follow IG Othor @ersa_eysresa
Di usia 30, Aruni dicap "perawan tua" di desanya, karena belum menemukan tambatan hati yang tepat. Terjebak dalam tekanan keluarga, ia akhirnya menerima perjodohan dengan Ahmad, seorang petani berusia 35 tahun.
Namun, harapan pernikahan itu kandas di tengah jalan karena penolakan calon ibu mertua Aruni setelah mengetahui usia Aruni. Dia khawatir akan momongan.
Patah hati, Aruni membuatnya menenangkan diri ke rumah tantenya di Jakarta. Di kereta, takdir mempertemukannya dengan seorang pria asing yang sama sekali tidak dia kenal.
Apakah yang terjadi selanjunya?
Baca kisah ini sampai selesai ya untuk tau perjalanan kisah Aruni menemukan jodohnya.
Checkidot.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eys Resa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Keputusan Aruni untuk meninggalkan Desanya dan memulai lembaran baru di Jakarta adalah langkah besar. Setelah berminggu-minggu bergulat dengan patah hati dan kekecewaan, ia tahu satu-satunya cara untuk sembuh adalah dengan mengubah lingkungan. Rumah Tante Dina, yang terletak di pinggir Jakarta dengan suasana yang sedikit lebih tenang, menjadi pelabuhan sementaranya.
Aruni tidak ingin berlama-lama larut dalam kesedihan. Semangatnya sebagai seorang pendidik mendorongnya untuk segera mencari pekerjaan. Dengan pengalaman mengajar SD selama lima tahun, ia mencoba peruntungannya dengan melamar ke beberapa sekolah dasar di Jakarta.
Tak butuh waktu lama, sebuah sekolah di kawasan Jakarta Selatan tertarik dengan profilnya. Setelah melalui serangkaian wawancara dan tes, Aruni diterima sebagai guru kelas 4. Ia memulai harinya dengan rutinitas baru. Pagi-pagi ia sudah berangkat dengan TransJakarta, menghadapi kemacetan ibu kota, namun itu semua terasa lebih baik daripada terus berdiam diri di Desanya.
Di sekolah barunya, Aruni disambut hangat oleh rekan-rekan guru dan kepala sekolah. Anak-anak didiknya pun sangat antusias. Perlahan, tawa riang anak-anak di kelas mulai mengisi kembali relung hatinya yang sempat kosong. Ia menemukan kembali makna hidup dalam mengajar, dalam berbagi ilmu, dan dalam melihat senyum polos murid-muridnya.
"Kamu terlihat lebih segar sekarang, Run, " komentar Tante Dina suatu sore, saat mereka menikmati teh di teras.
Aruni tersenyum tipis. "Alhamdulillah, Tante. Mungkin karena sudah ada kesibukan baru."
Tante Dina mengangguk. "Itu bagus, Nak. Jangan terus-terusan memikirkan yang sudah berlalu. Kamu harus terus melangkah."
Pada suatu hari tepatnya Sabtu siang, saat Aruni baru pulang kerja, dia terlihat lelah walau hari ini dia hanya bekerja tidak sampai seharian. Saat menginjakkan kakinya diteras rumah terdengar suara keramaian dari ruang tamu. Tante Dina dan Om Amar, suami Tante Dina, sepertinya sedang menerima tamu.
Aruni tidak terlalu memperhatikan tamu itu dan setelah mengucapkan salam dan menyapa om dan tantenya, dia langsung masuk ke kamarnya. Karena sepertinya tamu itu adalah teman Om Amar.
Tamu itu memperhatikan gerak gerik Aruni yang berjalan masuk ke dalam kamarnya. Sepertinya dia mengenali sosok wanita itu.
"Siapa itu, Mar? " tanya Pria itu kepada Om Amar.
"Oh, dia keponakan istriku dari desa. Sekarang tinggal di sini karena bekerja disini. " jelas Om Amar.
"Hmmm, keponakanmu yang kamu ceritakan beberapa hari lalu? " tanya Pria itu.
Amar mengangguk membenarkan.
Dina yang mendengarkan pembicaraan suami dan temannya itu tersenyum kecil lalu beranjak masuk ke dalam kamar Aruni.
"Run, kamu sedang apa?" tanya tante Dina.
"Aku mau sholat dulu tante, habis wudhu. "
"Oh, ya sudah. Kalau sudah selesai keluar ya, tante mau ngenalin kamu sama teman Om Amar. " kata Dina.
"Iya, tante. "
Setelah mendapatkan persetujuan dari Aruni, tante Dina segera keluar dari kamar Arun dan kembali bergabung dengan suami dan tamunya.
Tak berapa lama, Aruni keluar dari kamarnya dengan wajsh segar. Tidak seperti tadi saat pulang sekolah. Dia duduk di samping tante Dina dan ikut bergabung dengan mereka
"Ini Aruni, keponakan kami dari Desa," kata Tante Dina memperkenalkan.
Pria itu menoleh. Aruni seketika terpaku. Wajah itu... sangat familiar. Namun, di tengah keterkejutannya, ia mencoba mengingat di mana ia pernah melihat pria itu. Pria itu tersenyum padanya, sebuah senyum yang pernah ia lihat sebelumnya
"Aruni, kenalkan ini teman Om, namanya Rico," ucap Om Amar.
"Rico ini sering main ke sini, dia baru pulang dari luar kota untuk melakukan vacation dan mengabadikan perjalannya di chanelnya. Ya, kamu tau lah pasti maksud om. " jelas Om Amar.
Aruni mengangguk mengerti.
Nama itu... Rico? Aruni masih berusaha keras mengingat. Tapi mungkin terlalu banyak masalah dan keinginannya untuk melupakan masalahnya membuat Aruni melupakan nama Rico ini.
"Sepertinya kita pernah bertemu, Aruni," kata Rico, suaranya ramah namun ada nada geli yang samar.
"Tapi dimana ya, aku lupa." kata Rico seperti berfikir keras. "
"Benarkah, " Aruni malah balik bertanya karena dia benar-benar lupa.
Rico hanya tersenyum tipis dan geleng-geleng kepala melihat reaksi Aruni, yang sungguh menggemaskan.
Obrolan pun berlanjut. Rico terlihat begitu akrab dengan Om Amar, membahas bisnis dan pekerjaan. Aruni hanya mendengarkan, sesekali mencuri pandang ke arah Rico. Dan mencoba mengingat pria itu. Sepertinya tidak asing dan mereka benar-benar pernah bertemu.
Setelah beberapa waktu, Om Amar izin ke dapur untuk mengambil camilan dan minuman dingin. Tinggallah Rico dan Aruni bersama Tante Dina.
"Rico apa kamu akan lama tinggal di Indonesia? " tanya tante Dina.
"Nggak tau Din. Pekerjaanku banyak, tapi aku suka dengan perjalanan menjelajahi alam yang penuh dengan misteri dan keindahannya." Jawab Rico.
"Memangnya Mas Rico tinggal dimana? " tanya Aruni setelah menyimak pembicaraan tante Dina dan Rico.
"Jangan panggil mas, aku bukan orang jawa. Panggil aja Rico biar akrab. " kata Rico.
"Oh, iya. " Aruni terlihat kikuk.
"Jangan malu gitu, satai aja. Ibuku keturunan Indonesia-Belanda, tapi papaku orang Jepang. Karena itulah aku sering pulang ke negara papaku di Jepang. Tapi terkadang aku tinggal dalam waktu yang lama disini. " jelas Rico tentang dirinya.
Aruni membulatkan bibirnya, pantas saja wajahnya sangat berbeda dengan orang Indonesia kebanyakan. Wajahnya seperti bule tapi matanya sipit khas orang jepang. namun memiliki kulit eksotis seperti orang Indonesia, tidak putih dan tidak hitam, tapi lebih ke kuning langsat. Sangat eksotis.
Saat mereka sedang asik mengobrol, Tiba-tiba om Amar datang dari arah dapur menyela pembicaraan mereka.
"Run, ayahmu Kemari menghubungi kami dan membicarakan tengang si ahmad. " katanya.
Arun terkejut mendengar ucapan dari Omnya itu namun dia tidak berkomentar dan hanya diam.
"Kata mas Burhan, setelah kalian berpisah... kehidupan Ahmad sedikit berantakan," ujar Om Amar lagi. "Dia sering kerumah dan menanyakan kabarmu, tapi apa boleh dikata,kamu sekarang disini dan hubungan kalian sudah berakhir. Dia jadi sering melamun, kurang fokus bekerja di kebunnya. Ibunya, Bu Yanti, sempat khawatir. Tapi Bu Yanti tetap keras kepala dengan keputusannya. Beliau tetap tidak mau menerima kamu jadi menantunya, meski melihat Ahmad yang seperti itu. "
Hati Aruni mencelos mendengar itu. Ada campuran rasa bersalah dan sedih yang menjalari dirinya. Ia tidak pernah membayangkan perpisahan mereka akan berdampak sebesar itu pada Ahmad. Meskipun ia marah pada Bu Yanti, ia tak pernah ingin Ahmad menderita.
"Saya tidak tahu harus berkata apa, Om, " ucap Aruni lirih.
"Mungkin ini memang bukan jalan kalian," sahut Rico,. "Tapi aku yakin, setelah semua ini, akan ada kebahagiaan yang menantimu." Rico menatap Aruni, memberikan senyum tulus yang menenangkan.
"Rico benar, jangan terlalu memikirkannya, percuma juga kamu menikah dengan Ahmad, kalau ibunya nggak setuju. Nanti kamu makin ngenes, " Tante Dina ikut dalam obrolan.
Di tengah obrolan yang semakin akrab itu, Aruni berfikir, akankah ia bisa lepas dari bayang masa lalu dan mulai mengenal orang baru dalam hidupnya atau malah menutup hatinya rapat-rapat agar tidak kembali terluka.