NovelToon NovelToon
Chaotic Destiny

Chaotic Destiny

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Action / Fantasi / Epik Petualangan / Perperangan / Light Novel
Popularitas:6.4k
Nilai: 5
Nama Author: Kyukasho

Ratusan tahun lalu, umat manusia hampir punah dalam peperangan dahsyat melawan makhluk asing yang disebut Invader—penghancur dunia yang datang dari langit dengan satu tujuan: merebut Bumi.

Dalam kegelapan itu, lahirlah para High Human, manusia terpilih yang diinkarnasi oleh para dewa, diberikan kekuatan luar biasa untuk melawan ancaman tersebut. Namun kekuatan itu bukan tanpa risiko, dan perang abadi itu terus bergulir di balik bayang-bayang sejarah.

Kini, saat dunia kembali terancam, legenda lama itu mulai terbangun. Para High Human muncul kembali, membawa rahasia dan kekuatan yang bisa menyelamatkan atau menghancurkan segalanya.

Apakah manusia siap menghadapi ancaman yang akan datang kembali?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kyukasho, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 5 Remake: Inkarnasi Pilihan

Hutan Rivera perlahan diselimuti bayangan senja.

Burung-burung mulai kembali ke sarang, dan suara jangkrik menggantikan kicauan sore. Di bawah pohon tua yang menjulang tinggi di tepi aliran sungai kecil, seorang gadis duduk sendirian. Tubuhnya menyandar di batang pohon, sementara sebusur kayu kecil tergeletak di sampingnya, diletakkan dengan hati-hati seperti harta berharga.

Aria Pixis, seorang anak pemburu dari desa Rivera, menatap kosong ke arah aliran air yang tenang. Rambut biru malamnya sedikit berantakan, ditiup angin, dan matanya yang keemasan tampak lebih suram dari biasanya.

Dia menunggu.

Sudah puluhan hari berlalu sejak terakhir kali ia melihat Sho Noerant—anak toko bunga yang aneh, yang selalu bicara tentang bunga, pohon, dan alam seolah semua itu adalah teman lamanya. Baginya, Sho bukan teman yang dekat, tapi satu-satunya teman yang ia miliki, membuatnya merasa tidak sendirian.

Dan sekarang dia hilang.

Aria telah kembali ke tempat ini setiap hari. Pohon tua ini adalah tempat mereka biasa bertemu secara tak sengaja—atau sengaja, tapi pura-pura tidak peduli. Kadang mereka bertengkar karena Sho melarangnya menembak burung di dekat sarang lebah, atau saat Aria menginjak bunga tanpa sengaja. Tapi di balik semua itu... Sho tetap datang. Dan Aria tetap menunggu.

Tapi tidak selama ini.

“Kapan kau akan datang bermain bersamaku lagi...” bisiknya pelan, suara itu hampir tertelan angin.

Ia tidak tahu apa yang terjadi, tapi hatinya terasa berat. Sangat berat. Aria memang bukan tipe anak yang mudah merasa cemas, apalagi takut. Ia bisa memanjat tebing, menjebak rubah, bahkan mengendap di balik rerumputan hanya untuk mengincar kelinci. Tapi rasa kosong ini... Membuat dadanya sesak.

Ia sempat berpikir untuk datang ke rumah Sho. Tapi sesuatu—entah naluri atau bisikan dari dalam dirinya—memintanya untuk tidak melakukannya. Belum sekarang. Seolah ada dinding tak terlihat yang menahannya. Dinding yang seakan dibangun dari luka.

Jari-jarinya memainkan tali busur kayu kecil itu. Busur yang dibuat oleh ayahnya sendiri, dan sudah sering ia gunakan untuk latihan berburu sejak usia tujuh tahun. Ia menatapnya, lalu menggenggam erat.

“Aku akan tetap menunggu. Tapi jangan terlalu lama, Sho. Aku bukan orang yang sabar, tahu?” gadis itu bergumam.

Ia berdiri perlahan. Matahari mulai tenggelam sepenuhnya, meninggalkan semburat jingga yang perlahan berubah menjadi ungu kelam. Bayangan pepohonan memanjang seperti sosok-sosok diam yang memandangi kepergian Aria.

Sebelum melangkah, ia menoleh sekali lagi ke arah pohon besar itu. Harapan kecil masih tersisa di matanya. Tapi tempat itu tetap kosong.

“Besok... Aku akan datang lagi.”

Lalu ia pergi, menyusuri jalan setapak kecil yang biasa mereka lewati bersama. Tak satu pun kata perpisahan ia ucapkan. Hanya suara ranting patah dan desir langkah kakinya di atas tanah yang memecah kesunyian hutan.

Aria tidak tahu bahwa Sho kini berada jauh di dalam luka yang belum bisa dijamah siapa pun.

---

Malam telah datang, bulan bersinar namun tertutup oleh awan yang menurunkan hujan halus, seperti bisikan pelan dari langit yang enggan menjerit.

Sho menatap langit-langit kamarnya yang remang. Lampu minyak di sudut ruangan sudah hampir padam, meninggalkan bayangan-bayangan kecil yang menari di dinding. Selimut hanya melingkari sebagian tubuhnya; sebagian lain terjuntai di tepi ranjang, tak tersentuh. Udara malam terasa dingin, namun bukan itu yang membuatnya menggigil.

Bukan dingin cuaca, melainkan dingin kenangan.

Telinganya masih terngiang suara ibunya... jeritan itu. Dadanya masih sesak karena bau darah, dan matanya menolak terpejam karena ia tahu apa yang akan muncul begitu ia mencoba tidur.

"Mereka mati... Karena aku tidak bisa berbuat apa-apa," gumamnya. Suaranya serak, seperti menahan sesuatu yang tidak pernah bisa ia keluarkan.

Tangannya gemetar. Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan yang kecil, tapi sudah ternoda oleh luka yang tak bisa dilihat.

Namun tiba-tiba, udara di sekitarnya berubah.

Bukan menjadi lebih dingin... Tapi lebih tenang. Seperti pelukan hangat yang tidak terlihat. Seolah malam itu menahan napasnya, menyingkirkan segala bunyi dan mengganti semuanya dengan keheningan yang lembut.

Dan di saat berikutnya, ia merasakannya. Seseorang duduk di sampingnya.

Sho menurunkan tangannya perlahan. Sosok itu kembali—wanita misterius yang tak pernah membuka pintu, yang tidak pernah meninggalkan jejak. Rambutnya hitam dan panjang, mengilap seperti helai malam. Mata merah rubinya bersinar samar dalam remang cahaya, seperti refleksi dari milik Sho sendiri.

“...Cora,” bisik Sho pelan. Ia tidak tahu kenapa ia memanggilnya begitu. Tapi entah mengapa, nama itu seperti sudah tertanam dalam dirinya. Sosok asing, namun terasa dekat.

Wanita itu tidak menjawab. Ia hanya tersenyum lembut.

Dengan gerakan perlahan, ia mengelus kepala Sho. Tangan itu begitu dingin, namun tidak menusuk. Lebih seperti embun pagi, sejuk dan menyembuhkan. Sho tidak sadar bahwa dadanya yang berat tadi perlahan menjadi lebih ringan.

"Kenapa kau selalu muncul di malam hari?" tanyanya, suara lirih, hampir tak terdengar.

Cora tetap diam, hanya mengusap rambut anak itu dengan sabar. Tak ada kata panjang, tak ada jawaban. Tapi keberadaannya saja mampu membuat kekacauan di hati Sho mereda. Dan malam itu... Untuk pertama kalinya sejak tragedi itu, Sho membiarkan matanya terpejam, perlahan.

Namun sebelum ia sepenuhnya tertidur, wanita itu menunduk mendekati telinganya.

“Aku telah memilihmu sejak kau lahir...” bisiknya.

Lalu, Sho pun terlelap.

Untuk pertama kalinya, anak itu tertidur nyenyak.

Dalam keheningan yang nyaris beku, Cora masih duduk di samping ranjang. Ia menatap wajah mungil anak itu, lalu mengangkat satu tangannya, perlahan menempelkan telapak ke dahi Sho.

Mantra kuno mengalir dalam bisikan.

Bahasa yang bukan milik manusia, suara yang menggema dari kedalaman tanah dan cahaya musim semi yang abadi. Cahaya lembut muncul di telapak tangannya, menyelimuti kepala Sho dalam kilau hijau samar.

Kenangan tentang Cora... Perlahan memudar.

Tatapan, suara, kehadiran malam demi malam—semuanya mengabur, lenyap seperti embun yang menguap oleh mentari pagi.

Dan saat mantra selesai, Sho tetap tertidur damai, tanpa tahu bahwa hatinya telah dikosongkan dari satu sosok yang pernah menenangkannya.

Cora mengalungkan Sho sebuah kalung kristal berwarna hijau kepada Sho.

Wanita itu menatapnya satu kali lagi, kemudian berdiri.

“Maafkan aku... kau tak boleh mengingatku, belum sekarang.”

Lalu wanita itu menghilang... tanpa suara, tanpa cahaya.

---

Di Tempat Lain – Paviliun Pengasingan di Alam Bawah

Sementara dunia manusia tertidur dalam kegelapan malam, jauh di bawah permukaan bumi, di alam yang jarang diketahui dan lebih gelap dari kegelapan itu sendiri, berdirilah sebuah paviliun yang sunyi dan penuh rahasia.

Di balik tirai bayang-bayang dunia bawah, di sebuah ruang yang hanya diterangi oleh cahaya hijau redup dari tanaman langka, duduk sosok wanita anggun dengan rambut hitam legam dan mata merah rubi yang bersinar lembut. Sosok yang telah lama menyembunyikan dirinya dari dunia, dan terutama dari sang suami—Hades, penguasa dunia bawah.

Wanita itu memejamkan matanya sesaat, kemudian membukanya kembali dengan pandangan penuh beban namun tekad yang kuat.

“Aku telah memilihnya sejak awal... Sejak saat ia lahir ke dunia ini,” bisiknya pelan, suaranya bagai angin yang menyapu dedaunan basah.

Namun, ada sesuatu yang berbeda dari suara itu—ada getaran keilahian yang sulit diabaikan, dan aura yang mengandung jutaan rahasia.

Ia bangkit, lalu melangkah ke jendela paviliun, menatap jauh ke lorong-lorong dunia bawah yang gelap dan sunyi.

“Sho Noerant... Sang anak manusia kecil yang terpilih menjadi inkarnasi dari kekuatanku.”

Kata itu terucap dalam keheningan yang memekakkan.

Terungkap, sosok wanita misterius bernama Cora yang sering terkadang muncul di malam-malam Sho—ternyata adalah Persephone, sang Dewi Musim Semi sekaligus ratu dari dunia bawah.

Cora bukan siapa-siapa selain Persephone sendiri.

Dewi Musim Semi yang dikenal membawa kehidupan, sekaligus Ratu Dunia Bawah yang berkuasa atas kematian dan rahasia terdalam jiwa manusia.

Namun, untuk melindungi Sho, Persephone menahan hampir seluruh kekuatannya—karena keberadaan seorang dewa bisa melukai dan menghancurkan manusia yang rapuh hanya dengan sedikit saja energi ilahinya yang tak terkendali.

Ia memilih pengasingan di paviliun sunyi ini, jauh dari suaminya, jauh dari istana gelap Hades, agar tak menimbulkan ancaman bagi Sho yang masih kecil dan belum siap menghadapi takdirnya.

Dengan wajah yang kini tersenyum penuh harapan, walau dalam kesendirian, ia berbisik,

“Suatu hari, kau akan tumbuh menjadi pria yang kuat. Aku percaya itu. Aku percaya padamu.”

Dan di saat yang sama, di dunia manusia, Sho tidur tanpa sadar, sementara sosok Persephone melangkah perlahan dan duduk di singgasana miliknya, meninggalkan misteri yang mendalam.

1
J. Elymorz
lucuuuu
J. Elymorz
lucuuuu, sifat mereka berbanding terbalik
J. Elymorz
yahh hiatus/Cry/

semogaa hp nya author bisa sehat kembali, dan semoga di lancarkan kuliahnya, sehat sehat yaa author kesayangan kuu/Kiss//Kiss/
J. Elymorz
gila... hollow bener' gila
Soul Requiem
Ini Saya, Kyukasho, untuk sementara Chaotic Destiny Akan Hiatus dikaenakan HP saya rusak/Frown/
J. Elymorz: /Cry//Cry//Cry/
total 1 replies
J. Elymorz
ouh oke.. kelakuan bodoh dari krepes ternyata berguna, bagus krepes
J. Elymorz
si krepes dateng tiba-tiba banget plss, krepes jangan jadi beban yh/Grievance//Grievance/
J. Elymorz
akh... gantung banget plss/Grievance//Grievance/
J. Elymorz
SJSKSKKSK APASI SHO, PINTER BGT GOMBALNYA
J. Elymorz: aku pas baca chapter ini
awal: /Grimace/
tengah: /Hey/
akhir: /Kiss/
total 1 replies
J. Elymorz
aduh... perasaan yg rumit..
J. Elymorz
yara santai banget pls/Shame/
J. Elymorz
BAGUSS LIORAA
J. Elymorz
Ayooo lioraaaa, kamu pasti bisaaa/Determined//Determined/
J. Elymorz
AKHIRNYAAA SHO BALIKK/Joyful//Joyful/
J. Elymorz: "Kau adalah matahari ku.." KSSKKSKSKSKSKS APASI SHO, GOMBAL BGT/Hammer//Hammer/
total 1 replies
J. Elymorz
Persephone sayang banget sama sho/Cry//Cry/
J. Elymorz
wamduh ada plagiatnya sho, dasarr
J. Elymorz
baguss/Cry//Cry/
J. Elymorz
Ga tidur sama makan selama 3 hari? Bener-bener gila!! /Skull//Skull/
J. Elymorz
lucuuu, pertemuan liora dan cresswell membawa nostalgia saat pertama kali mereka bertemu/Hey//Hey/
J. Elymorz
akhirnya liora jadi high human/Smile//Smile/
J. Elymorz: ikut senangg/Smile//Smile/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!