LDR KATANYA BERAT!!
Tapi tidak bagi Rion dan Rayna. Ini kisah mereka yang berusaha mempertahankan hubungannya apa pun masalah yang mereka hadapi.
Tapi bagaimana jika masa lalu yang menggangu hubungan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfaira_13, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16
Mawar merah, bunga yang melambangkan cinta abadi. Mungkin banyak pria memberikan mawar merah saat ia mengungkapkan perasaannya terhadap wanita pertama kali. Tapi sebetulnya tak harus selalu begitu.
"Selamat datang!" Devi berucap di balik meja kasir saat pelanggan datang.
"Saya minta lima tangkai mawar merah ya!" seorang kakek tua berjalan tertatih memasuki toko bunga cemara. Rambutnya sudah tak hitam lagi, bahkan sebagian rambutnya sudah tak tumbuh lagi. Kakek itu tersenyum ramah kepada Devi.
"Kakek!" Rayna menyapa. Dengan segera ia menyiapkan lima tangkai mawar merah dan membungkusnya dengan plastik bening.
"Iya Rayna!" kakek itu tersenyum ramah.
"Neneknya mana?" tanya Rayna. Ia memberikan mawar merah pesanan sang kakek.
Kakek tua yang memang sudah menjadi pelanggan tetap di toko. Bukan hanya Rayna, tapi ketiga temannya juga sangat mengenali sang kakek. Biasanya ia pergi ke toko dengan istrinya. Bunga yang dipesan selalu sama, lima tangkai mawar merah. Entah apa maksudnya, tapi melihat kebersamaan mereka membuat Rayna dan ketiga temannya kagum.
Ia selalu berharap jika hubungannya dan Rion tak akan habis dimakan oleh waktu. Sama halnya seperti cinta sang kakek yang tak pernah habis hingga umur mereka tak lagi muda.
"Dia sudah tenang di alamnya Rayna," jawab sang kakek. Rayna dan Devi saling tatap.
"Maksud kakek?" tanya Devi.
"Dia sudah meninggal," jawab kakek. Wajah ramah yang tadi mereka lihat kini berubah menjadi sendu. Seolah menyimpan banyak kesedihan, kakek tersenyum dengan paksa. Menatap kedua wanita muda yang berada di depannya. Entah, sudah berapa banyak hal yang dilalui oleh sang kakek. Pasti menyesakkan sekali ditinggal oleh kekasih.
"Turut berduka cita ya kek!" ungkap Rayna prihatin.
"Iya Rayna, terima kasih." kakek itu tersenyum, berusaha menyembunyikan sedihnya. Meski siapa pun yang melihat akan merasakan pedih. Harus merasakan kesendirian di umur yang tak muda lagi, Rayna membayangkan betapa sepinya hidup kakek saat ini.
"Berarti kakek gak akan sering main ke sini lagi ya?" jika nenek sudah tidak ada, maka tidak ada alasan untuk sang kakek memesan bunga. Siapa lagi yang akan kakek berikan bunga setelahnya?.
"Saya akan terus datang sesering mungkin Rayna," ucap kakek.
"Tapi nenek..." Rayna tak sanggup lagi melanjutkan perkataannya.
"Saya akan terus memberikan bunga ini sebagai bukti bahwa saya benar-benar mencintainya, bahkan meski saya hanya bisa menaruhnya di atas gundukan tanah." seolah paham dengan yang ingin Rayna sampaikan, sang kakek menjelaskan.
"Saya ingin istri saya selalu merasa dicintai, kasihan kalau dia merasa sendiri."
Kakek itu pergi begitu saja setelah menyelesaikan pembayaran dan menerima bunga pesanannya.
Rayna menahan tangisnya, benarkah pria seperti kakek masih ada di masa sekarang? Jika memang ada, Rayna berharap jika Rion adalah salah satunya.
Kini Rayna menyadari, cinta yang abadi hanya bisa dimiliki oleh mereka yang sudah pergi. Bagaimana cara mereka tetap mendapat cinta meski dirinya tak lagi memberi cinta.
"*Hallo*!" Rion menyapa dari layar ponselnya.
"Hallo Ion!" balas Rayna. Ia tengah sibuk merias wajahnya dengan berbagai macam produk. Sebetulnya ia tak terlalu bisa merias wajah, tapi setidaknya ia selalu ingin agar terlihat segar jika bepergian.
"*Udah makan*?" tanya Rion.
"Belum nih!" balas Rayna.
"*Loh kenapa*?"
"Kak Raya belum pulang."
"*Mau Ion pesenin aja gak*?" khawatir jika Rayna terlambat makan akan membuat perutnya sakit. Rion tak akan menyuruhnya untuk masak di rumah.
"Enggak ah, kak Raya ngajak makan di luar."
"*Oh, makan apa*?"
"Makan bebek goreng," jawab Rayna.
"*Nanti makan yang banyak ya*!" Rion memperhatikan Rayna yang sedang bersiap untuk pergi. Kedua sudut bibirnya terangkat, senang melihat Rayna yang sedang sibuk dengan peralatan make up-nya.
Rion selalu berpikir jika wanita yang senang merias diri adalah wanita yang menyayangi dirinya sendiri. Mungkin istilahnya yang populer adalah *self love*.
Seolah menyadari jika Rion memperhatikannya, Rayna menatap balik. "Sayang!" panggil Rayna.
"*Hm? Kenapa*?" tanyanya dengan suara lembut.
"Sayang inget gak sama kakek?" Rion mengerutkan keningnya, berusaha mengingat-ingat kakek yang dimaksud.
"*Kakek*?" Rayna menunggu sampai Rion mengingatnya.
"*Kakek yang selalu ke toko? Yang sama nenek itu*?" tak tahu tepatnya kapan, Rayna pernah bercerita jika ada seorang kakek yang selalu datang bersama istrinya hanya untuk membeli bunga mawar.
"Iya, yang itu."
"*Kenapa*?"
"Nenek meninggal." Rayna menjawab dengan wajah murung. Untuk Rayna yang sejak kecil memiliki keluarga tak lengkap, kakek dan nenek sudah seperti keluarganya sendiri.
Sejak kecil ia tak pernah tahu bagaimana wajah kakek dan neneknya. Ia hanya tinggal bersama ayah dan Raya sejak kecil. Ibunya? Sudah lama berpisah dengan sang ayah.
"*Rayna sedih ya*?" tanya Rion prihatin.
"Aku kasian liat kakek dateng sendiri."
"*Its okay, Boleh nangis ko*." seolah kalimatnya adalah perintah, Rayna mulai meneteskan air matanya. Meski ia berusaha sekuat tenaga menahannya, sayang jika make up yang dipakai harus luntur terkena air mata.
"Kenapa ya mereka harus dipisah? Padahal cinta mereka besar banget."
"*Karena begitulah cara semesta bekerja, mempermainkan sebuah rasa dan membuat manusia terluka*." layaknya orang bijak Rion berkata.
"*Turut berduka cita ya sayang*," ungkap Rion prihatin. Jika saja hubungan mereka tak dipisahkan oleh jarak, mungkin Rion akan memeluk Rayna dengan erat.
"Iya."
"*Yaudah, katanya mau pergi kan? Nanti make up kamu luntur lagi loh*," ucap Rion mengingatkan.
"Iya."
"*Nanti kamu dateng ke makam nenek ya! Kamu bilang kalo kamu sayang banget sama nenek, terus jangan lupa kamu kasih semangat buat kakek juga ya cantik*!" Rayna mengangguk patuh dengan perintah Rion.
"Yaudah ya sayang, kak Raya kayanya udah pulang tuh." Rayna menggunakan tisu untuk menghapus sisa-sisa air matanya.
"*Iya, hati-hati! Titip salam buat kak Raya ya*!" ucap Rion.
"Iya sayang."
terus ortua mereka jg blm d jelasin ya kk ?