Memiliki saudara kembar nyatanya membuat Kinara tetap mendapat perlakuan berbeda. Kedua orang tuanya hanya memprioritaskan Kinanti, sang kakak saja. Menuruti semua keinginan Kinanti. Berbeda dengan dirinya yang harus menuruti keinginan kedua orang tuanya. Termasuk menikah dengan seorang pria kaya raya.
Kinara sangat membenci semua yang terjadi. Namun, rasa bakti terhadap kedua orang tuanya membuat Kinara tidak mampu membenci mereka.
Setelah pernikahan paksa itu terjadi. Hidup Kinara berubah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rita Tatha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Seorang wanita terduduk lemas di bawah wastafel. Tubuhnya telah kehilangan separuh lebih tenaga. Sejak pagi buta, ia terus saja memuntahkan makanan yang semalam dimakan. Bahkan, rasanya semua isi perutnya telah terkuras habis.
Dengan tenaga yang tersisa, ia berjalan perlahan sambil berpegangan tembok. Mengambil benda pipih yang tergeletak di atas kasur. Lalu menghubungi seseorang. Lima kali melakukan panggilan, tetapi tidak ada satu pun yang diterima. Wanita itu pun merasa cemas, gelisah, dan tidak tenang.
Untuk sementara, ia hanya bisa merebahkan tubuh di atas ranjang. Berharap nanti siang akan merasa lebih baik. Sampai tanpa terasa hampir dua jam ia terlelap. Akan tetapi, ketika terbangun, ia kembali berlari ke kamar mandi. Rasanya tidak tahan. Seperti ada yang mengocok perutnya sampai begitu mual.
Sampai akhirnya ia menyadari satu hal. Ada yang tidak beres dengan tubuhnya. Ia mengingat kapan terakhir kali datang bulan. Ahh, sudah dua minggu ini ia telat. Padahal selama ini datang bulannya selalu rutin. Seketika tubuhnya gemetar. Rasa cemas itu semakin menjadi-jadi. Entah kekuatan dari mana, ia bisa berjalan cepat menuju ke kasur lagi dan segera menghubungi seseorang.
Beruntung, untuk kali ini panggilan itu langsung terhubung.
"Sayang, bisakah kamu datang ke apartemenku dan membawa testpack."
"Testpack? Untuk apa?"
"Aku hanya ingin memastikan saja. Sepertinya aku terlambat datang bulan dan sekarang aku merasa tidak enak badan."
"Baiklah, aku akan segera ke tempatmu."
Panggilan itu pun terputus.
Wanita itu hanya menatap ponsel yang masih menyala. Tanpa terasa kedua matanya berkaca-kaca. Rasa cemas itu semakin merasuk ke hati. Menciptakan sebuah perasaan tidak nyaman hingga membuat rasa mual itu kembali datang.
***
"Kinan ... bagaimana?"
"Hanes, aku hamil."
Suara Kinan bergetar menahan tangis. Namun, pada akhirnya air mata itu tetap saja turun tanpa diminta. Yohanes, sang kekasih pun segera merebut benda kecil itu dan terlihatlah dengan jelas dua garis merah di sana. Seketika, tubuh Yohanes pun melemas.
"Bagaimana mungkin kamu bisa hamil." Gumamnya pasrah.
Perasaan Kinanti begitu sensitif. Mendengar gumaman itu justru membuat wanita tersebut meradang.
"Bagaimana mungkin? Ingat, kita sering melakukannya. Bahkan terakhir kita melakukan tanpa pengaman," ujar Kinanti dengan nada meninggi.
"Tapi bukankah kamu bilang bahwa kamu sedang tidak dalam masa subur. Kamu bahkan bilang semua akan baik saja dan tidak akan mungkin hamil!" Suara Yohanes tak kalah keras.
"Ya, memang. Tapi aku juga tidak tahu kalau akan hamil secepat ini. Lalu bagaimana setelah ini? Pasti papa akan membunuhku. Apalagi aku belum selesai kuliah." Kinanti berdiri bersandar tembok agar kakinya masih bisa berdiri tegak.
"Tidak ada jalan lain. Gugurkan bayi itu!"
Kinanti mendelik tajam tanpa rasa takut ke arah Yohanes. Tangannya mengepal dipenuhi amarah. "Kau gila! Bagaimana mungkin aku menggugurkan bayi ini! Aku tidak mau berdosa."
"Hahaha. Jangan munafik. Kamu pikir, kita berhubungan badan itu bukan sebuah dosa?" Yohanes tersenyum sinis. Seolah membungkam mulut Kinanti begitu saja. "Daripada berdebat, lebih baik kita diam dulu. Semua pasti bisa diselesaikan dengan kepala dingin."
Akhirnya, Kinanti hanya bisa menurut. Ia pun kembali ke kasur disusul oleh Yohanes. Bahkan, Yohanes memanggil seorang dokter untuk memeriksa kekasihnya tersebut.
Hampir dua jam berlalu. Tidak ada pembicaraan di antara keduanya. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Yohanes juga sibuk dengan ponselnya. Terus berkirim pesan entah dengan siapa. Kinanti yang mulai penasaran pun berusaha merebut benda pipih itu.
"Kembalikan!" sentak Yohanes. Berusaha merebut ponsel itu.
"Kamu sibuk sekali, kirim pesan dengan siapa, sih." Kinanti bangkit dan berusaha membaca pesan tersebut.
Tubuhnya memanas. Aliran darah di tubuhnya seperti mendidih. Tatapan matanya menunjukkan kilatan amarah bahkan tanpa sadar ia membanting ponsel tersebut hingga hancur berhamburan.
"Kamu gila! Siapa Cindy yang kamu panggil sayang itu!" bentak Kinanti menggelegar.
"Kamu yang gila! Untuk apa membanting ponselku, barang itu sangat penting!" Yohanes tak kalah gentar. Membentak balik wanita itu.
"Hanes ... kamu jahat. Aku hamil, dan sekarang aku baru tahu kalau kamu berselingkuh dariku." Tubuh Kinanti melemas. Selang beberapa saat, wanita itu tidak sadarkan diri hingga dilarikan ke rumah sakit oleh Yohanes.
***
Danu menggeram marah saat ada dua orang yang mencekal tangannya. Memaksa untuk ikut mereka. Ia sudah berusaha memberikan perlawanan, tapi kalah tenaga. Kedua orang bertubuh kekar itu sangat kuat.
"Kalian mau bawa aku ke mana! Sialan!" sentak Danu masih terus meronta. Namun, tidak ada jawaban. Mereka seperti patung yang hanya diam membisu, tetapi cekalan tangannya tidak sekalipun mengendur.
Sampai akhirnya mereka tiba di depan sebuah perusahan yang sangat megah. Danu pun terdiam ketika menginjak tempat itu. Sekarang ia tahu, di mana sekarang dirinya berada.
Mereka bertiga pun tiba di lantai atas dan langsung disambut oleh Rico. Setelah masuk ke ruangan, Rico pun meminta mereka untuk keluar dan menutup pintu rapat. Bahkan, Rico mengunci dari dalam agar pria di depannya tidak kabur.
"Kalau memang mau membicarakan hal penting, tinggal bilang saja. Tidak perlu memaksa seolah aku adalah seorang tahanan!" kata Danu penuh dengan penekanan.
"Memangnya kalau aku memintamu bertemu, kamu akan datang?" tanya Rico sembari tersenyum sinis.
"Tidak juga. Untuk apa aku bertemu dengan orang tidak penting sepertimu. Kecuali kalau kamu menyakiti Ara, maka aku akan mengejarmu sampai ke lubang semut sekalipun!"
Rico tertawa keras mendengar ucapan sekaligus ancaman itu. Lebih tepatnya, tawa yang begitu mengejek. Bukannya takut, Danu justru bersikap tenang dan beralih duduk di sofa tanpa diminta. Tidak ada gerak ketakutan sedikit pun dari lelaki itu.
"Sepertinya, kamu sangat sayang pada istriku."
"Tentu saja. Memangnya kenapa?"
Ah, Danu terus saja memancing. Sementara itu, Rico sudah mengepalkan tangan kuat. Bahkan, rahangnya mengetat. Mendengar kesungguhan Danu tersebut semakin membuat hatinya meradang.
"Jangan berpikir kamu bisa merebut Ara dariku!" Rico menunjuk wajah lelaki di depannya.
"Tenang, brother. Selama kamu tidak menyakiti Ara, aku akan diam saja. Aku justru berterima kasih karena kamu sudah menjaga Ara." Dengan gaya santai, Danu meluruskan tangan di kepala sofa dan menjadikan satu tangannya sebagai bantalan.
"Dari mana kamu tahu?"
"Kamu penasaran?" goda Danu. Makin menyulut kemarahan di hati Rico.
"Jangan memancing emosiku. Sudah bagus aku tidak memukulmu sampai babak belur karena masih terus menghubungi istriku. Apalagi dengan cara murahan, kamu mengganti namamu dengan nama perempuan!"
"Memang kenapa, justru Ara selalu bercerita bahwa kamu memperlakukan dia dengan sangat baik. Melebihi keluarganya sendiri."
"Dia berbicara seperti itu?"
"Ya. Tidak ada apa pun yang disembunyikan dariku. Hal apa pun pasti Ara akan bercerita padaku."
"Apakah dia juga bercerita kalau kami melewati malam pertama hingga ia dirawat di rumah sakit?"
jangan² nanti minta anak kakaknya diurus oleh ara kalau iya otw bakar rumahnya
kinara masih bisa sabar dan berbaik hati jangan kalian ngelunjak dan memanfaatkan kebaikan kinara jika gk bertaubat takut nya bom waktu kinara meledak dan itu akan hancurkan kalian berkeping" 😏😂