NovelToon NovelToon
The Unstella : Antagonist Talent

The Unstella : Antagonist Talent

Status: tamat
Genre:Action / Fantasi / Tamat / Reinkarnasi / Epik Petualangan / Akademi Sihir / Masuk ke dalam novel
Popularitas:15.3k
Nilai: 5
Nama Author: Estellaafseena

Hal yang membuatmu ragu dalam melangkah, adalah dirimu sendiri.

***
Aku mengalami kecelakaan disaat-saat terbaik. Menjadi seorang chef terkenal dan menghasilkan banyak uang dengan sampingan menjadi seorang penulis handal adalah impianku.

Namun, semua hilang saat jiwaku bereinkarnasi ke dunia lain, di tubuh yang berbeda sebagai seorang antagonis dalam novel romantis kerajaan.

Petualangan ku dimulai, di Akademi Evergreen menjadi seorang antagonis.

***
"Aku tidak melakukannya karena keinginanku, melainkan ikatan yang melakukannya." - Aristella Julius de Vermilion

[COPYRIGHT FYNIXSTAR ]

[INSPIRATION FROM ANIME]
1. RAKUDAI KISHI NO CAVALRY
2. GAKUSEN TOSHI ASTERISK
3. CLASSROOM OF THE ELITE

[ENJOY]

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Estellaafseena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CHAPTER XVI

Semua orang menoleh padaku, membuat hening sekilas. Terutama pada orang yang baru saja ku sebutkan, dia menatapku dengan dahi mengernyit, "Kau mengenalku, Nona? Tidak ku sangka," ujarnya menaikkan alis.

Aku menunjuk diriku sendiri dengan meletakkan telapak tangan di depan dada, berusaha tersenyum meski akan terlihat kaku di hadapan mereka.

"Perkenalkan, Saya Aristella Julius de Vermilion. Tentu saya mengenal Anda, Nyonya. Bukankah salah satu cabang toko butik Anda lah yang membuat seragam ternyaman ini? Kami sangat berterimakasih."

Aku berhasil membuat pandangan mereka terpaku dengan kata Vermilion yang ku sebutkan dalam nama belakangku. Dengan tegak aku berdiri masih berusaha tersenyum, "Untuk hal yang Anda sampaikan, kami akan terima 'saran' itu, namun perlu pula kalian ketahui. Kami, Academy Evergreen mengajarkan kemandirian dan profesionalitas murid-muridnya."

"Sistem akademi ini berbeda dengan akademi lain yang menjunjung tinggi pendidikan teori, kami menjunjung tinggi nilai kekuatan untuk bisa menjaga diri sendiri dari mara bahaya," ujarku panjang lebar tanpa berniat menyinggung tapi semoga saja mereka tersinggung. Sudah tidak tertahan lagi rasa geram ini, "Untuk keamanan kalian para tamu terhormat, Profesor Egatha sudah menunjuk saya dan 'teman' saya yang lain untuk membuat Anda sekalian merasa aman dan nyaman."

'Ogah.' batinku dengan maksud sebenarnya.

Aku kembali mengangkat tangan di depan dada, "Kami akan melindungi kalian dengan baik."

'Najis.' batinku sekali lagi.

Salah satu dari mereka melangkah mendekat padaku. Wibawa orang ini berbeda dengan mereka, tatapannya terasa dingin. Sejujurnya aku sedikit merasakan aura menekan darinya.

"Apa kami bisa mengandalkan kalian? Murid Academy Evergreen," ujarnya.

Aku menatap tenang, kembali tersenyum sebisa mungkin, "Tentu, Tuan Marvis. Anda bisa mengandalkan kami."

"Benar. Kami akan melindungi Anda sekalian dengan baik," tambah Riana untuk meyakinkan mereka. Melihat keyakinan kami, Tuan Marvis berdiri tegak, membuatku yakin dia percaya dengan ucapan itu.

"Silakan lewat sini," Profesor Terra mengarahkan para tamu untuk jamuan makan bersama.

Sampainya di sana, ada sesuatu yang aneh. Makanan tak kunjung datang meski sudah lima menit diumumkan kedatangan para tamu. Isi ruangan kini ricuh.

"Bagaimana kabar ketua Lera?" Profesor Egatha terus-menerus mengulur waktu meski di wajah para tamu kini sudah curiga.

'Dimana mereka? Ada yang tidak beres.' Aku balik badan untuk pergi ke suatu tempat.

"Yang Mulia? Anda mau kemana?" Riana bertanya pelan mengikutiku. Aku tidak menjawab, segera keluar ruangan menuju dapur utama akademi. Sebagai seorang chef, tidak akan membiarkan para tamunya menunggu lama meski hanya lima menit.

"Apa yang terjadi di sini?"

Aku segera masuk ke dalam tanpa permisi, orang-orang dengan pakaian putih dan topi chef menoleh ke arahku dengan tatapan sedikit panik.

"I-itu, makanannya ..."

Aku mengambil sendok terdekat, menggeser satu koki yang bertugas dibagian saos, menyendok sedikit saos itu lalu mencicipinya.

'Asin.' aku menatap datar pada mereka, "Apa kalian ini seorang chef? Bagaimana bisa kalian memasak sekacau ini?"

"I-itu, kami sudah memasaknya sebaik mungkin, tapi tiba-tiba saja saat mencicipinya kembali semua itu terasa asin."

"Benar. Semua makanannya terasa asin."

Aku mengernyit tak senang, 'Ada yang janggal. Namun ini bukan saatnya.'

Aku menunjuk salah satu dari mereka, "Ambilkan apron untukku. Cepat."

Meski ia terlihat bingung, dengan gelagapan dia mengangguk dan pergi mengambilkan apa yang ku suruh. Kursi kecil ku naiki untuk melancarkan aksi pidato, "Aku ambil alih dapur ini. Jangan sampai ada yang membantah!"

Mereka terdiam menatap hati-hati. Aku menelusuri setiap sudut. Menunjuk dua orang dari mereka, "Kau dan kau, pergi dan ambil sayuran. Tomat, terong, mentimun. Potong semua bahan lalu susun dalam loyang, baluri saos dengan campuran udang dan tiram, garam dan lada. Lakukan segera."

"Ba ... baik!" Mereka berseru lalu segera mengambil bahan yang ku sebutkan, mulai memasak.

"Kau. Ambil bubuk coklat, susu, gula dan gelatin. Rebus semuanya dan diamkan, jika perlu masukkan dalam freezer untuk mempercepat pendingin. Segera." Ujarku kembali membuat ia segera melakukannya.

Aku kembali menunjuk dua orang, "Ambil potongan ayam dan wortel, bawang bombai, leek, dan seledri. Rebus selama sisa waktu ini. Ambil kaldunya dan rebus beberapa sayur dalam kaldu, tambahkan kentang dan sedikit mentega."

"Kau yang terakhir. Bantu aku untuk menyiapkan makanan utamanya. Lakukan secepat mungkin, tapi jangan panik, mengerti?" Aku berseru membuat mereka kembali pada semangat berapi-api. Aku turun dari kursi kecil yang ku naiki dan berjalan ke salah satu kompor.

"Nona, ini." Orang yang ku suruh mengambil apron kembali. Segera aku menerima dan memakainya untuk menutupi seragamku.

"Kau yang baru datang, bantu ambilkan bahan ini. Daging sapi segar. Lakukan segera," ujarku kembali, dia mengangkat tangan hormat dan berlari segera.

"Kau, buat saos barbeque, tahu bukan maksudku?"

"Aku mengerti."

Melihat orang itu yang segera melakukannya dan topi chef tinggi membuat ku yakin dia ketuanya. Dapur ini tenang pembicaraan namun ricuh pekerjaan. Benar. Sudah lama aku tidak merasakan suasana ini.

"Yang Mulia, saya juga akan membantu!" Riana mendekat menawarkan bantuannya. Aku meliriknya sekilas, memberikan dia sebaskom sayuran, "Cuci," perintahku datar.

Riana mengangguk, segera mengambil baskom itu ke wastafel terlihat sekali dia sedikit bergetar saat mengangkatnya.

"Nona, saya kembali." Orang itu datang dengan napas terengah-engah, membawa daging yang ku minta. Segera aku mengambil daging itu ke atas talenan, "Bantu yang lain," ujarku kembali padanya. Dia lagi-lagi mengangkat tangan hormat bendera, melakukan yang ku suruh dengan menanyakan bantuan pada yang lain.

Aku mengambil pisau paling besar, mengiris daging tipis dengan cepat dan tepat.

"Sayur sudah di cuci, Nona." Riana datang kembali dengan sayur yang sudah di cuci.

"Kau bisa memasak?" Tanyaku tanpa memandangnya.

"Tentu! Apapun itu." Serunya semangat.

"Kau diterima. Bantu pada bagian lalapan salad di sana. Makanan pembuka harus segera diantar. Jika perlu, secepat mungkin racik dengan dressing tartar di atasnya."

Riana mengangguk paham, segera menuju bagian lalapan. Selesai dengan daging, aku menyiapkan alat panggangan, sebelumnya menaburi garam secukupnya, perasan jeruk lemon, dan lada merica. Lalu beralih pada sayur.

Dengan pisau kecil, aku memotong tomat menjadi beberapa bagian, serta wortel, dan brokoli. Aku sesekali melirik jam, sepuluh menit berlalu. Aku menelan ludah sedikit gugup, 'Tidak. Jangan takut. Lakukan segera Stella. Bukan. Kau Sena. Lakukan.'

"Nona! Lalapan sudah siap."

Aku menoleh, menatap sajian lalapan salad yang sudah siap di atas mangkuk putih. Aku meninggalkan sekilas pekerjaanku dan mengecek. Ya aku mengangguk puas.

"Cepat bawa ini ke ruangan perjamuan."

Salah satu dari mereka mengangguk. Satunya lagi bersama dengan Riana dengan hati-hati meletakkan mangkuk hidangan appertizer pada gueridon.

Aku kembali pada makanan utama, memanggang daging sapi dengan cepat namun stabil agar benar-benar matang sempurna.

Disela-sela kesibukan, pintu terbuka tiba-tiba menampilkan salah satu koki dapur yang tadi mengantarkan makanan pembuka.

"Nona, ada keluhan!"

...***...

"Huh! Mereka seenaknya saja bicara. Evergreen tidak selemah itu. Kesalnya."

Aku terus-menerus mendengar ocehan Riana menyangkut hal di awal. Dia terlihat kesal dengan pipi yang menggembung seperti anak kecil yang marah. Sebenarnya, aku yakin dia kehabisan topik. Kami sekarang di depan ruang jamuan makan para tamu.

Jamuannya, berjalan lancar. Ya. Aku bersyukur.

"Nona, ada keluhan dari kepala akademi. Beliau bilang, ekhem. Jangan terburu-buru. Aku bisa mengulur waktu. Begitu."

Aku kira apa. Ternyata. Namun berkat itu, aku bisa kembali tenang meski sempat gugup karena dikejar waktu. Karena situ pula aku bisa sempat menyajikan minuman lemon. Beruntung.

Saat selesai pun, orang-orang dapur terharu sampai menyiapkan tisu.

"Nona, terimakasih. Kami tidak tahu bagaimana jika Nona tidak datang kemari tadi."

Begitu. Namun beruntung pula karena itu, mereka mengizinkan aku untuk datang ke kantin dan menyajikan makanan 'gratis' tanpa membayar poin untukku. Keberuntungan ganda.

Beberapa menit lagi kami akan memulai tour mengelilingi akademi. Sempat mengira akan mengelilingi akademi dengan berjalan kaki, ternyata mereka menyediakan mobil yang bisa dinaiki lebih dari dua belas orang. Ya. Mobil panjang dan mewah. BnW.

Pintu terbuka, Riana seketika berhenti mengoceh lalu tersenyum. Aku tahu dia menyembunyikan rasa kesalnya dibalik senyuman.

"Apa Anda menikmati jamuan kami?" tanya Riana ramah dengan senyuman malaikat. Mereka terpaku, kekuatan pemeran utama memang beda. Sekali senyum satu kill.

"Ya. Makannya sangat lezat. Apalagi, makanan yang bernama Steak Sapi Barbeque. Kami ingin tahu siapa yang membuat makanan itu," ujar apresiasi dari salah satu pria di sana. Ya. Di sini jarang menggunakan daging sapi karena katanya, keras. Padahal tidak tuh.

"Oh, yang membuatnya adalah Yang Mulia Ari ..."

"Mari kita lanjutkan perjalanan. Kami akan mengantar kalian untuk menunjukkan beberapa tempat terunggul di akademi ini."

Aku mengambil alih, memotong ucapan Riana. Kami akhirnya kembali pada tujuan utama untuk mengelilingi akademi ini. Namun tidak ku sangka ternyata ada tikus.

^^^つづく^^^

...ーARIGATO FOR READINGー...

...THANKS...

1
Eins
kak, gak mau di bukuin aja kah? aku mau beliii beneran dehh, atau e-booknya gitu?
lee ary
ayuh mulakan
syrd_hiyya
Suka dengan alur ceritanya. Adegan pertarungannya di jelaskan secara detail jadi kita bisa membayangkannya.
muti
ini seriusan envy sama stela GK bersatu/Sob//Sob/ pdhl mau liat mereka bucin.
𝚁𝚊𝚢𝚊♡
ehh kirain bakal berlayar
Monifa Shani
Kalau tidak salah, kalian sama-sama bokek, kan? Lebih hemat untuk memasak daripada membeli makanan
Ni Ketut Patmiari
Luar biasa
Ni Ketut Patmiari
semangat thor... ceritanya menarik👍
Darkness Crystal14
kak kok di wp di unpublish
Fyn_Casttle: maaf ya ... ketentuan kontrak NT/Cry/
total 1 replies
Jihan
Asli ini klo bnrn karam, sedih asli asksksk pls, udh trbang sm duo ini dhl..
Jihan
btw kak, klo di spam like, gbkl knp² kn ini?
Fyn_Casttle: amann
total 1 replies
Jihan
Kapal gue, mau merenung dlu sih, klo envy bnrn g sama stella😔
Jihan
maapkeun ktinggalan
Jihan
kak, ini knp jdi Aiden? kapal gue tnggelem kah?
Monifa Shani: Apa Envy akan melakukan hal sinting, lagi?
Jihan: selalu mantau dhl ka, eh bnrn up exchap, tpi mau merenung dlu sih grgr kapal gue..
total 4 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!