Kejadian pilu pun tak terduga menimpa Bjorn, para polisi menuduh dia sebagai kaki tangan seorang kriminal dan akhirnya ditembak mati secara tragis.
Bjorn yang tidak tahu alasannya mengapa dirinya harus mati pun terbangun dari kematiannya, tetapi ini bukanlah Akhirat.. Melainkan dunia Kayangan tempat berkumpulnya legenda-legenda mitologi dunia.
Walau sulit menerima kenyataan kalau dirinya telah mati dan berada di dunia yang berbeda, Bjorn mulai membiasakan hidup baru nya dirumah sederhana bersama orang-orang yang menerima nya dengan hangat. Mencoba melupakan masa lalunya sebagai seorang petarung.
Sampai saat desa yang ia tinggali, dibantai habis oleh tentara bezirah hitam misterius. Bjorn yang mengutuk tindakan tersebut menjadi menggila, dan memutuskan untuk berkelana memecahkan teka-teki dunia ini.
Perjalanan panjangnya pun dimulai ketika dia bertemu dengan orang-orang yang memiliki tujuan yang sama dengan dirinya.
(REVISI BERLANJUT)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yudha Lavera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15. Teman baru ikut membantu
Januza membuka mata-nya sipit-sipit, cahaya api unggun dari depan wajahnya agak menyilaukan, mengkedip-kedipkan mata menyesuaikan penglihatannya yang baru saja bangun dari pingsannya, tubuhnya berbaring diatas rerumputan, terdengar suara teman-temannya sedang mengobrol.
Dia mengangkat setengah tubuhnya dengan lengan menopang, Januza linglung.. melempar pandang kiri dan kanan "Kalian? Tumben sekali membuat api unggun dini hari?" Tanya Januza pada teman satu regu nya yang sedang berbincang kecil, mereka semua duduk melingkar, serentak menatapinya.
"Dini hari? Ini sudah hampir malam" Sahut Sulpha yang duduk diatas tumpukan jerami.
"Malam? Aku pikir aku pingsan beberapa menit" Januza memegangi keningnya.
"Beberapa menit mu itu sangat lama" Balas Amoria, gadis duyung itu bersandar di tubuh beruang besar yang sedang berbaring tengkurap. Seraya mengelus lembut bulu-bulu lebat beruang malas itu.
Januza mengerutkan mata-nya memperhatikan beruang itu dengan jeli, setelah menyadarinya, dia tercekat kejut, melompatkan tubuhnya seakan ingin menerjang beruang itu "Amoria, awas! Hewan itu buas" Ucap Januza was-was.
"Ya.. Hewan buas ini aku yang mengobati nya~" Ucap Amoria sambil mengelus manja kepala beruang tersebut "Anak pintar~ anak pintar tidak akan menyakiti mama 'kan?" Ucap manja Amoria seraya membelai bulu hangat beruang itu dengan gemas.
"Paman Bjorn yang menyuruhnya untuk mengobati luka Nogale" Sahut Neil sambil meniupi jagung bakar di api unggun.
"Nogale? Jadi nama beruang jelek ini Nogale?"
"Entah, saat diobati beruang itu berulang kali merintih sambil mengucapkan Nogale. Jadi aku memberinya nama Nogale" Ucap Neil dengan mulut yang penuh dengan jagung bakarnya.
Pandangan Januza merujuk pada Bjorn yang sedang menikmati secangkir teh hangat di depan api unggun seolah tidak ingin ikut campur "Bjorn, kenapa kau ingin menyembuhkan Nogale juga?"
Bjorn menoleh, mengerutkan sebelah alis "Nogale?"
"Ah, sial. Maksudku beruang itu"
"Jadi kau sudah memberi nya nama?" Tanya Bjorn.
"Tidak, bukan begitu.. Neil yang memberinya nama itu"
Amoria menyahut dari sisi lain api unggun "Neil memberikan Nogale?"
Neil menoleh pada Amoria "Memberikan apa?" Tangannya memegangi jagung bakar.
"Nogale" Jawab Sulpha.
"Nogale?" Tanya Bjorn.
Beruang itu menyahut "Nogale" Dengan nada malas.
Januza pusing, menggaruk kepala-nya frustasi "Cukup! Itu tidak menjawab pertanyaanku"
"Aku membawa Nogale ikut, karena Sulpha bilang dia bukanlah monster ataupun hewan" Ucap Bjorn disambung kembali menyeruput teh hangat-nya.
"Memangnya dia apa?" Tanya Januza pada Sulpha.
"Nogale itu senjata kuno, aku pernah mendengar cerita nya saat aku masih kecil. Dia adalah sebuah tombak kuno yang bisa berubah wujud menjadi beruang milik seorang Raja bangsawan yang tak diketahui siapa namanya, kemudian saat Raja tersebut meninggal, Tombak itu pun diwariskan pada anaknya, alih-alih diturunkan kepada anak raja, beruang itu merasa kesal dengan keahlian tombak penerus-nya, Nogale tak ingin dipakai oleh orang yang dianggapnya lemah, lalu dia memutus sepihak kontraknya dengan darah keluarga kerajaan dan menghilang entah kemana"
"Lalu bagaimana bisa kau tahu beruang ini adalah Nogale dari cerita itu?" Januza penasaran.
"Mudah saja.. Karena beruang itu hanya bisa bicara Nogale"
...****************...
Suara ketukan pintu beberapa kali diulangi. Seorang pelayan wanita mencoba membangunkan Yver yang sedang tertidur dari balik pintu kamarnya "Tuan, sarapan sudah siap. Ayahanda menunggu anda di meja makan"
Dengkuran kecil dari dalam kamar berhenti "Hmm.. Ya ya.. aku segera kesana" Jawab Yver dengan nada malas.
Mengangkat punggungnya dari ranjang mewah, Yver sipit-sipit menatapi pemandangan kota dari jendela kamar, sambil bergumam "Ah sial, hari ini libur" Lalu menguap keras dengan sebelah telapak tangan membungkus mulutnya.
Semua misi dengan kelas tertinggi telah ia selesaikan bersama regu-nya, Yver mengeluh karena tak begitu bisa menikmati hari libur. Itu karena dia bukanlah seorang yang bersosial dan memiliki banyak teman. Kebanyakan hari liburnya hanya dipakai untuk melamun dan tidur seharian.
Yver beranjak dari ranjang-nya, dan membuka pintu kamarnya yang berada di lantai dua, pintu itu langsung terhubung pada tangga lantai bawah, dan menyapa ayahnya yang sedang duduk menunggunya di meja makan "Pagi yah.." Sambil menggaruk anak rambut yang membuat belakang lehernya gatal.
Dengan baju tidurnya ia menikmati sarapan bersama ayahnya "Kau tidak mandi? Memangnya hari ini tidak ada misi yang menarik?" Tanya ayah-nya sambil memotong steak panggangnya dari piring.
"Tidak, hari ini aku libur" Balas Yver sambil mengunyah daging di mulutnya.
Ayah nya berhenti memotong daging steak, meletakan pisau dan garpu nya di sebelah piring "Ayah harap kau tidak menghabiskan waktu-mu untuk bermalasan dirumah"
"Kalau itu aku tak bisa menjamin" Balas Yver.
"...."
Pria dengan baju tidur itu menoleh pada ayahnya karena tak menyahut jawabannya, ketika dilihat, wajah ayahnya mengerutkan ekspresi kesal.
"Iya iya, aku akan menikmati hari liburku" Sambung Yver.
Wajah ayahnya kembali cerah "Bagus, itu baru anakku"
Mereka melanjutkan sarapan mewah itu sambil berbincang layaknya anak dan ayah.
......................
Kerumunan orang membuat Yver merasa risih, dia berjalan menyusuri pemukiman padat tanpa tahu arah tujuan, mungkin pergi keluar rumah untuk menikmati liburan adalah hal aneh baginya.
Karena tidak berniat sama sekali untuk datang ke Serikat, ia tak mengenakan zirah lengkap-nya, hanya memakai baju casual dan membawa pedang andalan-nya yang dikaitkan di pinggang celana.
Samar-samar dia memikirkan Bjorn sambil berjalan. Yver pikir orang itu cukup menarik, meski dia tak tahu apa-apa tentang Bjorn. Dia mencoba membayangkan jurus Bjorn saat berhadapan dengannya tempo hari di dalam Serikat.
Dia bangun dari lamunan, Yver menghentikan langkahnya "Sepertinya aku jalan terlalu jauh" Sambil menatapi semak belukar didepannya. Jalan ini buntu, tak ada persimpangan lain dan jauh dari pemukiman warga sekitar, satu-satunya jalan yaitu memutar balik.
Ketika Yver melangkah memutar, telinga nya tersambar suara samar, suara kecil itu seperti tawa seorang gadis kecil dari balik semak rimbun ini.
"Memangnya ada orang dibalik hutan ini?" Yver bertanya-bertanya.
Merasa penasaran, ia menyelinap hati-hati melewati semak hutan, sambil mengikuti sumber suara kecil itu.. Setelah melangkah lebih dalam, suara tawa itu semakin jelas di telinganya. Suara itu muncul dari balik pohon besar yang mungkin umurnya sudah tua.
Dibalik pohon tua itu ada sebuah rumah sederhana, dari atap rumahnya ada cerobong asap yang mengeluarkan asap tipis, seperti ada seseorang yang sedang memasak sesuatu dari dalam.
Yver menyelinap keluar dari ranting pohon kecil menuju rumah itu, beberapa dahan rimbun tersangkut di kaki-nya, meski sempat merasa agak kesulitan, akhirnya dia memaksa melompat dan keluar dari semak itu, betapa terkejutnya ia, semua mata tertuju pada Yver. Bjorn sedang duduk bersandar dikursi kayu santai sambil memegangi secangkit teh, Januza dan Nogale melakukan latih tanding, Sulpha yang sibuk membuat busur panah, dan Neil bersama Kundea memotong beberapa balok kayu bakar, aktifitas mereka sesaat membeku, dan memperhatikan orang asing yang tiba-tiba masuk kedalam lingkungan markas sederhana mereka.
Yver pun merasa sedikit canggung, lalu mengepalkan genggaman tangannya ke bibir seraya berdeham keras "Ehm.. Sepertinya aku tersesat" Membuang tawa kecil terpaksa dan membuang pandang sembarang.
"Kau sengaja kesini ingin membalas dendam pada Bjorn 'kan?" Ucap tengil Januza, disambung Nogale menyebutkan nama-nya sambil mengangguk.
Kundea menyela masuk pembicaraan "Pria ini.. Pria yang angkuh itu 'kan?" Tanya Polosnya.
"Terimakasih pujian-nya, tapi jujur saja aku kemari karena tersesat" Ucap Yver bernada datar.
"Aku mendengar suara tawa gadis kecil dari luar hutan dan mengikutinya, kemudian suara itu membawa ku kemari" ucap Yver.
"Oh, aku tertawa karena kak Januza dan Nogale mempertaruhkan makan malamnya untuk latihan konyol itu, tapi dari tadi pertarungan mereka selalu seri" Sahut Neil mengelap keringat di pipinya.
"Nogale?"
"Maksudmu Nogale kuno?" Jawab Yver penasaran dengan wajah terlalu dekat.
"Hei.. Kundea, Kakak ini membuat ku sedikit takut, dia bukan pedofil 'kan?" Ucap Neil bibirnya memonyong ke-samping.
"Kau! Jangan sok akrab dengannya, kau sudah membuat tombak Januza rusak" Lantang Amoria yang tiba-tiba muncul dari pintu markas menantang dengan tangan mengangkat centong sayur.
"Terimakasih sudah perhatian padaku duyung" Sahut Januza.
"Jangan merayu-ku! Bantu Neil menyelesaikan balok kayu itu jika kau ingin makan"
"Ehh.."
"Cepat!" Sambil melempar centong sayurnya mengenai Januza "Iya iya" Januza menutupi kepalanya menghindari lemparan itu.
Bjorn bangun dari duduknya, melangkah sedikit dan menopangkan kuduk nya di sebuah pilar kayu teras markas "Kau.. Yver kan? Wajahmu seperti tahu sesuatu soal Nogale"
"Tentu, aku mempelajari banyak tentang senjata kuno" Jawab Yver.
"Kalau begitu kemarilah, singgah sebentar.."
Bjorn menolehkan wajah pada Amoria "Tolong buatkan dia teh"
"Aku ingin menanyakan hal itu sambil menikmati teh herbal ini" Ucap Bjorn pada Yver, kemudian melangkah mundur dan menjatuhkan tubuhnya kembali di kursi.
.....
Amoria dengan hati-hati menurunkan secangkir teh hangat dari nampan ke meja "Aku akan bayar teh ini" Ucap Yver "Tak apa, ini gratis" Balas Amoria kembali berjalan memasuki pintu "Teh nya hangat, orangnya dingin" Tatapan sinis Yver.
Yver membuang pandangannya kiri dan kanan, mengamati gerak-gerik sekitarnya, tubuhnya kaku dan risih, sesekali sebelah kakinya yang tertekuk di guncang naik turun karena merasa canggung.
Bjorn paham dengan prilaku Yver "Tak perlu gugup, kami tak menyimpan dendam padamu" Ucapnya.
Membalas dengan tertawa kecil "Aku merasa biasa saja dari tadi" Yver mencoba terlihat nyaman.
"Yang ku dengar.. Nogale ini senjata kuno yang membangkang dari kontraknya, benarkah begitu?" Tanya Bjorn, dan mengambil cangkir tehnya dari meja.
"Kau mau mulai dari mana?" Balas Yver.
"Dari intinya saja" Bjorn meniup pelan tehnya.
"Menurut sejarah yang kupelajari, kontrak terakhir Nogale yaitu dengan Turtios, seorang pangeran sekaligus anak dari raja Ryatmun. Setelah memutus kontrak secara sepihak, Nogale berkelana dengan cara mengamuk membabi buta, ia berharap ada orang kuat yang bisa mengalahkannya, dan bisa melakukan kontrak dengan orang kuat lagi"
"Dan aku kira Nogale sudah mendapatkan seseorang yang kuat, selama ini aku pikir jika suatu saat bertemu Nogale.. Akulah orang yang mungkin layak untuk menjalin kontrak dengannya" Yver membuang pandang pada Nogale yang sibuk memotong balok kayu bersama Januza.
Sebelah tangan Bjorn mengurai rambut, membuka jari telungkap dan menopang pinggir dahi, memiringkan kepala, rambut-rambutnya sedikit terurai di sela-sela jari itu, ia menatap datar Yver "Januza kehilangan tombaknya.." Ucapan Bjorn yang membuat Yver kembali memberi fokus padanya.
"Tapi, dia sudah bertarung imbang dengan Nogale tanpa senjata, dan tanpa bantuan apapaun.."
"..Apa dengan begitu, menurutmu Januza tidak layak mendapatkan Nogale?"
Yver menyipitkan mata, memberikan senyum ramah meski agak terpaksa "Aku tidak bilang begitu, tentu saat ini Januza lah yang sangat cocok dengannya"
"Ngomong-ngomong, pedangmu itu bukan pedang biasa 'kan?" Tanya Bjorn.
"Ya.. Diantara semua bangsawan yang punya banyak pedang, aku hanya memiliki satu pedang ini seumur hidupku" Jawab Yver.
"Butuh waktu lama untuk bisa menggunakan pedang ini, karena penghuni asli pedang ini adalah Hyena"
"Karena Hyena adalah hewan berkelompok, jadi pedang ini selalu meminta rekan yang terlantar, akhirnya.. Saat ini pedang-ku telah dihuni enam hewan buas" Sambung Yver mengusap lembut sarung pedangnya.
Alis Bjorn diangkat "Di regu ku saat ini, sudah dua orang yang memiliki senjata kuno, meski Januza masih belum bisa dibilang sepenuhnya menjalin kontrak dengan Nogale"
"Oh ya? Siapa satunya?" Yver penasaran.
"Neil.. Dia menjalin kontrak dengan ular hujan"
"Ular hujan, ya? Spesies itu setahuku sudah lama punah, apa aku boleh bertemu dengannya?"
"Kau tidak menyadari-nya? saat kau datang tadi, Neil mencoba bertanya sesuatu pada gadis satunya yang ia panggil Kundea"
"Maksudmu? Kundea ..Itu ular hujan?"
"Benar.."
Bjorn memanggil Sulpha yang sedang mengasah busurnya "Panggilkan Neil kesini" Ucap Bjorn.
Sulpha memberi sinyal "Oke" Dari jari nya, dan berjalan memasuki hutan, karena sebelumnya Neil bilang ingin mencari tambahan balok kayu.
"Dia tidak hanya melakukan kontrak dengan ular itu, tapi dia juga menggunakan kapak asli dari peninggalan ketua suku mereka" Ucap Bjorn membanggakan.
"Benarkah? Aku harap kau tidak melebih-lebihkan" Ucap Yver.
"Aku bukan orang yang berlebihan seperti mu"
Dari jauh, pandangan mata Bjorn teralihkan pada gestur Sulpha yang melambai di tepi hutan seperti isyarat memanggil, wajahnya mengerutkan ekspresi serius.
"Tunggu sebentar" Ucap Bjorn bangkit dari kursi-nya bergegas meninggalkan Yver.
Yver memutar kepalanya ke belakang, penasaran dengan apa yang Bjorn dan Sulpha bicarakan, Mereka berdua tampak berbicara serius, sempat Bjorn memegangi keningnya dan memarahi Sulpha.
Yver bangun dari kursinya, berjalan mendekati Bjorn tanpa maksud ikut campur "Ada apa Bjorn?"
Dengan enggan Bjorn menjawab, sambil membuang napas panjang "Neil di culik"
Januza yang mendengar hal itu langsung ikut mendekat "Bagaimana maksudmu diculik? Jangan bercanda Bjorn"
Bjorn mengangkat kepala nya yang sedang menunduk frustasi, membalas tatap mata Januza yang serius "Tak mungkin aku bercanda, Sulpha yang mengata-" Mata Bjorn teralihkan pada tangan Januza yang memegang kapak hitam milik Neil.
"Sejak kapan kapak itu ada di tanganmu?" Tanya Bjorn.
"Neil menyuruhku membelah balok kayu menggunakan ini, jadi aku menggunakan-nya" Balas Januza.
"Yang benar saja! Neil tidak membawa kapaknya, dan Kundea tidak akan bisa muncul jika jauh dari kapak itu" Bjorn semakin gelisah, kedua tangannya memegangi dahi dan mengacak-acak rambutnya.
Sulpha langsung mengeluarkan selembar kertas yang terlipat "Aku menemukan ini di sekitar ranting pohon"
Bjorn mengambil kertas yang terlipat rapih itu, membuka lipatannya dan membaca tulisan didalamnya secara seksama.
^^^Gadis berambut pirang ini kami culik, kami akan memberikannya kepada Naga air yang agung sebagai tumbal persembahan.^^^
^^^•Kekaisaran Platas^^^
"Kaisar Platas?!" tanggap Yver terkejut.
"Apa? Kau tahu sesuatu?" Tanya Bjorn tergesa-gesa.
"Mereka Kekaisaran yang baru-baru ini terdengar namanya, tidak ada yang tahu mereka itu berasal dari mana.. Menurut saksi dari Larson, tempat itu berisikan ras monster, tak ada satupun manusia didalam nya"
"Kau tahu dimana lokasi nya?"
"Tempat itu berada di selatan dari sini, sekitar tiga puluh menit jika kita berlari"
"Baiklah, Yver. Kita segera kesana, tolong pimpin jalan nya. Sulpha, kau panggil Amoria dan gendong dengan angin mu menyusul dari belakang"
"Bagaimana denganku?" Tanya Januza.
"Kau jaga markas" sahut Bjorn yang tergesa-gesa meninggalkannya.
"Menjaga mar-- yang benar saja!"
"Hei, turutilah.. Ini perintah ketua" Ucap Sulpha menepuk pundak Januza.