NovelToon NovelToon
Inspace

Inspace

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Percintaan Konglomerat / Diam-Diam Cinta
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: camey smith

Dalam keheningan hidup yang terasa hampa, Thomas menemukan pelariannya dalam pekerjaan. Setiap hari menjadi serangkaian tugas yang harus diselesaikan, sebuah upaya untuk mengisi kekosongan yang menganga dalam dirinya. Namun, takdir memiliki rencana lain untuknya. Tanpa peringatan, ia dihadapkan pada sebuah perubahan yang tak terduga: pernikahan dengan Cecilia, seorang wanita misterius yang belum pernah ia temui sebelumnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon camey smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Time Has Come

Cahaya lampu kamar yang redup menciptakan bayangan lembut di dinding, memberikan rasa hangat dan kedamaian. Udara di dalam kamar terasa segar, dengan aroma yang menenangkan dari bunga yang diletakkan di atas meja samping tempat tidur.

Tempat tidur itu sendiri tampak mengundang, dengan seprai yang bersih dan bantal yang tampak empuk, seakan siap untuk memberikan kenyamanan bagi dua hati yang masih merasa asing satu sama lain.

Thomas dan Cecilia berdiri sejenak di ambang pintu, membiarkan diri mereka meresapi suasana kamar yang akan menjadi saksi bisu dari babak baru dalam hidup mereka. Ada sedikit pertanyaan merasuk ke dalam pikiran mereka, keduanya saling menerka tentang apa yang akan terjadi selanjutnya.

Mereka berdua melepas alas kaki mereka dan berjalan perlahan menuju tempat tidur, setiap langkah mereka diiringi oleh suara hening yang hanya bisa mereka dengar. Cecilia duduk di tepi tempat tidur, menatap ke arah jendela yang terbuka sedikit, membiarkan angin malam yang sejuk menyapa mereka.

Dalam keheningan kamar dan cahaya rembulan yang malu-malu menyelinap melalui celah jendela, Thomas dan Cecilia duduk berdampingan di tepi tempat tidur.

Mereka sepakat untuk merebahkan diri tanpa diminta, dan kini mereka berdua terbungkus dalam selimut kecanggungan, tiap-tiap gerakan penuh perhitungan, seolah-olah takut memecahkan gelembung sunyi yang mengelilingi mereka. Thomas dengan ragu, mengulurkan tangan untuk menyentuh jemari Cecilia, namun gerakannya terhenti, terperangkap dalam ragam pikiran yang berkecamuk. Cecilia, dengan mata yang menatap ke arah lain, merasakan denyut jantungnya yang berlari kencang, seakan ingin melompat keluar dan mengakhiri kebekuan yang ada.

“Ayo kita mulai,” ujar Thomas, suaranya menggema dalam keheningan yang menaungi kamar. Kata-katanya seperti jembatan yang menghubungkan dua dunia, satu yang mereka kenal dan satu lagi yang masih asing.

Cecilia menoleh ke arah Thomas, matanya mencari kepastian dalam pandangan suaminya. Ada sedikit gugup yang tergambar di wajahnya. Merasakan sebuah keinginan untuk melarikan diri dari kenyataan yang kini menghadangnya. Dimensi baru ini, yang seharusnya menjadi simbol persatuan, terasa mengungkung baginya. Ia mencari-cari celah, sebuah jalan keluar dari situasi yang membuatnya terjepit.

Andai saja ia memiliki kantong ajaib Doraemon atau mantra sihir, ia akan menggunakannya tanpa ragu untuk menghilang dari situasi yang terasa begitu mengungkung.

Dengan pikiran yang berkecamuk, Cecilia membayangkan dirinya mengeluarkan pintu kemana saja dari kantong ajaib, membukanya dengan cepat dan melompat ke dalamnya, meninggalkan Thomas yang bingung dan sendirian di kamar yang tiba-tiba menjadi terlalu besar dan sepi.

“Aku tahu kau ingin menghilang,” ucap Thomas dengan nada yang dramatis, seolah-olah ia bisa melihat langsung ke dalam hati dan pikiran Cecilia. Suaranya yang rendah dan serius menambah ketegangan di udara, namun ada sentuhan kehangatan yang tidak bisa disangkal.

Cecilia yang terkejut dengan kemampuan Thomas untuk membaca situasi, merasakan jantungnya berdetak kencang. Ia sempat tenggelam dalam lautan pikirannya sendiri, berpikir tentang segala kemungkinan untuk melarikan diri dari kenyataan yang kini menghadapinya.

“Aku harus pergi ke toilet, tunggu sebentar.” Kata Cecilia dengan tergesa-gesa. Cecilia bergegas ke kamar mandi, menutup pintu dengan lembut di belakangnya.

Di sana, terlindung dari pandangan Thomas, ia mengeluarkan ponselnya dan menekan nomor Helena dengan cepat. Jantungnya berdebar saat ia menunggu nada sambung, berharap sahabatnya itu bisa menjadi pelabuhan di tengah badai kepanikannya.

Namun, setelah beberapa nada, tidak ada jawaban. Cecilia bisa membayangkan Helena masih tertawa dan berdansa di pesta, dengan gelas anggur di tangan dan dikelilingi oleh keramaian yang ceria. Cecilia merasakan kekecewaan yang mendalam, namun juga kesadaran bahwa ia harus menghadapi situasi ini sendiri.

Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Cecilia menatap pantulan dirinya di cermin kamar mandi, mencari kekuatan dalam sorot matanya sendiri. “Kamu bisa melakukannya,” bisiknya pada pantulan itu. Dengan tekad yang baru, ia mematikan ponselnya, menaruhnya kembali ke dalam saku dan membuka pintu kamar mandi dengan lebih percaya diri.

Cecilia kembali ke kamar dengan langkah yang lebih mantap, hatinya dipenuhi tekad. Thomas menatapnya, sebuah pertanyaan tak terucapkan tergantung di udara antara mereka. Cecilia mengambil napas dalam, memutuskan untuk menghadapi malam itu dengan keberanian yang baru ditemukan.

“Kita tidak harus terburu-buru,” kata Cecilia, suaranya lebih tenang dari sebelumnya. “Mungkin kita bisa mulai dengan sesuatu yang sederhana. Cerita tentang dirimu yang belum kuketahui.

"Ide bagus." Thomas yang semula ingin menagih janji tiba-tiba berubah haluan dan menyetujui ide Cecilia. Mereka menyalakan beberapa lampu—namun masih mempertahankan cahaya redup disana.

Cahaya lampu yang baru dinyalakan menambah kehangatan di ruangan, mengusir bayang-bayang yang sebelumnya bersembunyi di setiap sudut. Thomas dan Cecilia berpindah ke sofa yang nyaman, sebuah oasis di tengah padang pasir kecanggungan yang luas.

Duduk berdampingan, mereka membiarkan cahaya lampu itu membungkus mereka dalam suasana yang lebih santai. Thomas yang semula terlihat tegang dan penuh harap, kini tampak lebih rileks, seolah-olah keputusannya untuk mengikuti arus telah melepaskan beban dari bahunya.

Cecilia di sisi lain merasa lega. Ide sederhana untuk berbagi cerita telah mengubah arah malam itu.

"Oke, ceritakan tentang dirimu." Pinta Thomas.

"Kau mencuri start, aku yang mengajukan pertanyaan itu lebih dulu!" sergah Cecilia. "Jadi kau yang harus bercerita lebih dulu."

Haha. Thomas tertawa kecil mendengar protes Cecilia. “Baiklah, aku yang akan mulai,” katanya sambil menarik napas dalam. “Aku lahir di sebuah kota kecil—tepatnya di tepi pantai, itu sebabnya aku menyukai laut. Ayahku adalah atasanku—aku bekerja bersamanya.”

Dengan suara yang bergetar, Thomas mulai membuka lembaran masa lalunya yang paling menyakitkan. “Aku adalah anak tunggal,” katanya, “dan itu bukan karena pilihan, tapi karena sebuah tragedi yang tak terhindarkan.” Cahaya lampu yang redup menambah dramatis suasana saat ia melanjutkan, “Ibuku, wanita yang paling berani dan penuh kasih yang pernah kujumpai, telah berjuang dengan segala kekuatannya untuk memberiku seorang adik.”

Cecilia menatapnya, matanya tidak berkedip, seakan-akan takut akan melewatkan satu kata pun. “Tapi nasib berkata lain,” lanjut Thomas, napasnya tertahan sejenak. “Dia dan calon adikku tidak pernah kembali dari ruang bersalin itu, meninggalkan ayahku dan aku dalam kehampaan yang tak terisi.”

Air mata mulai menggenang di sudut mata Cecilia, tergerak oleh kedalaman kesedihan yang tergambar jelas di wajah Thomas. “Ayahku berusaha menjadi segalanya bagi kami, tapi ada ruang di hati kami yang selalu kosong, selalu merindukan sosoknya.”

Di tengah keheningan yang mendalam, mereka berdua merasakan ikatan emosional, sebuah pengertian tanpa kata bahwa kehilangan itu telah membentuk Thomas menjadi pria yang sekarang duduk di samping Cecilia.

Mendengar cerita Thomas, Cecilia merasakan hatinya tergerak. “Itu pasti sangat sulit bagimu,” katanya dengan suara yang penuh empati. “Tumbuh tanpa ibu dan tanpa adik yang kau nantikan.” Thomas mengangguk, matanya menunjukkan sedikit kilauan emosi yang jarang ia perlihatkan.

“Kini giliranmu,” kata Thomas dengan senyum hangat. “Ceritakan tentang dirimu, Cecilia.”

Cecilia merasa gugup, tapi juga terharu. Ia mengumpulkan pikirannya, bersiap untuk membagikan potongan-potongan hidupnya dengan Thomas, memulai lembaran baru dalam cerita mereka bersama.

Cecilia tersenyum, merasa terhubung dengan Thomas lebih dari sebelumnya. “Aku juga kehilangan seseorang yang sangat kucintai,” ungkapnya, membagikan sebagian dari masa lalunya. “Ayahku meninggal ketika aku masih sangat muda. Dia adalah pahlawanku, dan aku merindukannya setiap hari.”

Dalam kehangatan lampu yang remang-remang dan kenyamanan sofa yang empuk, Thomas dan Cecilia terlarut dalam emosi yang mendalam. Cerita dan kenangan yang mereka bagi telah membawa mereka ke suatu tempat yang lebih tenang. Tanpa mereka sadari, mata mereka mulai terasa berat, dan perlahan, kedua kepala mereka bersandar satu sama lain.

1
Leo6urlss
Camila bener bener lu yeeee 🤣🤣
Leo6urlss
Wkwk andai menikah semudah itu pasti gw udh punya anak 5
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!