Mia Maulida seorang wanita berusia 36 tahun dengan dua orang anak yang beranjak remaja menjalankan multi peran sebagai orangtua, isteri dan perempuan bekerja, entahlah lelah yang dirasa menjalankan perannya terbersit penyesalan dalam hati kenapa dirinya dulu memutuskan menikah muda yang menjadikan dunianya kini terasa begitu sempit, Astaghfirullahal'adzim..lirihnya memohon ampun kepadaNYA seraya berdoa dalam hati semoga ada kebaikan dan hikmah yang dirasakan di masa depan, kalaupun bukan untuknya mungkin untuk anak anaknya kelak.
Muhammad Harris Pratama seorang pengusaha muda sukses yang menikah dengan perempuan cantik bernama Vivi Andriani tujuh tahun lalu, nyatanya kini merasakan hampa karena belum mendapatkan keturunan. Di saat kehampaan yang dialaminya, tak disangka semesta mempertemukan kembali dengan perempuan cantik berwajah bening nan teduh yang dikaguminya di masa putih abu-abu. Terbersit tanya kenapa dipertemukan saat sudah memilki kehidupan dengan pasangan masing-masing?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mutiah Azzqa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Andai Mia bisa mengulang waktu, rasanya ingin sekali Ia kembali ke masa lajangnya untuk mencari pengalaman hidup yang sebanyak-banyaknya, ingin sekolah lagi melanjutkan kuliah sampai menjadi sarjana, menambah pertemanan, memperluas pergaulannya, mengunjungi tempat-tempat yang ingin dikunjungi, mengumpulkan uang yang banyak untuk kedua orangtuanya, agar bisa memberangkatkan kedua orang tuanya pergi haji, dan banyak lagi hal yang ingin dilakukannya.
Tapi itu semua mustahil terjadi, Ibu dan Bapaknya Mia sudah berpulang ketika anak-anaknya, Zahra masih kelas III SD dan Zayan kelas II SD, dan Mia belum bisa memberikan kebanggaan dan kebahagiaan apa-apa kepada kedua orang tuanya selama hidupnya. Rasa kehilangan ketika ditinggal Ibunya, lalu beberapa bulan setelahnya Bapaknya juga pergi untuk selamanya terasa begitu berat untuk Mia, karena kakak laki-lakinya yang tinggal jauh di luar kota dan sudah mempunyai keluarga sendiri membuat Mia merasa sebatang kara, seperti tidak punya kekuatan dan sandaran meski Ia punya suami, tidak ada yang mampu memberikan cinta untuknya sebesar cinta kedua orang tuanya.
Memang Andi bukan suami yang jahat, tidak pernah mengkhianati pernikahan atau berlaku kasar kepadanya atau melakukan kekerasan selama berumah tangga, namun Andi yang sangat cuek kepadanya, tidak banyak mengerti tentangnya tapi tak pernah mau benar-benar mendengarkan keluh kesah isterinya, yang ada setiap ingin bercerita apapun suaminya sering memotong pembicaraan yang menurutnya tidak penting, dengan alasan yang sama dia juga lelah Andi selalu bilang kepadanya untuk mensyukuri dan menerima saja apapun dan jangan banyak mengeluh membuat Mia merasa sangat tidak pantas untuk dimengerti dan dibahagiakan oleh suaminya, Mia merasa orang yang tidak berharga apalagi istimewa keberadaanya di mata suaminya.
Kekuatan yang tersisa pada dirinya hanyalah kedua anaknya, Zahra dan Zayan yang selalu menjadi alasan Mia untuk selalu bertahan menjalani kerasnya hidup dalam keadaan yang serba terbatas, bagaimanapun harus semangat untuk memperjuangkan masa depan anak-anaknya yang diharapakan akan jauh lebih baik nasibnya daripada dirinya. Mia sangat bersyukur memiliki kedua anaknya, betapa Allah sangat baik kepadanya memberikan keturunan sepasang anak laki-laki dan perempuan yang tampan dan cantik, lengkap, fisik yang sempurna, soleh dan soleha adalah anugerah yang luar biasa baginya.
Alhasil hubungan pernikahan Mia dan Andi yang sudah belasan tahun dijalani bukan bertambah kuat ikatannya, chemistry suami isteri yang kurang, waktu yang terbatas, komunikasi diantara keduanya mungkin tidak bisa dibilang buruk, namun tidak bisa juga dibilang baik, hanya seadanya. Mereka hanya berbicara tentang hal yang penting saja, bicara tentang pembayaran SPP sekolah anak, pembelian token listrik, beras, gas habis, dan hal penting lainnya yang berkaitan dengan keberlangsungan hidup keluarganya.
Sering kali kalau bicara hal yang serius tentang pekerjaan atau visi misi rumah tangga ke depannya pasti berujung perdebatan dan emosi yang meledak-ledak baik dari dirinya ataupun suaminya, tidak pernah saling berbicara dari hati ke hati yang menentramkan, dan tak pernah ada ujung kata titik sepakat yang dituju. Kehidupan rumah tangganya dibiarkan mengalir mengikuti arus yang ada.
Mia sering mendengar ungkapan yang mengatakan di balik Lelaki Hebat pasti selalu ada wanita hebat di belakangnya, Mia merasa tersindir hatinya mungkinkah dirinya bukan wanita hebat itu yang tak bisa menjadikan suaminya Lelaki Hebat yang bisa sukses dengan karir yang cemerlang, menjadi seseorang yang kaya, punya kuasa dan jabatan yang tinggi. Meskipun setiap saat di waktu sholatnya ia tidak pernah lupa untuk mendo'akan suaminya dan pasti juga anak-anaknya, memohonkan rezeki keluarganya, kesuksesan suaminya dan keberhasilan anak-anaknya dalam belajar dan menuntut ilmu.
Atau apakah mungkin Ia adalah isteri yang tidak membawa keberuntungan untuk rezeki suaminya ?? semua pertanyaan itu terbersit dan tertanam dalam benaknya, menjadikan ia merasa rendah diri dan sangat tidak berguna, sehingga ia merasa sangat kerdil di tengah gegap gempitanya dunia.
Ingin rasanya Mia menyerah setiap kali merasakan lelah hati, fisik dan jiwanya. Ingin ia berbagi rasa kepada suaminya tapi tak mungkin Ia lakukan, karena laki-lakinya itu tidak akan mengerti perasaannya, yang ada hanya dibilang ia manja, kolokan, 'semua jangan terlalu dirasakan supaya tidak mudah merasa capek', itu yang selalu Andi katakan kepadanya, membuat Mia lebih memilih diam dan memendam rasanya sendirian setiap ingin cerita apapun karena percuma begitu fikirnya. Mia hanya bisa membagi rasa sama Tuhan nya di saat sholat malam, duduk terdiam sendiri, sunyi tanpa kata, hanya air mata yang bicara yang setelahnya mampu membuat hatinya bisa merasakan kelegaan.
Kalau ditanya apakah Mia bahagia hidup bersama suaminya? Atau apakah Mia mencintai suaminya? Mungkin Mia akan menjawab dalam hatinya tidak tahu.
Apa itu cinta?? Tidak tahu, untuknya sekarang tidak penting berbicara tentang cinta.
Hanya Iman kepada Sang Pencipta di dalam hatinya yang selalu menjadi kendali, berusaha kuat menjalani komitmen pernikahan dengan sebaik-baiknya hingga batas akhir waktunya tiba.
Bahagia yang dirasakan Mia saat ini adalah karena melihat anak-anaknya yang tumbuh dengan baik, sehat, tersenyum dan tertawa bahagia di meja makan yang masih asyik bercerita tentang hal-hal random membuat suasana malam di rumahnya terasa ramai dan hangat.
Mia mengambil ponselnya yang ada di samping kursinya dan menyalakan aplikasi pemutar musik untuk memutar lagu untuk menghibur diri.
Hari ini
Kau berdamai dengan dirimu sendiri
Kau maafkan
Semua salahmu ampuni dirimu
Hari ini
Ajak lagi dirimu bicara mesra
Berjujurlah
Pada dirimu, kau bisa percaya
Maafkan semua yang lalu
Ampuni hati kecilmu
Luka, luka, hilanglah luka
Biar tent'ram yang berkuasa
Kau terlalu berharga untuk luka
Katakan pada dirimu
Semua baik-baik saja
Bisikkanlah
Terima kasih pada diri sendiri
Hebat dia
Terus menjagamu dan sayangimu
Suarakan
Bilang padanya, jangan paksakan apa pun
Suarakan
Ingatkan terus aku makna cukup
Luka, luka, hilanglah luka
Biar senyum jadi senjata
Kau terlalu berharga untuk luka
Katakan pada dirimu
Semua baik-baik saja
Bila lelah, menepilah
Hayati alur napasmu
Luka, luka, hilanglah luka
Biar tent'ram yang berkuasa
Kau terlalu berharga untuk luka
Katakan pada dirimu
Semua baik-baik saja
Luka, luka, hilanglah luka
Biar senyum jadi senjata
Kau terlalu berharga untuk luka
Katakan pada dirimu
Semua baik-baik saja
Semua baik-baik saja
( By Tulus : Diri )
*****
Terimakasih para readers yang sudah mau membaca cerita ini, kasih semangat untuk MIA 💪💪
Semangat wahai para Ibu kuat dan Hebat di dunia 💚💚💚🤗🤗