Pengantin Pengganti Sahabatku

Usai berpamitan dengan kedua mertuanya, Zahira diajak Shaka pergi menemui Arumi dan Rayyan untuk berpamitan sebelum mereka pindah ke apartemen. Selain itu, Zahira pun ingin mengambil pakaian serta barang-barang lainnya untuk dipindahkan ke tempat tinggalnya yang baru.

Hanya membutuhkan waktu kurang lebih empat puluh menit, mobil milik Shaka telah memasuki pekarangan rumah mewah dua lantai peninggalan Mei Ling--nenek Zahira. Keduanya turun dari mobil dan langsung disambut hangat oleh seorang asisten rumah tangga yang tak lain adalah anak dari mbak Tini.

"Selamat pagi, Mbak Zahira, Mas Shaka." Tina menyapa pasangan pengantin itu dengan sopan dan ramah.

"Selamat pagi juga, Mbak. Apakah Ayah dan Bunda ada di rumah?" tanya Zahira memastikan. Kemarin saat resepsi pernikahan berlangsung, ia sudah mengatakan kepada Arumi kalau hari ini akan pulang ke rumah. Namun, ia mencoba memastikan lagi takut kalau kedua orang tuanya ada urusan mendadak.

"Ada, Mbak. Pak Rayyan dan Bu Arumi saat ini ada di taman belakang. Kebetulan mereka baru saja selesai sarapan," jawab Tina memberitahu.

"Baiklah. Kalau begitu kami masuk dulu ke dalam."

"Silakan, Mbak, Mas." Tina menundukan kepala seraya mempersilakan pasangan pegantin baru itu untuk masuk ke dalam rumah.

Senyum terulas tipis di bibir Zahira kala tatapannya tertuju kepada seorang wanita berusia lima puluh dua tahun yang sedang menyiram tanaman bunga. Meskipun usianya telah senja tetapi aura kecantikan wanita itu masih terpancar hingga sekarang.

"Bunda! Ayah!" seru Zahira seraya berhambur mendekati kedua orang tuanya. Ia terlalu merindukan pelukan sang bunda hingga melewati Shaka begitu saja.

Mendengar seruan itu, Arumi meletakkan gembor atau alat penyiram tanaman yang berbentuk seperti cerek besar ke tanah kemudian membalikan badan menghadap sumber suara. "Kalian sudah datang rupanya. Bunda pikir kalian akan datang ke sini agak siangan." Dokter cantik bermata indah menyambut hangat kedatangan anak beserta menantunya.

Tanpa aba-aba, Zahira langsung melingkarkan tangannya di pinggang sang bunda dan memeluk erat wanita itu. "Kami sengaja datang pagi-pagi karena takut kejebak macet. Bunda tahu sendiri bagaimana lalu lintas di kota ini, telat sedikit saja sudah kejebak macet. Oleh karena itu, Shaka mengajakku datang ke sini setelah kami sarapan," jawab gadis itu tanpa melepaskan pelukan.

Dari jarak tak terlalu jauh, Shaka dapat menyaksikan bagaimana manjanya sang istri saat berada di dekat orang tuanya. Meskipun sudah berusia dua puluh empat tahun tapi sikap istrinya tak pernah berubah sedikit pun. Mungkin karena Arumi dan Rayyan membesarkan Triplet serta Shakeela dengan penuh cinta dan kasih sayang hingga membuat Zahira sedikit manja. Kendati begitu, dokter cantik berkulit putih bagaikan kapas dapat menempatkan diri kapan dia harus bersikap manja dan kapan harus bersikap dewasa.

Tatapan mata Rayyan menatap dingin ke arah Shaka yang berdiri di seberangnya. Wajah datar, sikap dingin dan jarang tersenyum masih menjadi ciri khas dari seorang Muhammad Rayyan Firdaus. Meskipun sudah dua puluh empat tahun berlalu namun sikap pria paruh baya itu tak pernah berubah sedikit pun.

"Ayah pikir kamu akan langsung ke apartemen tanpa berkunjung terlebih dulu ke rumah kami." Rayyan mulai mengeluarkan suaranya pada sang menantu. Nada suara pria itu dingin dan sangat menakutkan.

"Mana mungkin kami pergi tanpa pamitan terlebih dulu kepada Ayah dan Bunda. Lagi pula, Zahira harus mengemasi pakaian dan mengambil barang-barang miliknya di sini," jawab Shaka tenang, sama sekali tak terprovokasi oleh sikap Rayyan yang terkesan dingin.

Shaka berjalan menghampiri ayah mertuanya, kemudian menyalami serta mencium punggung tangan. "Bagaimana kabar Ayah, sehat?"

"Alhamdulillah sehat. Nak Shaka, bisa ikut Ayah ke dalam. Ada hal penting yang ingin disampaikan kepadamu," pinta Rayyan bersungguh-sungguh.

Ketika dua lelaki tampan melangkahkan kaki meninggalkan taman belakang, ekor mata Zahira menangkap gerakan mereka. Lantas, gadis cantik itu berkata dengan meninggikan sedikit nada suaranya. "Ayah mau mengajak Shaka ke mana?" tanyanya cemas. Khawatir kalau sang ayah akan melakukan suatu hal yang sering dilakukan oleh kedua kakak lelakinya saat ada seseorang yang jahat kepadanya.

"Hanya ingin membawa suamimu ke ruang kerja sambil menunggumu mengemasi pakaian," tukas Rayyan seraya menatap Shaka dengan serius.

"Ayah, tapi--" Perkataan Zahira terpotong kala melihat tatapan dingin dan tegas sang ayah. Tatapan yang tersirat jelas di mana Rayyan meminta anak tercinta untuk tidak membantah.

Zahira menghela napas panjang. Terpaksa membiarkan Shaka mengikuti Rayyan ke ruang kerja. Tak tahu hal penting apa yang ingin disampaikan tapi dia berharap semua kan baik-baik saja.

***

Rayyan melangkahkan kakinya menuju sebuah ruangan yang biasa digunakan oleh direktur rumah sakit Persada International Hospital untuk memeriksa laporan pekerjaan para karyawan rumah sakit. Sementara Shaka mengekori ayah mertuanya dengan patuh. Hingga mereka tiba di sebuah ruangan yang cukup luas di mana banyaknya rak buku berisi koleksi buku kedokteran di samping kanan kiri.

"Ayah, kalau boleh tahu ada hal penting apa yang membuat Ayah sampai mengajakku ke ruang kerja? Apakah aku melakukan kesalahan?" tanya Shaka. Melihat aura wajah Rayyan tampak begitu dingin dan serius hati pria itu memberi sinyal bahwa ada sesuatu yang serius ingin dibicarakan secara empat mata.

Alih-alih menjawab pertanyaan Shaka, Rayyan malah balik bertanya, "Apa putriku menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri dengan baik?"

Shaka cukup terkejut atas pertanyaan yang disampaikan kepadanya. Ia menatap Rayyan dengan tatapan yang sulit diartikan. Alis saling tertaut satu sama lain, mencoba mencari tahu maksud pertanyaan pria paruh baya itu apa.

Detik berikutnya Shaka tersenyum samar setelah mengerti arti dibalik pertanyaan itu. "Rara menjalankan kewajibannya dengan sangat baik, Ayah. Tak ada kesalahan sedikit pun yang dilakukan oleh putri kesayanganmu. Dia tahu betul bagaimana seharusnya seorang istri melayani suami dengan baik. Mungkin karena selama ini Rara merekam jelas kebiasaan Bunda Arumi saat menjalankan perannya sebagai seorang istri hingga dia terlihat begitu piawai melayaniku."

Rayyan menghela napas panjang. Apa yang ada dalam benak pria itu tidak sampai terjadi. Semalaman dia berpikir bagaimana jika Zahira tak becus menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai seorang istri. Akankah Shaka menyakiti putri kecilnya itu jika ketahuan melakukan kesalahan? Banyak hal yang dia pikirkan sejak semalam hingga membuat tidurnya tak nyenyak.

Kekhawatiran Rayyan sangat bisa dimaklumi sebab pernikahan yang berlangsung meriah kemarin pagi tidak sama sekali direncanakan sebelumnya. Ia sekeluarga datang ke ballroom hotel berniat menjadi saksi penyatuan dua insan manusia bukan menjadi salah satu pemangku hajat. Kejadian kemarin sangat jauh dari skrenario yang direncanakan oleh ayah empat orang anak.

.

.

.

Halo semua, yuk mampir ke karya temen author. Judul dan nama penanya di bawah sini ya. 👇