follow Ig : dhee.author
Mungkin ini tidak sepantasnya. Tapi apa daya kalau Mika terlanjur dibuat nyaman oleh kakak iparnya sendiri.
Sedangkan lelaki yang dia sebut suami, dia lebih mementingkan wanita lain ketimbang dirinya.
Nalurinya sebagai perempuan yang haus akan perhatian sudah terpenuhi oleh kakak iparnya, Gavin.
Hingga perlahan cinta itu tumbuh dan tak bisa dicegah lagi. Rasa ingin memiliki itu begitu kuat. Sekuat rintangan yang harus mereka lalui agar bisa bersama.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhessy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 16
Mikha pulang ke rumah orangtuanya. Sayang, mereka tengah melakukan perjalanan bisnis. Papanya ke Singapura, mamanya sendiri ke Kalimantan. Dua orang tersebut terlalu bersemangat untuk bekerja. Padahal anak satu-satunya mereka sudah ada yang menghidupi. Mikha masih tak habis pikir, buat apa mamanya bekerja sekeras itu?
Bukankah cukup di rumah saja? Menunggu Wira pulang bekerja dan melayaninya dengan baik.
Merasa bosan, Mikha memilih untuk masuk ke kamar mendiang kakaknya. Kamar itu sudah jarang sekali dibuka semenjak Uli meninggal. Sesekali saja untuk dibersihkan dan diganti spreinya saat sudah berdebu.
Mendadak ia merasa rindu. Sebab itu Mikha ingin melepas rasa rindunya dengan masuk ke kamar Uli.
Mikha duduk di kursi meja belajar Uli. Di atas meja, masih lengkap dengan buku-buku pelajaran milik Uli. Ada foto bersama dirinya yang dimasukkan ke dalam bingkai dan dipajang di atas meja.
Semua barang-barang Uli masih lengkap. Mikha tak mengijinkan siapapun untuk merubah posisinya sedikitpun kecuali pada saat dibersihkan.
"Kakak udah bahagia, ya, di sana? Di sini Mikha masih harus berjuang, Kak. Kira-kira kakak tau nggak gimana caranya Mikha bisa dapat bukti lain untuk lepas dari Gilang?"
Mikha berbicara sendiri. Sambil menatap foto Uli yang tersenyum manis. Foto dengan memegang piala olimpiade matematika saat Uli masih sepuluh.
Piala itupun masih terpajang rapi di dalam lemari kecil, yang sengaja di belikan Wira untuk memajang piala-piala milik Uli. Dari mulai piala melukis, piala saat menjadi juara bela diri.
Sayangnya, gadis pintar serba bisa itu tak memiliki usia yang panjang. Tuhan mengambilnya di usia tujuh belas tahun.
Mikha merebahkan tubuhnya ke atas ranjang. Aroma parfum Uli masih tercium di bantal dan selimutnya. Itu karena Mikha meminta asisten rumah tangga di rumah mamanya untuk menyemprotkan parfum Uli setiap mengganti sprei.
"Kakak, Mikha tidur di sini, ya," ucap Mikha saat itu.
Malam itu, hujan turun dengan derasnya. Petir menggelegar saling bersahutan. Saat itu Mikha dan Uli sudah tidur di kamar yang terpisah.
"Kenapa nggak tidur sama Mama dan Papa?"
"Kamarnya dikunci, Kak. Aku ketok-ketok nggak ada yang bukain."
Saat itu Uli hanya tersenyum lebar. Usianya yang sudah beranjak dewasa tentu paham dengan apa yang terjadi di kamar Papa dan mamanya.
Seperti novel-novel yang sering dia baca, suasana malam, apalagi sedang hujan memang waktu yang sangat cocok untuk hal tersebut.
"Ya udah, sini tidur samping kakak. Lain kali kalau hujan begini langsung ke kamar kakak aja. Nggak usah ke kamar Mama."
"Memangnya kenapa?" Mata Mikha menatap Uli dengan polos.
Uli tertawa kecil. "Enggak apa-apa. Udah, ah, tidur. Besok sekolah."
Malam itu, malam terakhir Mikha tidur bersama Uli. Karena malam-malam setelahnya tidak terjadi lagi hujan lebat seperti yang Mikha takutkan sebelumnya.
Lalu seminggu setelah malam itu, Mikha menemukan Uli sudah meninggal di kamarnya.
"Aku kangen sama kakak," ujarnya pelan. Air matanya menetes membasahi bantal yang dia tiduri.
Dipeluknya boneka teddy bear besar berwarna ungu yang menjadi boneka kesayangan Uli. Katanya, boneka itu dari seseorang. Entah siapa, Mikha tak mengenalnya.
Sekalipun Mikha sangat dekat dengan Uli, tapi Mikha tak pernah tau dengan siapa saja Uli menjalin kedekatan. Bahkan sahabat-sahabat Uli pun Mikha tak mengenalnya dengan baik. Hanya sebatas mengetahui wajah dan namanya saja.
"Kotak apa itu?"
Mikha beranjak dari tempat tidur setelah melihat sebuah kotak yang berada di atas lemari. Baru dia lihat sekarang karena kotak tersebut menempel pada dinding.
Mikha harus menaiki kursi agar bisa mengambil kotak tersebut.
Berdebu dan kusam. Kotak itu sangat berdebu dan warnanya pun sudah kusam. Setelah kepergian Uli, pasti tidak ada yang membuka kotak tersebut.
Jangankan membukanya, menyadari keberadaannya pun sepertinya tidak.
Mikha sampai terbatuk-batuk saat berusaha membersihkan debu-debu tersebut.
Setelah kotak tersebut terbuka, Mikha melihat beberapa benda yang tidak pernah dia ketahui kalau kakaknya memiliki benda tersebut.
Sepasang sepatu, satu jam tangan couple, boneka monyet dengan ukuran kecil, lalu buku agenda yang ternyata masih kosong.
Hanya ada selembar foto. Foto Uli bersama..."Kak Gavin?"
Dan di lembar terakhir, tertempel foto Uli dengan... "Gilang?" Mikha terperangah, tak percaya dengan apa yang dia lihat.
Kenapa ada foto Gilang dan Gavin dengan Uli, kakaknya?
Apa hubungan mereka bertiga?
Atau mungkin, mereka tau apa yang menyebabkan Uli meninggal?
Berbagai pertanyaan terus berputar di kepala Mikha.
Mikha tak pernah tau kalau Uli pernah sedekat itu dengan Gilang dan Gavin. Bahkan Mikha rasa, Mikha belum pernah bertemu dengan mereka saat kakaknya masih hidup.
Mikha memasukkan kedua foto tersebut ke dalam tasnya. Dia rasa dia harus segera menemui Gavin untuk meminta penjelasan.
Setelah memastikan Gavin berada di apartemennya, Mikha langsung pergi ke sana.
"Ada apa? Kenapa tiba-tiba datang?" Gavin menatap Mikha dengan penuh tanya.
Seingatnya, Mikha baik-baik saja sebelum dia pulang. Hanya mengatakan kalau dia rindu dengan kakaknya. Tapi saat ini, Mikha tengah menatap tajam kedua mata Gavin, dengan tangannya mengacungkan dua lembar foto yang dia temukan tadi.
"Apa hubungan kalian dengan kakakku?"
"Kha, i-ini..." Gavin tergagap, tak bisa berkata-kata.
"Pasti mau tanya dapat foto ini dari mana, kan?" tebak Mikha seratus persen benar.
Benar, Gavin ingin bertanya darimana Mikha mendapatkan foto tersebut?
"Aku rasa itu nggak penting karena aku yakin kak Gavin sudah tau darimana aku bisa dapat foto ini. Yang terpenting saat ini adalah, penjelasan soal foto-foto ini. Kenapa bisa? Ada hubungan apa kalian? Atau, kak Gavin juga tau apa yang menyebabkan kak Uli meninggal? Aku tau kalau saat itu kakakku bunuh diri. Hanya saja aku dianggap masih terlalu kecil untuk mengetahui hal tersebut. Kakak tau, kan, apa yang menyebabkan Kak Uli bunuh diri? Kak Gavin atau Gilang yang menyebabkan kakakku meninggal? Atau kalian berdua yang membuatnya seperti itu?"
"Tenang, Mikha. Aku bisa jelasin."
"Jelasin sekarang!"
"Waktu itu.... Mikha!"
Belum juga Gavin memberikan penjelasan, tubuh Mikha sudah ambruk tak sadarkan diri.
Gavin segera membawa Mikha masuk ke dalam kamarnya.
***
"Gimana keadaannya, Bel?"
"Kalau dilihat dari apa yang Lo katakan, sebenarnya dia sedang banyak pikiran, Vin. Kesehatannya melemah itu karena faktor pikiran. Ada baiknya Lo bantu dia agar bisa lepas dari semua ini, Vin. Kasian, masa depan dia masih panjang. Dia berhak bahagia atas hidupnya. Kalau bukan Lo yang membantunya, siapa lagi?"
Gavin mengangguk mengerti mendengar penjelasan Bella. Seorang dokter sekaligus sahabat dekat Gavin sejak masa SMA.
Bella menghembuskan napas dengan kasar. Tangannya sibuk menyiapkan jarum suntik untuk memasang peralatan infus ke tangan Mikha.
"Dia perlu dibawa ke rumah sakit?"
"Sementara biar di sini aja dulu. Kalau nggak kunjung membaik, bisa dibawa ke rumah sakit. Besok pagi gue ke sini lagi buat ngecek keadaan dia. Kalau dia udah bangun, usahakan jangan terlalu banyak pikiran. Ya, cara Lo buat tenangin dia dulu aja-lah, Vin."
"Gue nggak yakin bisa, Bel. Apa yang dia mau tau ya harus dia dapatkan."
Bella tertawa kecil. "Gue pun sama, Vin. Lo pasti juga ngerasa begitu kan, kalau ingin tau sesuatu? Tapi terkadang memang kita tidak perlu mengetahui sesuatu demi kesehatan hati kita sendiri. Lo peluk dia kayak biasanya juga bakalan diam."
"Apa, sih, Lo!"
Mendadak Gavin salah tingkah saat Bella menggodanya.
Memang bukan hal baru lagi bagi Bella kalau Gavin jatuh cinta pada Mikha.
Gadis yang baru dia kenal setelah kepergian Maulida. Dulu, Bella mengira kalau Uli hidup lagi saking miripnya wajah Mikha dan Uli.
🌹🌹🌹
mohon dimaklumi, otaknya lagi nggak bisa di ajak kerja sama. ,😌😌