NovelToon NovelToon
Kakak Atau Suami?

Kakak Atau Suami?

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Romantis / nikahmuda / Cinta Seiring Waktu / Dijodohkan Orang Tua / trauma masa lalu
Popularitas:8.7k
Nilai: 5
Nama Author: Your Aunty

Kendati Romeo lebih tua belasan tahun, dengan segudang latar belakang militer, dia masih bersedia menikahi Ansela, yang kala itu masih duduk di bangku SMA.

Tapi tentunya, ini diikuti dengan beberapa kesepakatan. Berpikir bahwa hubungan mereka tidak mungkin bertahan lama, mengingat perbedaan usia mereka. Alih-alih suami dan istri, mereka sepakat untuk seperti kakak-adik saja.

Setidaknya, itulah yang dipikirkan Romeo! hingga ketika tahun berlalu, dunianya berahkir jungkir balik.

••

Dia mendapati, bahwa Ansela adalah seseorang yang paling dia inginkan, dan paling tidak bisa dia gapai, meski gadis itu disisinya.

Dengan tambahan persaingan cinta, yang datang dari sahabatnya sendiri, yang kepada dia Romeo telah berhutang nyawa, ini hampir membuatnya kehilangan akal.

“AKU BUKAN KAKAKMU! AKU SUAMIMU.”


••

Baca perjuangan sang Kapten, di tengah sikap acuh tak acuh sang Istri. ✨

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Your Aunty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 16

"Kak Aldric, terimakasih." Ujar Ansela sebelum keluar dari mobil.

Tapi Aldric sedikit keberatan.

"Kau yakin akan membawa semuanya sendirian?"

"Ya, jangan khawatir. Ini bukan apa-apa." Jawab Ansela keras kepala.

Padahal memang maksud Aldric agar bisa mengantar Ansela masuk. Tapi begitu, dia tahu, bahwa Ansela tidak suka di paksa. Jadi dia hanya bisa sampai di depan jalan. Berpikir setidaknya dia telah terhubung kembali dengan gadis itu, memaksa diri untuk puas.

Sementara dari dalam lobi Romeo bisa melihat mobil yang berhenti di depan jalan masuk itu. Tapi dengan setengah kaca yang terbuka, dia tidak bisa melihat siapa yang berada di dalam sana. Hanya berpikir, itu tidak mungkin Ansela.

Namun betapa terkejutnya Romeo, ketika mobil itu pergi Ansela muncul di baliknya. Dengan keterkejutan ini, Romeo melangkah keluar terburu-buru.

"Eh, kok Kakak di lobi?"

Melihat banyaknya makanan di tangan Ansela, serta wajah bingung gadis itu, Romeo yang sempat khawatir, memutuskan bertindak selayaknya.

Dia melangkah mendekat, dan mengambil tas makanan dari tangan Ansela. Melihat brand restoran makanan itu, Romeo tahu itu makanan Restoran kelas atas. Kini hal yang mengganggunya langsung bertambah. Karena setelah semua belanja makanan mahal itu, dia tidak menerima notifikasi pengeluaran uang di ponselnya.

Sebelum Ansela pergi, Romeo masih memberi satu kartu miliknya, agar di pakai gadis itu untuk membayar tagihan makanan. Dia percaya, selama dia disini, Ansela tidak boleh mengeluarkan uang sepeserpun.

Karena tidak tahan lagi, Romeo akhirnya bertanya.

"Kau membeli semua ini?"

"Bisa dikatakan tidak." Ansela mempercayai Romeo, serta aturan yang diterapkan pria itu. Jadi dia tidak mau berbohong. "... maksudku, aku membeli, tapi bukan yang membayar. Tadi aku tidak sengaja bertemu dengan seorang kerabat. Maka dia mentraktir semua ini."

"Apa itu pria yang mengantarmu tadi?"

Mengira bahwa Romeo telah melihat Aldric, Ansela merasa iru lebih bagus lagi. Jadi dia dengan lugas menjawab, "Yaa!"

Walaupun sedikit tidak senang, tapi itu membuat  Romeo merasa lebih baik dari sebelumnya. Cara Ansela yang jujur, benar-benar menenangkan dirinya. Membuat Romeo tidak bertanya lebih lanjut lagi.

Kekhawatiran dengan cepat berlalu. Keduanya pun kembali masuk, dengan ketenangan yang sama sebelum pergi.

•••

Ditempat berbeda, di satu kamar suite hotel yang mahal, Aldric melangkahkan kakinya sedikit terburu-buru. Dia datang untuk menemukan Daisy, istri perjodohan-nya, yang ternyata sedang tertidur.

Saat melangkah masuk, Aldric masih diam. Begitupun, saat dia melihat, ponsel ditangan wanita itu. Ponsel dengan layar yang masih menyala itu, menunjukkan foto Daisy dengan manta kekasihnya, yang diketahui Aldric bernama Romeo.

"Ckckk, dasar ...." Meski begitu, Aldric langsung saja membangunkan Daisy, mengingat kepentingannya.

"Hei, bangun."

Daisy mengucak-ngucek matanya, menyesuaikan sinar matahari yang menembus gorden. Ada sedikit bengkak di matanya, akibat menangis. Ya, dia masih tidak percaya Romeo memblokir kontaknya. Membuat dia kehilangan semua jalan untuk bisa terhubung dengan pria itu.

"Ada apa Ald?"

Aldric duduk di samping Daisy. "Aku ingin mengenalkan mu pada seseorang."

Mendengar ini, Daisy langsung tertegun. Sepertinya orang itu cukup penting bagi Aldric, atau tidak mungkin dia akan berbicara dengan nada memohon seperti ini.

Tapi tunggu, memohon? Apakah ini seorang kekasih yang coba dikenalkan pada istri seperti di film-film? Pikir Daisy, yang langsung celingak celinguk menatap keluar, mencari di mana keberadaan orang yang di maksud Aldric.

"Ada apa?"

"Dimana dia?"

Alis Aldric menukik tajam. "Siapa-nya dia?"

"Orang yang ingin kau kenalkan."

Mendengar ini, Aldric mengusap wajahnya. Mau bagaimana lagi, kadang-kadang wanita memang seperti ini. Pikirnya.

"Perbiasakan mendengar sampai akhir, atau bertanya terlebih dahulu jika tidak jelas. Orang itu tidak ada di sini, aku hanya mengatakan hal ini padamu, untuk mendapatkan persetujuanmu."

Mendengar kata persetujuan, pemikiran Daisy makin jauh ke dalam. "Kau nampaknya sangat peduli dengan orang itu, sampai-sampai menanyakan persetujuanku terlebih dahulu. Padahal sebelumnya mana mau kau---"

"Kau mau atau tidak?" Aldric memotong ucapan Daisy dengan tidak sabar. Dengan begitu, di bandingkan pertanyaan, untuk Daisy ini lebih terdengar seperti ancaman.

"Ya, ya, aku mau. Katakan di mana kekasihmu itu sekarang! aku akan bicara padanya."

Aldric mengerang kesal. "Ucapan mu tidak selaras dengan profesi dan pendidikan mu. Apa kau pikir, setiap orang sama denganmu?" Balas Aldric.

Dia tidak masalah Daisy menunduhkan tentang dirinya. Tapi dia tidak tahan, apabila seseorang bicara melibatkan Ansela.

"Hey, kenapa kau harus bicara seperti itu! Kalau memang bukan kekasihmu, kenapa pula harus meminta pendapatku. Bukankah biasanya, kau suka mengambil keputusan tanpa mempertanyakan apapun. Jadi lakukan saja aku tidak peduli."

Tinju Aldric terkepal. Jika bukan karena Ansela, dia bersumpah Daisy tidak akan bisa bicara sebebas itu lagi. Namun mengingat, betapa dia membutuhkan bantuan Daisy, agar bisa mengontrol Ansela dimasa depan, maka Aldric mengalah.

Sementara Daisy yang menyadari ucapannya sudah terlalu lancang, menutup mulutnya. Untuk sesaat dipikirnya, dia akan dibuat menjadi adonan oleh Aldric dengan temperamen kejam pria itu.

Tapi melihat pria itu mencoba menahan diri, Daisy semakin yakin, bahwa orang ini bahkan bisa lebih penting dari seorang kekasih.

"Ald, maafkan aku. Jadi bagaimana, eh, itu ... siapa dan dimana kita akan bertemu dia? apa kita akan bertemu sekarang? ayo bergegas. Jangan sampai kita sudah harus kembali lagi."

Aldric menggeleng. "Tidak sekarang, tapi segera. Kalian akan bicara melalui panggilan telepon lebih dahulu. Dan dia akan kau kenal sebagai pasienmu."

"Pasien?"

Sebagai seorang psikiater, Stella jelas mempertanyakan siapa orang ini? dan apa masalahnya?

•••

Sementara itu, hari berganti dengan cepat. Tiba hari, dimana Ansela harus kembali ke sekolah. Dia bangun pagi-pagi untuk mandi, dikejutkan dengan Romeo yang sudah bangun terlebih dahulu. Tapi begitu, dia tidak ambil pusing pada Bapak Tentara itu.

"Selamat pagi!"

"Selamat pagi Kak!"

"Kakak sudah menyiapkan sarapan untukmu, jadi bersiaplah."

Ansela mengangguk dan hendak pergi mandi, ketika di tahan lagi oleh Romeo. "Sela,"

"Ada apa Kak?"

"Keluarkan pakaian seragammu. Biarkan Kakak menyetrika untukmu."

Diluar dia mungkin nampak tenang, tapi dihatinya Ansela benar-benar bersorak. Bayangkan, dia baru berusia delapan belas tahun, dan sudah memiliki pasangan yang siap tanpa pamrih untuknya, sehingga dia hampir tidak harus melakukan apapun.

Ini benar-benar kebahagiaan hidup, Sorak Ansela dihatinya.

Romeo sudah menyiapkan argumen, jika saja Ansela menolak tawarannya itu, karena tidak enak hati atau malu. Memang selain ingin membantu mengurus gadis itu, dia sedikit tidak nyaman jika tidak melakukan apapun. Tapi siapa sangka, persiapan argumen Romeo harus disimpan, tatkala Ansela langsung ke kamarnya, dan kembali dengan seragam ditangannya.

Romeo menatap wajah Ansela lekat-lekat, dan menyadari bahwa tidak ada keengganan sama sekali di wajah gadis itu. Tidak ada setitik pun, seperti yang dia bayangkan.

"Ini Kak. Terimakasih."

Melihat Ansela berbalik begitu saja, tanpa beban. Romeo benar-benar iri. Iri dengan cara Ansela mempermudah hidupnya, benar-benar cocok dengan istilah ‘mengalir saja.'

Begitulah pagi ketiganya sebagai seorang suami. Menyapu, beres-beres, memasak dan kini menyetrika baju. Baju seragam. Membayangkan teman-teman, atau bawahannya di barak sampai tahu, Romeo tidak berani membayangkan apa yang akan mereka katakan. Tapi begitu, hal ini masih membuatnya tertawa.

~

Setelah selesai bersiap, Ansela keluar. Ansela dengan seragam, masih membuat pangling Romeo. Yang walaupun cantik, tapi masih mengganggu pandangan mata Romeo. Berbeda dengan sebelumnya, kini dia sedikit berani mengomentari.

"Sebentar, pulang sekolah ayo cari rok baru."

"Kenapa?"

"Kependekan!"

Romeo sudah bersiap lagi untuk menjelaskan niatnya, takut Ansela merasa terlalu di atur atau ikut campur. Tidak menyangka, Ansela hanya mengangguk setuju saja.

"Ah, baiklah."

Melihat Ansela melangkah ke meja makan tanpa mempermasalahkan hal itu, Romeo tidak tahan lagi untuk bertanya.

"Tidakkah kau ingin tahu alasan Kakak?"

Ansela mengambil roti yang bahkan sudah diberi isian oleh Romeo, dengan wajah yang datar.

"Apapun itu, aku yakin itu baik." Untuk sesaat jawabannya terdengar bijaksana. Tapi untuk seseorang yang terbiasa memimpin orang lain, Romeo tahu itu adalah sikap tidak mau tahu.

Tapi karena Ansela susah setuju, maka sebagai yang lebih tua, dia tidak membicarakan lebih jauh. Malahan, mendorong piring ke arah gadis itu. "Ini, makan nasi gorengnya! jangan hanya makan roti."

Romeo juga mendorong segelas susu cokelat. Melihat ini, Ansela tidak terlalu bersemangat, karena dia tidak terlalu suka susu. Tapi karena dia hanya tinggal menerima pelayanan, maka dia memilih diam saja.

Melihat Ansela menghabiskan semua yang dia sediakan dengan cepat, Sebastian merasa puas. "Kakak akan mengantarmu."

Ansela mengangguk lagi, hanya ada sedikit interaksi dua arah diantara mereka. Sementara Romeo, selalu menjadi pihak yang proaktif.

Mengamati hal ini Romeo bertanya-tanya di dalam hati. Apa memang karakter Ansela selalu seperti ini? kenapa dia tidak terlihat seperti remaja lainnya.

1
Fairuz Nuna
bagus
Umie Irbie
kenapa anselanya penyakitan siiii,.😒😫
Umie Irbie
ngg suka sama sikap sela,. males nya kebangetan,. 😡😡😡😡😡😡 ngg masuk akal malas nya 😒
Umie Irbie
sweeet bngeeeet dialognya 😀
王贝瑞: Mampir juga kak ke My Secret Lover 😄
total 1 replies
Umie Irbie
romeo bodoh,. 😡😡 berarti ini bener2 ngg ada romantisnya donk 😫
Umie Irbie
ngg suka sama sifat malas sela😩😫 ngg suka wanita pemalas,. bisa di rubah ngg yaaaaa jadi mandiri dan punya martabat 🤭
Sweet_Fobia (ᴗ_ ᴗ )
Ngga kecewa sama sekali.
Umie Irbie
awal yg menarik 😀 mudah di fahami ceritanya 👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!