Dikhianati kekasih demi uang dan diinjak-injak hingga sekarat oleh Tuan Muda sombong, Ye Chen bangkit dari titik terendahnya setelah mengaktifkan "Sistem Kekayaan Mutlak & Kultivasi Ganda". Dengan saldo tak terbatas dan kekuatan yang meningkat setiap kali menaklukkan wanita... mulai dari dosen yang dingin, polisi galak, hingga ibu tiri musuhnya... Ye Chen bersumpah untuk membalas setiap penghinaan dengan dominasi total, menjadikan kota metropolitan Jianghai sebagai taman bermain pribadinya di mana uang adalah hukum dan wanita adalah sumber kekuatannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ex, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15 Harimau Betina
Kantor Biro Keamanan Publik Jianghai.
Ruang Interogasi No. 1.
Suasana di ruangan itu dingin dan steril. Dindingnya dilapisi busa peredam suara berwarna abu-abu kusam. Satu-satunya sumber cahaya berasal dari lampu neon putih yang berdengung pelan di langit-langit, menyorot langsung ke meja besi di tengah ruangan.
Ye Chen duduk santai di kursi besi yang dibaut ke lantai. Kedua tangannya terborgol ke meja.
Meski posisinya adalah tahanan, dia terlihat seperti bos besar yang sedang menunggu pesanan kopi. Dia bersandar malas, kakinya disilangkan, dan dia bersiul pelan mengikuti irama dengungan lampu.
Cklek.
Pintu baja terbuka.
Inspektur Tang Bing melangkah masuk. Dia membawa map tebal dan segelas kopi hitam. Wajahnya terlihat lelah tapi matanya tetap tajam dan ganas, seperti harimau betina yang siap menerkam mangsa.
Seragam polisinya yang ketat mempertegas setiap lekuk tubuhnya yang terlatih. Kancing kemejanya terlihat berjuang menahan dadanya yang bidang dan kencang. Sabuk kulit di pinggangnya menekan perut ratanya, membuat pinggulnya terlihat makin berisi.
Cantik. Tapi mematikan.
Tang Bing membanting map itu ke meja.
BRAK!
"Apakah tidurmu nyenyak, Tuan Muda?" sindir Tang Bing, menarik kursi dan duduk berhadapan dengan Ye Chen.
"Lumayan," jawab Ye Chen santai, matanya nakal menyapu tubuh Tang Bing dari atas ke bawah. "Tapi kasurnya agak keras. Dan pemandangannya... hmm, pemandangannya jauh lebih bagus sekarang."
Tang Bing mendengus jijik. "Tutup mulut kotormu itu. Kau pikir rayuan murahanmu mempan padaku?"
Dia membuka map itu, mengeluarkan foto-foto kekacauan di pesta Keluarga Zhao.
"Ye Chen. Mahasiswa semester akhir. Seorang Yatim. Rekening bank kosong melompong selama 22 tahun. Tiba-tiba kemarin, kau membeli sebuah supercar, membeli villa termahal, dan menyumbang 100 Juta Yuan ke kampus."
Tang Bing mencondongkan tubuhnya ke depan, menatap mata Ye Chen dengan tajam.
"Lalu malamnya, Grup Zhao... konglomerat terbesar di kota ini... hancur lebur karena serangan cyber yang canggih dan skandal pajak yang bocor entah dari mana. Dan kau ada di sana, menyatakan perang pada mereka tepat sebelum kejadian tersebut."
Tang Bing menggebrak meja lagi.
"Jelaskan! Dari mana asal uangmu? Siapa yang membantumu? Organisasi teroris mana yang mem-backing mu?!"
Ye Chen menguap lebar. "Hoaaam... Bu Polisi, imajinasimu liar sekali. Aku hanya menang lotre. Apa itu bisa dianggap sebuah kejahatan?"
"Lotre?!" Tang Bing tertawa sinis. "Lotre apa yang hadiahnya 10 Triliun Yuan dan kemampuan meretas bank sentral? Jangan main-main denganku, Ye Chen!"
"Aku serius. Namanya 'Lotre Nasib'. Kamu mau nomornya?"
"Cukup!"
Tang Bing berdiri. Dia berjalan ke arah dinding kaca satu arah. Tangannya meraih sakelar kamera CCTV.
Klik.
Lampu merah di kamera mati.
Tang Bing berbalik. Dia menggulung lengan kemejanya, memperlihatkan otot lengan yang kencang. Dia mengambil tongkat polisi dari pinggangnya, memukul-mukulkannya ke telapak tangan.
Tap. Tap. Tap.
"Kau tahu kenapa aku mematikan kamera?" tanya Tang Bing dengan suara rendah dan mengancam. "Karena hukum punya batasan. Tapi di ruangan tertutup ini... akulah hukumnya. Kalau kau tidak mau bicara baik-baik, aku punya cara lain untuk membuatmu berbicara secara paksa."
Ye Chen mengangkat alisnya. "Oh? Kau mau menyiksaku? Bukannya polisi dilarang melakukan kekerasan?"
"Ini bukan kekerasan," Tang Bing menyeringai kejam. "Ini 'Interogasi Intensif'."
Dia berjalan ke belakang Ye Chen. Tiba-tiba, dia menjambak rambut Ye Chen, menarik kepalanya ke belakang, dan menempelkan tongkat dingin itu ke leher Ye Chen.
"Katakan. Siapa kau sebenarnya?" bisik Tang Bing di telinga Ye Chen.
Posisi ini sangat intim, tapi juga berbahaya. Ye Chen bisa mencium aroma tubuh Tang Bing... campuran sabun mint, bubuk mesiu, dan sedikit keringat yang manis.
Ye Chen tersenyum miring.
"Kau yakin mau main kasar, Bing'er?"
Mendengar nama panggilannya disebut begitu akrab, Tang Bing makin emosi.
"Jangan panggil aku dengan sebutan Bing'er!"
Dia menekan tongkat itu lebih kuat ke jakun Ye Chen, berniat mencekiknya sedikit agar panik.
"Jawab!"
Ye Chen menghela napas. "Baiklah. Kalau kau mau lihat siapa aku..."
Mata Ye Chen tiba-tiba berkilat emas.
"Akan kutunjukkan."
Ye Chen menggerakkan kedua tangannya yang terborgol ke meja.
Tang Bing tertawa meremehkan. "Percuma. Itu borgol baja tungsten standar militer. Seekor gajah pun tidak akan bisa..."
Ucapan Tang Bing terhenti di tenggorokan.
Ye Chen sekadar merentangkan kedua tangannya ke samping dengan santai, seolah sedang meregangkan otot biasa.
KREEEEK!
Suara logam yang menjerit ngilu terdengar memekakkan telinga.
Rantai borgol baja itu menegang lurus, lalu...
PING!
Rantai itu putus. Hancur berkeping-keping seperti kerupuk yang diremas. Potongan logamnya terpental, menancap ke dinding busa di seberang ruangan.
Duk! Duk!
Mata Tang Bing melotot sampai hampir keluar. Mulutnya menganga. Tongkat di tangannya jatuh ke lantai.
Klang.
"Ba... Bagaimana..." Tang Bing mundur selangkah, kakinya gemetar. Borgol itu didesain untuk menahan penjahat kelas kakap bahkan seekor beruang sekalipun! Dan orang ini memutuskannya tanpa tenaga?!
Ye Chen berdiri perlahan. Dia memutar-mutar pergelangan tangannya yang sedikit memerah.
"Borgol mainan," komentar Ye Chen datar.
Dia berbalik menghadap Tang Bing. Aura Kaisar Naga yang mengerikan kembali keluar, kali ini lebih pekat, membuat udara di ruangan kecil itu terasa berat dan mencekik.
Tang Bing merasa sesak napas. Insting polisinya berteriak. LARI! MAHLUK DI DEPANMU BUKANLAH SEORANG MANUSIA!
Ye Chen melangkah maju. Tang Bing mundur hingga punggungnya menabrak dinding. Dia terpojok.
Ye Chen meletakkan satu tangan di dinding, tepat di samping kepala Tang Bing (Kabedon). Dia menunduk, menatap mata polwan cantik itu yang kini dipenuhi ketakutan.
"Kau bilang kau adalah hukum di ruangan ini?" bisik Ye Chen, suaranya berat dan serak.
Tangan Ye Chen yang lain bergerak, menyentuh lencana polisi di dada kiri Tang Bing, lalu turun sedikit meraba kancing seragamnya yang ketat.
"Di mataku, hukummu itu... tipis sekali. Setipis kancing bajumu yang mau lepas ini."
Wajah Tang Bing memerah padam, campuran antara marah, takut, dan... sensasi aneh di perutnya akibat kedekatan fisik ini.
"Kau... kau mau melawan seorang petugas! Kau bisa ditembak mati!" ancam Tang Bing, tapi suaranya terdengar seperti cicitan tikus.
"Tembak saja," tantang Ye Chen. "Tapi kalau pelurumu tidak mempan... apa yang akan kau berikan sebagai gantinya? Tubuhmu?"
Ye Chen mendekatkan wajahnya, hendak mencium... atau menggigit leher jenjang Tang Bing.
Tang Bing memejamkan mata, tubuhnya kaku dan pasrah. Dia tidak bisa bergerak! Kakinya seperti dipaku ke lantai!
Tepat saat bibir Ye Chen hampir menyentuh kulit leher Tang Bing...
TOK! TOK! TOK!
Pintu besi digedor keras dari luar.
"Inspektur Tang! Darurat! Inspektur!"
Momen itu pecah seketika.
Ye Chen menarik diri sambil terkekeh pelan.
"Hmm."
Tang Bing langsung merosot, napasnya terengah-engah seperti orang habis lari maraton. Dia memegang dadanya, menatap Ye Chen dengan tatapan ngeri.
'Orang ini... Seekor monster...'
Tang Bing buru-buru merapikan seragamnya, mengambil tongkatnya, dan membuka pintu dengan tangan gemetar.
"A-ada apa?!" bentak Tang Bing pada anak buahnya di luar, mencoba menutupi kegugupannya.
Seorang polisi muda berwajah pucat berdiri di sana. Dia membawa sebuah tablet.
"Lapor Inspektur! Kasus Kode Merah! Mayat ketiga ditemukan di pelabuhan lama!"
"Mayat ketiga?" Tang Bing mengerutkan kening. "Kasus pembunuhan berantai itu?"
"Benar! Dan kondisinya sama seperti dua korban sebelumnya... Mengerikan, Inspektur." Polisi muda itu menelan ludah, terlihat mau muntah. "Darahnya... tidak tersisa sama sekali. Seperti dihisap sampai kering. Dan ada bekas cakaran aneh di dinding baja kontainer. Tim Forensik bilang itu bukan cakaran seekor hewan, tapi... cakaran tangan manusia."
Tang Bing terdiam. Kasus ini sudah membuatnya pusing seminggu terakhir. Tiga korban. Semuanya preman atau tunawisma. Mati kering kerontang tanpa sisa darah setetes pun.
Tidak ada jejak sidik jari. Tidak ada rekaman CCTV. Seolah pelakunya adalah hantu.
"Hantu penghisap darah..." gumam Tang Bing frustrasi. "Bagaimana aku harus menjelaskan ini ke publik?"
"Mudah saja," sebuah suara menyela dari belakang Tang Bing.
Ye Chen berjalan keluar dari ruang interogasi sambil meregangkan lehernya.
"Itu bukanlah hantu. Itu ulah Kultivator Aliran Hitam yang berlatih teknik Blood Demon Art."
Tang Bing dan polisi muda itu menoleh serentak.
"Kultivator? Apa maksudmu? Kau pikir ini novel fantasi?!" sembur Tang Bing.
Ye Chen menyeringai. Dia menyambar tablet dari tangan polisi muda itu, melihat foto mayat yang kering seperti mumi itu.
Matanya menyipit. Feng Jiu (yang bersembunyi di cincin) mengirimkan suara telepati...
'Tuan... ini bau busuk Sekte Tinju Besi. Teknik yang mereka gunakan cuma teknik rendahan... Tapak Penghisap Darah. Sepertinya ada Tetua mereka yang sedang terluka parah dan butuh darah manusia untuk pulih.'
Ye Chen mengangguk paham.
"Dengar, Bu Polisi," Ye Chen menatap Tang Bing serius. "Kasus ini di luar nalar logikamu. Pelurumu tidak akan mempan melawannya. Kau kirim satu batalyon polisi pun, mereka cuma akan jadi kantong darah berjalan bagi makhluk itu."
"Jangan menakut-nakuti aku!"
"Aku tidak menakutimu... Tapi aku memberikan sebuah penawaran."
Ye Chen bersandar di tembok, melipat tangan di dada.
"Bebaskan aku sekarang. Hapus semua catatan kriminalku. Dan sebagai gantinya..."
Ye Chen menunjuk foto mayat itu.
"Malam ini juga, aku akan menyeret pelakunya ke hadapanmu. Hidup atau mati."
Tang Bing terdiam. Dia menatap Ye Chen dengan ragu. Logikanya menolak percaya, tapi instingnya mengatakan bahwa pria yang baru saja mematahkan borgol baja dengan tangan kosong ini... mungkin satu-satunya harapannya.
Tekanan dari atasan sudah sangat berat. Jika ada korban lagi, karir Tang Bing bisa-bisa tamat.
"Kau... kau serius bisa menangkapnya?" tanya Tang Bing pelan.
"Tentu. Bagi seekor Naga, menangkap tikus got itu perkara mudah."
Tang Bing menggigit bibir dan mulai berpikir keras. Akhirnya dia menghela napas panjang.
"Baik. Aku setuju."
"Tapi ada satu syarat lagi," potong Ye Chen.
"Apa lagi?!"
Ye Chen tersenyum nakal.
"Kalau aku berhasil... kau harus memanggilku 'Tuan Besar' (Master) selama 24 jam. Dan kau harus menuruti satu perintah apapun dariku tanpa membantah."
Wajah Tang Bing memerah lagi. "Satu perintah? Perintah apa?!"
"Rahasia. Nanti kau tahu sendiri."
"Kau...!" Tang Bing ingin menolak, tapi dia tidak punya pilihan. "Oke! Deal! Tapi kalau kau gagal atau mencoba kabur, aku akan memburumu sampai ke ujung dunia!"
Ye Chen tertawa lepas.
"Bagus. Siapkan mobilmu, Inspektur. Kita akan berburu vampir."
Ye Chen berjalan mendahului mereka keluar koridor, langkahnya tegap dan penuh percaya diri.
Tang Bing menatap punggung lebar itu. Ada perasaan aneh yang tumbuh di hatinya. Rasa benci, takut... tapi juga rasa aman yang membingungkan saat berada di dekat pria berbahaya itu.
'Tuan Besar? Cih... Dalam mimpimu,' batin Tang Bing, meski jantungnya berdebar kencang membayangkan apa "satu perintah" itu.
Ye Chen terlalu dominan dalam kekayaan ekonomi, kekuatan super, dan bahkan kekuasaan politik. Jika Ye Chen masih dominan di bab-bab selanjutnya, ini akan mematikan konflik bagus dan kemunculan antagonis yang bagus pula.
Apalagi saat ini plot masih menekankan dominasi Ye Chen dalam hal seksualitas dan kekayaan.