Berawal dari sahabatnya yang fans sekali dengan seorang Gus muda hingga mengadakan seminar yang akan diisi oleh Gus yang sedang viral dikalangan muda mudi itu.
Dari seminar itulah, Annisa menemukan sosok yang selama ini dikagumi oleh banyak orang salah satunya Bunga, sahabatnya sendiri.
Awalnya, menolak untuk menganggumi tapi berakhir dengan menjilat air ludah sendiri dan itu artinya Annisa harus bersaing dengan sahabatnya yang juga mengagumi Gus muda itu.
Lantas gus muda itu akan berakhir bersama Annisa atau Bunga?
Ketika hati telah memilih siapa yang dia cintai tapi takdir Allah lebih tau siapa yang pantas menjadi pemilik sesungguhnya.
Aku mencintai dia, sedangkan dia sudah bertemu dengan takdir cintanya dan aku masih saja menyimpan namanya didalam hati tanpa tau bagaimana cara untuk menghapus nama itu.
Bukan hanya aku yang mengejar cinta, tapi ada seseorang yang juga tengah mengejar cinta Allah untuk mendapatkan takdir cinta terbaik dari yang maha cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sebuah Kata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tab Rusak
Semesta terkadang lucu ya, ada saatnya kita lelah dengan sesuatu dia malah menghadirkan hal itu secara terus menerus hingga membuat kita kembali terjebak akan rasa yang entah bagaimana akhirnya.
Dicari gak ketemu
Gak dicari malah datang sendiri
Dihindari malah ngedekat
Gak dihindari malah menjauh
Seperti saat ini, Annisa tengah menghadiri rapat kepengurusan panita untuk menyambut mahasiswa baru nantinya, dan kepengurusan itu akan diambil alih oleh angkatannya sebagai senior yang aktif saat ini.
Ditengah rapat yang berlangsung, gadis yang tengah mengunakan hijab pasmina cream itu mengangkat tangannya, "Izin ke toilet, bentar kak." ucapnya yang direspon dengan anggukan oleh senior yang sedang memandu rapat saat ini.
Annisa, berjalan cepat menuju toilet kampus, namun baru saja datang dirinya sudah dihadapkan dengan antrian yang panjang yang memenuhi seisi toilet.
"Kok macet ya? Tumben-tumbenan macet." batinnya.
"Permisi kak," ucap seseorang yang ingin melewatinya dengan cepat Annisa menghentikan langkah gadis itu.
"Kak, ini toilet kenapa macet ya? Gak biasanya kek gini." tanyanya penasaran.
"Iya nih kak, lagi ada acara di Fakultas Hukum kak, makanya toiletnya rame." balas gadis yang saat ini sedang berhadapan dengannya.
"Kok aku gak tau ya? Masa ada acara di fakultas sendiri aku gak tau." batinnya.
"Trus apa hubungannya sama toilet kak? Emangnya acaranya disini?" tanyanya polos.
Gadis dengan gamis maron itu tersenyum mendengar penuturan Annisa, "gak kak, cuman buat mempercantik make up aja kok, soalnya yang ngisi acara nanti orangnya terkenal, trus tampannya kebangetan lagi kak, makanya toilet jadi rame gini. Biasalah kak, namanya juga cewe." jelas gadis itu yang hanya direspon dengan anggukan kecil oleh Annisa.
"Okeh deh kak, makasih ya, aku pamit dulu." ucapnya berlalu pergi mencari toilet yang mungkin akan sepi dan tak perlu mengantri lebih lama.
"Keknya, toilet masjid kosong deh, aku kesana aja deh." lirihnya sembari berjalan menuju masjid.
Sesampai di toilet, gadis itu langsung menyelesaikan hajatnya dan berniat untuk kembali ke area rapat, akan tetapi langkahnya terhenti ketika melihat sosok yang sedikit Ia kenali.
"Dia bukan ya?" tanyanya heran saat melihat sosok itu hendak pergi dari pekarangan masjid.
"Panggil gak ya? Tapi ngapain dia kesini? Atau jangan-jangan dia garin masjid ini?" ucapnya menerka-nerka.
"Panggil aja deh," jeda "Kamu?" lanjutnya membuat sosok itu berbalik menatap sang pemilik suara yang memanggilnya.
Bukan Annisa namanya jika tidak memperpanjang masalah hingga tak terasa percakapan diantaranya menghabiskan waktu dua puluh menitan. Sungguh, waktu yang lama untuk berdiri bukan?
Usai percakapan berakhir, gadis itu kembali melanjutkan jalannya menuju ruang rapat. Dirinya sudah lumayan lama meninggalkan kegiatan rapat dan bisa dipastikan jika Bunga sudah panik mencarinya.
Dengan langkah yang tergesa-gesa Annisa berjalan menaiki anak tangga yang akan mengantarkannya menuju ruang rapat.
Bruk
Sakin terburu-burunya, gadis itu malah menabrak seseorang dan untungnya itu bukan ditangga, jika itu terjadi ditangga mungkin sikorban sudah bergelindir jatuh kebawah.
"Maafkan aku, aku gak sengaja." sesalnya sembari membantu mengambil beberapa buku dan tab yang terjatuh akibat ulahnya yang tak melihat jalan.
Annisa berdiri dengan beberapa buku ditanganya sedangkan seseorang yang menjadi korban tengah menatap tabnya dengan tajam. Layar tab berwarna putih sudah seperti kaca retak, nyaris hancur sempurna karenanya.
Annisa memberikan buku ditangannya kepada orang itu, "Ini bukunya, maaf ya." ucapnya sambil menyodorkan buku namun matanya terhenti saat melihat tab yang berada ditangan korban.
Annisa menatapnya miris, "Ya Allah, tab kamu rusak, maafin aku ya, aku gak sengaja, aku bisa ganti kok, tapi jangan sekarang ya, soalnya aku belum punya uang, tapi kamu bisa hubungi aku di wa kok." cercanya penuh sesal dengan kepala yang tertunduk.
Bagaimana bisa, tab mahal itu hancur karenanya? Dan gimana caranya Ia akan mengganti rugi atas kerusakan itu, sedangkan dirinya sendiri tidak memiliki uang lebih.
"Aku tau kata maaf tidak dapat mengembalikan tab kamu, tapi aku mohon, jangan permasalahkan hal ini sama pihak kampus, aku takut." lanjut gadis itu sembari menyatukan kedua telapak tangan seperti orang memohon dan mata yang sudah berkaca-kaca kini mencoba menatap orang itu.
Deg
Air mata Annisa luruh begitu saja saat mengetahui dengan siapa dirinya berhadapan. Badannya bergetar hebat tak kala Habibi menatapnya tajam dan rahang yang mengeras.
Nafas gadis itu tak beraturan saat Habibi semakin menatap tajam kearah belakang dirinya, seolah tak ada kata maaf untuk gadis itu.
"M-maafkan a-aku g-gus," ucapnya gugup.
Habibi menarik nafas panjang lalu membuangnya dengan pelan, "Tidak usah menangis, saya benci jika ada wanita yang menangis dihadapan saya." ucapnya setelah sekian lama diam.
Dengan cepat Annisa menghapus air matanya dengan tangan dan mengatur nafasnya yang memburu, "Gus, jangan perpanjang masalah ini, aku mohon, aku janji bakalan ganti rugi tapi tidak hari ini gus." ucapnya memohon agar pria itu tidak memperpanjang masalah ini apalagi sampai melibatkan pihak kampus.
Habibi menggeleng, "Biarkan saja, ini hanya titipan dari Allah, jadi kapanpun Allah mau, Allah bisa mengambilnya."
Annisa menatap wajah tenang nan tampan itu dengan mata yang kembali berkaca-kaca, "Maksudnya gus?" tanyanya heran.
Habibi membuang nafasnya pelan, "Tab ini rezeki dari Allah dan itu artinya tab ini milik Allah jadi kapanpun Allah mau ambil itu haknya Allah, saya hanya dititipkan bukan pemilik abadi dari tab ini." jelas Habibi.
"Gus, sekali lagi aku minta maaf, saya gak sengaja." sesalnya lagi dan lagi.
Habibi mengangguk, "Saya sudah maafkan kamu, sebelumnya, apakah kita pernah bertemu?" tanya Habibi penasaran.
Pria itu seperti tidak asing dengan wajah gadis dihadapannya.
Annisa mengangguk, "Pernah," jawabnya sedikit ketus saat kembali teringat momen dimana kala itu Habibi mengambil potret dirinya yang amat buruk jika dilihat.
Mendengar jawaban Annisa, Habibi menyegit heran, mengapa gadis itu terlihat judes? Yang ditabrak dan dirugikan siapa yang judes siapa? Emang aneh.
"Kapan?"
"Saat gus ambil foto saya kek bebek yang lagi kebentok bakpau."
Habibi mengulum bibirnya menahan tawa kala teringat hal itu, "Astaghfirullah, maafkan saya." ucapnya.
Annisa menarik nafas lelah, " Kalau begitu, aku mau pamit dulu, problem kita udah selesai, kan gus?" tanya Annisa yang ingin bergegas pergi dari hadapan Habibi.
Jantungnya tidak sanggup jika harus berdekatan dengan pria itu, apalagi mengingat status pria itu yang sekarang bukan lagi single.
"Yaudah, gus ngapain disini lagi? Emangnya gus gak ada niatan buat pergi dari sini?" tanya gadis itu saat tak ada respon dari Habibi.
"Kamu ngusir saya?" tanyanya setelah sekian detik terdiam.
"Kurang lebih begitu."
"Apakah kamu tidak merasa bersalah sedikitpun?"
Annisa memajukan bibir bawahnya, "Kan katanya udah dimaafin, masa sekarang diungkit lagi, gak ikhlas ya?"
"Tapi setidaknya---"
"Setidaknya apa gus? Gus mau saya ngemis-ngemis biar dimaafin? Astaghfirullah gus, kamu itu seorang gus loh, masa seorang gue kek gini? Gimana kata fa---"
"Diam kamu! Kamu terlalu cerewet, kuping saya jadi sakit karena kamu."
Annisa mendengus kesal, "Gak usah lebay deh gus!"
"Oke, kalau begitu saya bakal bawa masalah ini ke pihak kampus!" ancam Habibi saat gadis itu mulai berani denganya.
"Kok ngancam? Jahat banget," lirih Annisa yang sudah berkaca-kaca. Mood gadis itu memang cepat berubah.
Habibi mengangkat kedua alisnya heran, "Kenapa nangis?"
"Gus jahat,"
"Saya jahat?"
Annisa mengangguk, "Jahat banget."
"Jahatan saya apa kamu?"
"Jahatan gus lah, aku gak!"
"Masih mau bilang saya lebay?"
Annisa mengangguk, "Gak." jawabannya yang amat berbeda dari respon tubuhnya.
"Jadi masih mau bilang saya lebay?" tanya Habibi lagi.
"Iya, eh ngak maksudnya."
"Apa sebenarnya? Iya atau tidak?"
"Tidak! Puas?!"
"Gak ikhlas keknya, yaudah, ruang dekan dimana?" Habibi berjalan seolah mencari ruang dekan disekitaran mereka.
"Eh, jangan! Iya aku yang salah, gus gak pernah salah." tahan Annisa.
"Salah!" balas Habibi.
"Apanya?" tanya Annisa heran.
"Saya manusia."
"Yang bilang gus kambing siapa?"
"Kamu ngatain saya kambing?"
"Gak, gus sendiri yang bilang, bukan aku."
"Saya manusia, bukan kambing!"
"Iya yang bilang gus kambing siapa? Orang juga tau kalau gus manusia." kesal gadis itu.
"Lantas kenapa kamu bilang saya selalu benar?"
"Bukannya iya?"
"Yang maha benar itu Allah, saya manusia yang tak luput dari kata salah." jelas Habibi semakin membuat Annisa geram, sepertinya pria itu sangat mengesalkan.
Hari ini hari paling melelahkan untuk gadis itu karena menghadapi dua manusia yang aneh dan selalu mengajaknya berdebat.