Menjadi Ratu Di Tangan Kakak Ipar
Mika hanya melirik sekilas lelaki yang berstatus suaminya, yang baru saja masuk ke dalam rumah. Tanpa meliriknya, apalagi menyapanya.
Enam bulan menjalani status pernikahan. Nyatanya Mika dan Gilang bagaikan orang asing yang hidup dalam satu atap.
Seperti hidup dalam sebuah rumah, tapi kamarnya dijadikan kos-kosan. Tidak saling dekat satu sama lain.
Mereka menikah karena perjodohan.
Masih ada kakak Gilang yang belum menikah. Kenapa justru Gilang terlebih dahulu yang dijodohkan? Dan Mika menyayangkan, kenapa harus dirinya yang menjadi istri Gilang?
Entah sampai kapan Mika harus bertahan di pernikahan yang tidak ada tujuannya. Berusaha saling mendekatkan diri pun tidak ada yang melakukannya.
"Uang bulanan sudah aku transfer."
"Hmm."
Sesingkat itu percakapan mereka malam ini. Tak ada yang ingin mencari topik agar bisa mengobrol barang sedetik saja.
Selesai. Dan Mika pun beranjak ke kamarnya setelah mengambil makan malam, yang dia beli untuk dirinya sendiri. Tak peduli apakah Gilang sudah makan atau belum.
Pernah Mika bertindak sebagai seorang istri. Menyiapkan makan, menyiapkan pakaian, bahkan dengan percaya dirinya memakai pakaian kurang bahan di hadapan Gilang.
Namun Gilang seperti buta. Tak melihat sedikitpun usahanya.
Hingga perasaan lelah mendera hati Mika. Saat itulah Mika tak lagi memperdulikan Gilang.
Tak peduli lelaki itu sudah makan atau belum.
Tak peduli lelaki itu akan pulang jam berapa.
Dan tak peduli lagi dengan apapun yang bersangkutan dengan Gilang.
***
"Udah dapat tempat magang belum?"
Mika mengangguk antusias mendengar pertanyaan Sena. "Kemarin gue ke kantor kakak ipar gue. Eh, langsung diterima sama dia."
"Kenapa nggak di tempat suami Lo aja?"
Kali ini wajah Mika berubah murung. "Kayak nggak tau aja hubungan gue sama Gilang gimana."
Sena tertawa kecil. "Magang sama kakak ipar, awas kalau sampai cinlok, ya."
"Ya gila kali gue cinlok sama Kak Gavin. Nggak ada ceritanya suka sama kakak ipar sendiri."
"Eh, jangan salah. Ipar itu maut. Jaman sekarang kalau udah cinta nggak pandang dia siapa. Suami orang juga diembat aja."
"Tapi gue nggak kayak gitu. Kayak gini biar Gilang nggak peduli sama gue, tapi gue nggak pernah yang namanya main cowok."
"Iya, deh, iya." Kali ini Sena mengalah.
Sejauh ini, ketegaran hati Mika memang mengagumkan.
Kalau wanita lain mungkin sudah menuntut cerai. Tapi Mika justru tetap mempertahankan rumah tangganya yang tidak tahu akan dibawa kemana.
"Tapi suami Lo tau, kalau Lo mau magang di tempat kakaknya?"
"Gue nggak pulang aja nggak dicari apalagi soal gue magang di mana. Dia nggak akan peduli."
Sena menatap Mika dengan tatapan miris. "Rumah tangga kalian mau dibawa kemana, sih, Ka? Gini amat perjalanannya."
Mika mengendikkan bahunya. Mika sendiri saja tidak tahu apalagi Sena. Yang dia tahu, dia dan Gilang harus berpura-pura bahagia dan menunjukkan bahwa rumah tangga mereka baik-baik saja jika berada di hadapan para orangtua.
Masih menjadi pertanyaan besar bagi Mika, kenapa Mika dinikahkan di usianya yang baru dua puluh satu tahun.
Kalau saja dengan orang yang Mika cintai, itu tidak masalah. Sayangnya, dia harus rela mengakhiri hubungannya dengan Dimas demi menikah dengan lelaki yang sama sekali tidak mencintai Mika.
Saat itu, Mika tak diijinkan untuk menolak dengan alasan apapun, itu sudah wasiat dari kakeknya yang bersahabat dengan kakek Gilang.
Semacam perjanjian di masa lalu. Bahwa keturunan mereka harus ada yang berjodoh. Karena anak dari mendiang kakek Mika semua laki-laki dan ayah Gilang merupakan anak tunggal, maka tidak mungkin Papa Mika dan Papa mertuanya akan menikah. Jeruk makan jeruk, masa?
Akhirnya Mika-lah yang menjadi korban perjanjian itu.
Mika yang harus terjebak dalam pernikahan dengan Gilang.
"Gue masih mikir, deh, Ka. Kenapa nggak Lo sama kak Gavin aja? Kenapa harus Gilang?"
"Pertanyaan itu juga yang nggak pernah gue dapatkan jawabannya sampai sekarang, Na. Kayaknya kak Gavin punya pacar. Atau mungkin dia..."
Mika bergidik ngeri sendiri sebelum melanjutkan ucapannya. Dalam pikirannya, Gavin bukanlah lelaki normal. Bisa saja dia menolak sebuah perjodohan karena mencintai seseorang yang sama. Sama dalam artian "itu".
"Jangan-jangan?"
"Jangan-jangan?"
Mika dan Sena berucap bersamaan. Pertanda bahwa apa yang ada di dalam pikiran mereka itu sama.
"Waaaa... Mika. Lo punya kakak ipar macam begitu. Oh, no! Geli sendiri gue, Ka."
"Emangnya cuma lo doang yang geli. Gue juga, Sena. Ganteng-ganteng begitu masa belok, ya?"
"Eh, jangan salah. Justru yang kayak begitu yang kebanyakan pada belok. Atau si Gilang juga begitu, ya?"
"Kenapa bisa ke Gilang juga?"
"Ya bayangin aja, Mika. Kalian udah enam bulan nikah, tapi dia nggak tertarik sama sekali sama Lo. Menurut Lo kalau kaya begitu gimana? Dia masih normal? Halo, Mika. Kalau lelaki normal nggak akan tahan selama itu buat nggak melampiaskan ga*ra* dia. Apalagi dia udah punya tempat yang halal untuk melampiaskan. Sedangkan sama Lo dia nggak tertarik sama sekali buat nyentuh Lo. Hayo, loh. Gimana cara dia selama ini, Ka? Gimana lagi kalau nggak ituuuu. Oh, atau dia jajan di luar, ya?"
"Udah, deh, Sena, nggak usah jadi kompor. Jadinya pengen minta cerai nih gue gara-gara ucapan Lo."
Ucapan Sena terus terngiang di kepala Mikha. Kini dia jadi berpikiran buruk. Entah Gilang belok, atau dia punya wanita lain yang dia cintai. Atau memang dia hobi jajan di luar ketimbang menyentuh istrinya sendiri.
***
"Sepuluh menit untuk siap-siap. Malam ini kita makan malam di rumah Papa."
Mikha hanya bisa melongo mendengar ucapan dingin Gilang. Tanpa menyebut namanya, tanpa berbasa-basi, dia langsung memberi waktu yang singkat untuk Mikha bersiap-siap.
Padahal Mikha baru saja menginjakkan kakinya di rumah setelah menonton film dengan Sena.
Berniat membalas dendam, Mikha sengaja berlama-lama di dalam kamar. Sudah lebih dari tiga puluh menit dan Mikha belum berniat untuk keluar walaupun sebenarnya dia sudah siap sejak sepuluh menit yang lalu.
"Biarin aja. Salah siapa ngeselin banget jadi orang. Baru juga pulang. Biarin istirahat dulu apa gimana gitu. Langsung bilang cuma dikasih waktu sepuluh menit. Emang dia nggak punya hp buat hubungin gue biar bisa pulang lebih cepet?" gerutu Mikha kesal.
Dia sudah mulai mendengar ketukan sepatu beradu dengan lantai yang semakin dekat menuju kamarnya.
Benar saja, tak berselang lama, pintunya diketuk dengan keras. Disertai dengan teriakan Gilang di luar kamar Mikha.
***
Seperti diatur secara otomatis, dengan sigap Mikha mengalungkan tangannya di lengan Gilang saat memasuki rumah mertuanya.
Mikha dan Gilang memberikan senyuman lebar. Menunjukkan pada anggota keluarganya bahwa mereka adalah pasangan yang bahagia.
Mikha memeluk kedua mertuanya, Anton dan Yunita, yang sudah menyambut mereka dengan bahagia di ruang keluarga. "Mantu cantik Mama. Apa kabar, Sayang?"
"Baik, Ma. Mama sama Papa sehat?"
"Seperti yang kamu lihat, Sayang. Kami sehat. Harus selalu sehat biar bisa melihat cucu kami nanti."
Mikha tersenyum tipis. Dalam hati sebenarnya dia sedih, takut mengecewakan mertuanya yang baik itu kalau mereka tahu bagaimana rumah tangga Mikha dan Gilang.
"Kalian nggak menunda buat punya momongan, kan?"
"Menunda sebentar, Pa. Mikha, kan, harus fokus kuliah dulu. Anggap aja kita sedang pacaran, honeymoon setiap hari. Iya, kan, Sayang?"
Mikha mengangguk pasti untuk memberi dukungan. "Iya, Pa. Gilang, emm... Maksudku Kak Gilang. Apa yang dibilang Kak Gilang itu bener. Kita, kan, nggak pacaran dulu waktu sebelum nikah. Jadi, kayaknya kita mau pacaran dulu aja gitu. Sambil Mikha juga fokus kuliah dulu."
Anton dan Yunita mengangguk paham. "Enggak apa-apa. Mama sama Papa sabar nunggu, kok," ucap Yunita diiringi dengan tawa kecil dari bibirnya.
Mikha tersenyum canggung.
Saat kedua mertuanya dan Gilang berbicara, perhatian Mikha justru tertuju pada Gavin yang berjalan pelan menuruni tangga.
Pandangan matanya bertemu dengan kedua mata Gavin. Mendadak jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. Ada rasa penasaran di dalam diri Mikha saat melihat Gavin menaikkan sebelah alisnya. Lalu memberikan sebuah senyuman sinis untuk Mikha.
Kenapa?
🌹🌹🌹
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Efrida
br ketm nih cerita kyknya asik
2023-08-12
1
Santi
setuju
2023-03-24
0
𝕭𝖚𝖓𝖌𝖆
kasian sekali nasib mu mikha udah rela sama putus sama pacar nya eh d jodohin sama kulkas
2023-02-28
0