Empat tahun berlalu, Jagat Hartadi masih larut dalam perasaan cinta tak berbalas. Dia memilih menjalani hidup sendiri, hingga suatu malam dirinya membantu seorang wanita yang pingsan di pinggir jalan.
Jenna, itulah nama wanita tersebut. Siapa sangka, dia memiliki kisah kelam menyedihkan, yang membuat Jagat iba.
Dari sana, timbul niat Jagat untuk menikahi Jenna, meskipun belum mengenal baik wanita itu. Pernikahan tanpa dilandasi cinta akhirnya terjadi.
Akankah pernikahan yang berawal dari rasa kasihan, bisa menjadi surga dunia bagi Jenna dan Jagat?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Komalasari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 16 : Getar-getar Asmara
“Minum teh?”
Jagat mengangguk. “Kami sedang dalam tahap pendekatan. Dia menawarkan kerja sama. Prospeknya sangat bagus. Namun, aku belum mengambil keputusan,” terang pria tampan berkemeja putih itu.
Sikap tenang Jagat justru bertolak belakang dengan ekspresi Jenna, yang tak bisa menyembunyikan keresahan.
“Kenapa? Apa yang membuatmu gelisah?” tanya Jagat penasaran.
Jenna segera menggeleng karena tak mungkin mengatakan yang sebenarnya. Dia tak ingin memberikan penjelasan panjang lebar, yang bisa saja berdampak buruk bagi dirinya dan Sakha.
“Menurutku, apa yang kamu lakukan sudah benar. Jangan sembarangan dalam menerima tawaran kerja sama, meskipun datang dari orang yang terlihat meyakinkan sekalipun. Tidak ada yang bisa menebak isi hati seseorang.”
Ucapan Jenna membuat Jagat menautkan alis, bahkan melayangkan tatapan tak mengerti.
Melihat ekspresi Jagat, membuat Jenna sadar karena terlalu banyak bicara. “Maaf. Aku tidak bermaksud sok tahu,” ucap Jenna, diiringi senyum lembut. Dia hendak meralat ucapannya, dengan memberikan penjelasan logis. “Perasaan seorang wanita sangat peka. Mereka seperti anjing pelacak, yang dapat mengendus dari jauh, bahkan untuk sesuatu yang tersembunyi sekalipun. Kurasa, mungkin karena itulah ada istilah ‘Di belakang suami hebat, ada istri yang jauh lebih hebat.’ Aku pantas percaya diri.”
Jenna tertawa renyah, mencoba mencairkan suasana. Apa yang dilakukannya berhasil dengan mudah karena Jagat langsung menanggapi dengan senyuman cukup lebar.
“Aku berharap demikian. Semoga, kita bisa jadi partner yang solid. Meskipun selama ini aku bisa berdiri sendiri, tetapi pasti lebih menyenangkan bila ada seseorang yang menemani,” ucap Jagat, agak salah tingkah. Dia bagai remaja yang baru pertama kali berdekatan dengan lawan jenis.
“Terima kasih karena sudah mempercayakan itu padaku. Aku hanya ingin menitipkan diri padamu,” balas Jenna, seraya menatap Jagat penuh arti.
Jagat membalas tatapan itu dengan cara yang sama, bahkan jauh lebih bermakna. Ada harapan besar dalam sorot matanya, yang dilabuhkan kepada Jenna.
Benih-benih cinta memang belum sepenuhnya tumbuh di hati Jagat, meskipun kekaguman terhadap Jenna sudah timbul, sejak menyadari betapa cantik paras wanita 23 tahun itu. Jagat hanya membutuhkan waktu untuk memantapkan hati, melepaskan kungkungan masa lalu dari cinta tak berbalas yang telah menyakitinya.
“Lalu, di mana Pak Haris sekarang?” tanya Jenna basa-basi.
“Dia sudah pulang karena masih ada urusan lain,” jawab Jagat.
Lega. Itulah yang Jenna rasakan mendengar Haris sudah tidak ada di rumah Jagat. Setidaknya, dia bisa lebih leluasa dan tidak merasa diawasi.
Menjelang petang, para tamu undangan sudah pulang. Suasana sepi kembali hadir di kediaman mewah Jagat. Namun, itu tak berarti apa-apa karena kehadiran Sakha. Tangisannya melengking, menghadirkan rasa yang berbeda bagi Jagat.
“Aku baru selesai mengganti baju dan popoknya. Dia tidak suka diganggu,” ucap Jenna, ketika Jagat masuk ke kamar karena mendengar Sakha menangis.
“Kamu sudah piawai melakukan itu. Apakah pernah belajar sebelumnya?” tanya Jagat, memperhatikan Jenna yang hendak menyusui Sakha.
“Tidak juga. Mungkin karena naluri seorang ibu,” jawab Jenna santai. Tanpa ada rasa canggung, wanita itu mengeluarkan payu.dara di depan Jagat, lalu menyusui sang bayi.
Jagat yang belum terbiasa, justru terlihat agak risi. Namun, dia berusaha mengesampingkan itu, meskipun tetap terasa aneh. Mungkin akan lain cerita, bila sebelumnya sudah pernah melihat anggota tubuh Jenna dan ….
“Astaga,” gumam Jagat pelan, diiringi gelengan tak mengerti. Dia memilih masuk ke walk in closet, untuk berganti pakaian. Sesaat kemudian, pengusaha tampan 41 tahun tersebut kembali dengan mengenakan T-shirt round neck hitam polos dan celana tidur. Tampilannya jadi terlihat lebih santai.
“Jika sudah selesai, kita turun dulu untuk makan malam,” ucap Jagat, seraya berdiri di dekat tempat tidur.
Jenna mengangguk, lalu berdiri. Dia membaringkan Sakha di dalam box.
Namun, Jenna tak langsung beranjak dari tempat tidur Sakha. Ditatapnya sang bayi yang terlelap, setelah kenyang minum ASI. Sakha juga terlihat lebih nyaman karena sudah berganti pakaian.
“Dia sangat tampan,” ucap Jagat, yang ikut berdiri di dekat box bayi, tepat di sebelah Jenna.
“Tidak akan ada yang mengira Sakha bukanlah darah dagingmu,” balas Jenna, seraya mengalihkan pandangan kepada Jagat.
“Kenapa?” Jagat membalas tatapan sang istri.
“Karena kamu juga sangat tampan,” balas Jenna, diiringi senyum lembut.
Jagat langsung tersenyum mendengar ucapan Jenna. Dia tak tahu harus menanggapi bagaimana. Pengusaha yang betah melajang dalam waktu lama itu mengembuskan napas pelan. “Sudah berani merayuku,” ucap Jagat, setengah berbisik.
“Ya, ampun. Semoga itu tidak membuatmu melayang terlalu jauh,” balas Jenna, yang sepertinya sengaja mengajak Jagat bercanda.
“Kalau begitu, pegangi aku agar tetap di sini.” Jagat menghadapkan tubuh sepenuhnya kepada Jenna, yang melakukan hal serupa.
Empat mata bertemu dalam satu pandangan. Getar-getar asmara perlahan hadir, menggelitik relung hati sejoli yang disatukan tanpa ada rasa cinta. Namun, bukan salah mereka bila ketertarikan akhirnya muncul di antara keduanya.
Entah siapa yang memulai. Entah bagaimana itu berawal. Satu yang pasti, bibir mereka telah bertaut mesra. Tanpa kata sekadar meminta izin, mereka langsung meleburkan rasa canggung yang kini tak terlihat lagi. Lidah bertemu lidah. Asyik bermain dan saling menggelitik hasrat masing-masing.
“Ah,” de.sah pelan Jenna terdengar, saat Jagat menghentikan ciumannya. Jenna membuka mata sesaat, merasakan hangat telapak tangan Jagat di pipinya. Ibu satu anak itu tersenyum lembut, seakan memberi isyarat akan sesuatu.
Tanpa harus meminta, Jagat sudah memahami makna dari tatapan serta senyum Jenna. Sekali lagi, dia melu.mat mesra bibir wanita muda itu, seolah ingin mengobati segala kerinduannya akan hangat mesra seorang wanita.
Perlahan, Jagat mendorong Jenna mundur ke tempat tidur tanpa menghentikan ciumannya. Dia merebahkan, mencumbui wanita muda yang baru menemaninya selama beberapa bulan.
Makin lama, hasrat dalam diri Jagat makin bergelora. Naluri kelelakiannya terbangkitkan dan tak bisa dikendalikan lagi. Entah kapan terakhir kali dia bermesraan dengan lawan jenis, berhubung ini seperti pertama baginya.
“Aku belum bisa melayanimu sekarang,” ucap Jenna, mencegah Jagat berbuat lebih jauh terhadapnya.
Jagat yang sudah dikuasai gairah luar biasa, mengembuskan napas pelan bernada keluhan. Dia memejamkan mata sesaat, mencoba menetralkan pikirannya yang tak menentu. Namun, Jagat memahami keadaan Jenna, yang baru melahirkan beberapa hari lalu. Kondisinya tak mungkin dipaksakan untuk berhubungan badan. Pengusaha tampan 41 tahun itu bangkit dari atas tubuh Jenna. Dia bermaksud turun dari tempat tidur. Namun, dengan segera Jenna mencegahnya.
“Kenapa?” tanya Jagat, seraya menoleh.
“Aku bisa memuaskanmu dengan cara lain,” jawab Jenna, yang bisa menangkap kekecewaan di wajah Jagat. Dia turun, lalu berlutut di hadapan Jagat.