah. Pesen sekarang yuk, laper banget nih," ajak Rita. Kemudian kami pun memesan dua mangkuk ramen.
Sambil menunggu ramen kami dibuatkan, Rita mulai bertanya tentang kejadian tempo hari. "Jadi ceritain sekarang, kenapa waktu itu lo malah nangis di pinggir jalan bukannya pulang bareng sama tunangan lo lagi?"
Aku pun memainkan sedotan yang ada di gelas jus alpukat yang aku pesan tadi sebelum Rita datang. Apa aku ceritakan saja pada Rita? Atau jangan?
"Gue berantem sama Gaga. Tapi semuanya udah clear, kok," dustaku, memilih untuk menutupinya. Padahal sejak hari itu aku tak pernah mendengar kabar dari Gaga lagi.
"Ya ampun kalian udah mau nikah, tapi malah berantem kayak gitu. Emang kenapa sampai berantem?"
Jiwa kepo Rita kadang memang membuatku tak bisa mengelak. Tapi kali ini aku harus bisa menutupinya. "Apa lagi? Gue cemburu aja Gaga kelihatan banget sedih karena Alleta nikah sama cowok lain."
"Wajar sih lo marah dan cemburu, Ra. Gue paham. Tapi lo tahu gak sih dulu gimana pacarannya Saga sama Alleta?"
Aku menggeleng. "Waktu SMA sih gue masih tahu hubungan mereka. Tapi pas kuliah gak tahu karena gue kan di sini, sedangkan mereka di Ekadanta."
"Gue tahu dari temen gue. Jadi gini loh, temen SMP gue ada yang di manbis juga bareng Alleta. Lumayan deketlah mereka. Alleta juga sering curhat ke dia. Namanya Gina. Jadi kata Gina, Saga sama Alleta tuh udah sering jadi bahan gosip di kampus."
"Gosip?" tanyaku, langsung saja aku penasaran.
"Iya. Awal kuliah mereka menarik perhatian banget karena Alleta cantik, Saga ganteng. Mahasiswa baru tapi udah famous. Banyak yang kagum sama mereka. Awalnya mereka dianggap couple goals, tapi lama kelamaan hubungan mereka berubah toxic."
"Kok bisa?" tanyaku lagi.
"Saga itu ternyata posesif dan obsesif banget sama Alleta. Alleta ngobrol sama cowok dikit aja Saga langsung ngamuk. Gak percayaan banget bawaannya. Mereka sering kelihatan berantem di depan umum. Tapi akhirnya selalu balikan lagi. Orang-orang yang asalnya kagum, malah miris sama mereka. Lo inget 'kan Alleta pernah bilang sesak pacaran sama Saga? Ya karena itu, Saga ngekang banget Alleta."
"Terus gimana akhirnya mereka putus?"
"Alleta selingkuh sama cowok yang jadi suaminya sekarang. Ternyata Alleta sempet jadi simpanan suaminya ini, waktu suaminya masih proses cerai sama istrinya. Katanya heboh banget tuh waktu kabar Alleta pacaran sama om-om. Alleta sengaja gembar-gembor biar dia bisa lepas dari Saga. Bahkan Alleta sampai sengaja ngirim foto dia lagi di hotel sama si pacar yang sekarang udah jadi suaminya ini ke Saga saking pengen bikin Saga nyerah dan ngelepasin Alleta."
"Serius, Ta?"
Alleta sampai seperti itu demi bisa lepas dari Gaga?
"Iya. Biasanya mereka bakal balikan lagi, tapi kali ini Alleta gak mau balik lagi sama Saga dan karena suaminya udah resmi cerai sama istrinya, Alleta akhirnya bersedia buat nikah sama cowok itu."
Aku benar-benar tak menyangka couple goals masa SMA itu, ternyata berakhir dengan seperti itu.
"Tapi sekarang gue malah khawatir sama lo jadinya, Ra."
Sontak aku yang tanpa sadar malah melamun, kembali memfokuskan perhatianku pada Rita. "Gue? Kenapa emangnya, Ta?"
"Lo 'kan bakal nikah sama Saga. Gue khawatir Saga belum move on dari Alleta. Kalau gue boleh kasih saran, lo pikir-pikir lagi buat nerima Saga jadi suami lo, Ra. Minimal lo harus mastiin apakah Saga udah benar-benar lupain Alleta apa belum."