Di tengah hiruk-pikuk kehidupan kampus Universitas Citra, Vano, seorang mahasiswa hukum yang cerdas dan karismatik, ditemukan tewas di ruang sidang saat persidangan penting berlangsung. Kematian misteriusnya mengguncang seluruh fakultas, terutama bagi sahabatnya, Clara, seorang mahasiswi jurusan psikologi yang diam-diam menyimpan perasaan pada Vano.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fadhisa A Ghaista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
rahasia Naya 2
Suasana kafe semakin tegang saat Rai, Andra, Rizky, dan Naya berhadapan satu sama lain. Naya tampak semakin putus asa, dan air matanya mengalir bebas. “Aku tidak pernah ingin menyakiti siapa pun. Semua ini terjadi di luar kendaliku,” ucap Naya dengan suara parau, berusaha membela diri.
“Kalau begitu, apa yang sebenarnya terjadi antara kamu dan Vano?” Rai bertanya, berusaha menahan emosi yang ingin meluap. “Apakah kamu tahu sesuatu yang tidak kami ketahui?”
Naya terdiam sejenak, seolah berpikir keras. “Vano dan aku pernah berbicara, dan dia pernah bilang bahwa dia merasa terjebak di antara kami berdua. Dia bingung, dan aku tidak bisa mengubah perasaannya,” katanya, suaranya bergetar. “Tapi aku merasa dia juga peduli padaku, meskipun dia memilih Balqis.”
“Andaikan kamu benar-benar peduli, kenapa tidak mengungkapkan perasaanmu dengan jujur?” Rizky memotong, tidak bisa menahan diri.
“Karena aku takut kehilangan dia sepenuhnya. Aku tidak ingin membuatnya menjauh, jadi aku hanya berusaha tetap ada di sisinya, bahkan jika itu berarti melihatnya dengan orang lain,” jawab Naya, menatap jauh ke luar jendela kafe.
Andra, yang masih curiga, bertanya, “Tapi kamu tidak bisa terus-menerus berpura-pura tidak merasa cemburu. Apakah kamu tahu sesuatu tentang malam Vano meninggal?”
Wajah Naya mendadak pucat. “Aku… aku tidak tahu banyak. Tapi aku tahu bahwa malam itu, dia sangat marah,” ucap Naya, bergetar. “Dia marah karena aku dan Balqis terus bersikap saling menjauh. Dia bilang dia merasa tidak nyaman dengan semuanya.”
“Apakah ada orang lain yang terlibat?” Rai mendesak. “Siapa yang terakhir bersamanya sebelum dia meninggal?”
Naya menggigit bibirnya, tampak bingung. “Aku tidak tahu… Tapi Balqis pasti ada di sana. Mereka selalu bersama,” katanya, suaranya mulai bergetar lagi.
Andra mengernyitkan dahi. “Kamu yakin? Apakah kamu melihat mereka bersama malam itu?”
“Aku tidak… Aku tidak melihatnya. Tetapi aku mendengar dari orang lain bahwa mereka bersama,” jawab Naya dengan ketidakpastian.
Mendengar itu, Rizky merasakan bahwa ada sesuatu yang salah. “Kita harus mencari tahu lebih lanjut tentang Balqis,” ujarnya. “Dia mungkin tahu lebih banyak tentang Vano daripada yang kita kira.”
Rai mengangguk setuju, tetapi hatinya masih terombang-ambing antara rasa marah dan empati terhadap Naya. “Jadi, jika Naya adalah temanmu, kenapa kamu tidak mempercayainya?” pikirnya. “Apakah Naya hanya menyimpan rasa cemburu, atau ada sesuatu yang lebih dalam?”
“Apakah kamu ingin membantu kami menemukan kebenaran?” Andra bertanya, menatap Naya dengan serius.
Naya menatap Andra dengan mata berkaca-kaca. “Saya tidak ingin Vano terluka, dan jika saya bisa membantu, saya akan melakukannya. Aku tidak ingin dianggap sebagai penyebab masalah ini,” jawabnya, suaranya hampir berbisik.
“Aku rasa kita harus mencari Balqis dan bertanya padanya tentang malam itu,” Rizky menyarankan. “Dia harus tahu sesuatu.”
“Baiklah, mari kita pergi sekarang,” Andra berkata tegas. Mereka berempat meninggalkan kafe dan bergegas menuju tempat tinggal Balqis.
Setibanya di depan kosan Balqis, mereka menemukan pintunya terkunci. Rai mengetuk pintu dengan keras. “Balqis! Ini kami, Rai, Andra, dan Rizky!” teriak Rai, harap-harap cemas.
Setelah beberapa saat, pintu dibuka sedikit, dan Balqis muncul dengan wajah bingung. “Ada apa? Kenapa kalian datang ke sini?” tanyanya, berusaha menutup pintu di belakangnya.
“Kami perlu bicara denganmu tentang Vano,” Andra menjawab, menatap Balqis dengan serius. “Ada hal-hal yang perlu kami klarifikasi.”
Balqis tampak gugup dan menghindari tatapan mereka. “Aku tidak tahu apa yang bisa aku katakan. Vano… Vano sudah pergi,” ucapnya, suaranya penuh kesedihan.
“Justru karena itu, kami ingin tahu apa yang terjadi di antara kalian malam itu,” Rizky menambahkan.
Balqis terdiam sejenak, seolah mempertimbangkan apakah akan menjawab atau tidak. “Aku tidak tahu harus mulai dari mana. Malam itu sangat kacau,” katanya akhirnya, suara bergetar.
“Apa yang terjadi setelah kamu bertemu Vano?” Rai bertanya, berusaha mengontrol emosinya.
“Vano dan aku bertengkar,” Balqis mengakui. “Dia bilang aku terlalu mempermasalahkan hubungan kami dan aku merasa dia tidak menghargai perasaanku. Kami sempat berdebat hebat.”
“Anda tahu bahwa Naya juga terlibat dalam semua ini, kan?” Andra bertanya, menatap Balqis tajam.
“Ya, aku tahu. Dia sering mengganggu kami. Tapi Vano tidak pernah memberi tahu aku seberapa dalam perasaannya terhadapnya,” Balqis menjawab, menggelengkan kepala dengan penuh kebingungan.
“Lalu, apa yang terjadi setelah pertengkaran itu?” Rizky bertanya lagi.
Balqis menghela napas, matanya mulai berkaca-kaca. “Setelah kami berdebat, dia pergi. Aku tidak tahu ke mana, tetapi dia tampak sangat marah. Aku hanya berharap dia kembali dan kami bisa memperbaiki semuanya.”
Rai merasa hatinya terjepit. “Jadi kamu tidak melihatnya lagi setelah itu?”
“Tidak. Aku berharap dia kembali, tetapi aku tidak bisa menghubunginya. Dan kemudian… semua ini terjadi,” Balqis menjawab, suaranya menurun, penuh kesedihan.
Andra menyela, “Balqis, kami menemukan catatan dari Vano. Dia mengatakan bahwa seseorang di antara kita bukan seperti yang terlihat. Apakah kamu tahu apa maksudnya?”
Balqis tampak terkejut. “Apa? Itu tidak mungkin. Kenapa dia mengatakan itu?”
“Kami tidak tahu, tapi kami yakin ada sesuatu yang lebih dalam di balik semua ini. Apakah ada yang kamu sembunyikan?” Rizky menyelidik.
“Tidak, aku tidak menyembunyikan apa-apa! Aku hanya ingin Vano kembali,” Balqis menjawab, terlihat panik.
Rai merasakan ada sesuatu yang tidak beres. “Jika kamu tidak menyembunyikan apa-apa, maka kamu harus membantu kami mencari tahu kebenarannya. Kita tidak bisa membiarkan semua ini terus berlanjut tanpa kejelasan,” ujarnya.
Balqis menatap Rai dengan kesedihan yang mendalam. “Aku tidak tahu apa yang terjadi. Semua ini terlalu berat untukku. Aku tidak ingin dipersalahkan,” katanya dengan suara bergetar.
Mendengar kata-kata Balqis, Rai merasa ada beban yang lebih berat di pundaknya. Semua orang di sekelilingnya tampak terjerat dalam jaring kebohongan dan perasaan yang tak terungkap. Dalam ketegangan itu, dia merasa bahwa untuk menemukan kebenaran, mereka harus menggali lebih dalam, meski itu berarti menghadapi lebih banyak luka.
“Jika kita ingin menemukan jawaban, kita harus bekerja sama. Kita harus menyatukan semua informasi yang kita miliki dan mencari tahu siapa yang berbohong dan siapa yang sebenarnya peduli pada Vano,” Andra menyatakan dengan tegas.
Mereka semua mengangguk, berkomitmen untuk melanjutkan pencarian mereka. Rai tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah, tetapi dia siap untuk menghadapi semua tantangan demi mendapatkan kejelasan dan keadilan untuk Vano.
Ketika mereka melangkah keluar dari kosan Balqis, Rai merasakan angin dingin menyapu wajahnya. Dia tahu bahwa setiap jawaban akan membawa mereka lebih dekat pada kebenaran, dan dia bertekad untuk mengungkap setiap rahasia yang tersembunyi di balik kematian sahabatnya.