Amirul, yang dikira anak kandung ternyata hanyalah anak angkat yang tak sengaja tertukar pada saat bayi.
Setelah mengetahui jika ia anak angkat, Amirul di perlakukan dengan kasar oleh ibu angkat dan saudaranya yang lain. Apa lagi semenjak kepulangan Aris ke rumah, barang yang dulunya miliknya yang di beli oleh ibunya kini di rampas dan di ambil kembali.
Jadilah ia tinggal di rumah sama seperti pembantu, dan itu telah berlalu 2 tahun lalu.
Hingga akhirnya, Aris melakukan kesalahan, karena takut di salahka oleh ibunya, ia pun memfitnah Amirul dan Amirul pun di usir dari rumah.
Kini Amirul terluntang lantung pergi entah kemana, tempat tinggal orang tuanya dulu pun tidak ada yang mengenalinya juga, ia pun singgah di sebuah bangunan terbengkalai.
Di sana ada sebuah biji yang jatuh entah dari mana, karena kasihan, Amirul pun menanam di sampingnya, ia merasa ia dan biji itu senasib, tak di inginkan.
Tapi siapa sangka jika pohon itu tumbuh dalam semalam, dan hidupnya berubah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon less22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15
...⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️...
...happy reading...
...⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️...
Keesokan harinya, Amirul terbangun sebelum azan subuh, hatinya penuh antisipasi. Tanpa menunggu lama, ia melesat ke halaman belakang rumahnya yang sempit.
Matanya membelok ke ukuran pohon. Dengan jengkal yang ia gunakan sebagai pengukur, ia mengukur dan terkejut: "Satu sentimeter lagi! Cuma semalam saja!"
Lalu, matanya tertuju pada buah-buahnya yang masih tergantung di ranting. Amirul memetiknya satu per satu. Setelah selesai, ia menghitung dan teriak terkejut: "SEPULUH JUTA RUPIAH! Gila, ini beneran?"
Pikirannya berlarian cepat: "Sebesar ini saja menghasilkan segitu banyak, bagaimana jika pohonnya tumbuh setinggi pohon mangga? Aku bisa punya apa saja!" Tapi kemudian ia mengendorkan nafsu itu. "Ya sudahlah, yang penting sekarang aku sudah punya rumah. Kalau ada lagi nanti, mungkin aku beli rumah dengan halaman besar untuk pohon ini."
Ia melihat cuaca sudah mulai terang: sudah jam 5.30 pagi. "Oh ya, aku udah 4 hari bolos sekolah. Saatnya kembali ke sekolah sebelum guruku marah."
Amirul memasukkan uang ke dalam lemari rahasia di kamar, ia segera mandi, dan siap-siap dengan baju seragam yang sudah kusut karena tak sempat dicuci.
Lima belas menit kemudian, ia sudah berdiri di teras depan, baju seragam SMA Pelita Hati di badannya, dan ponselnya tergenggam erat. Jari-nya meluncur di layar sentuh, mengklik aplikasi ojek online yang baru saja ia unduh semalam.
Dulu, setiap pagi ia akan bangun lebih awal, menyusun buku-buku di tas ransel Aris. Ia akan berjalan kaki selama tiga puluh menit, melewati gang-gang sempit dan jalan raya yang padat, kelelahan dan penuh air mata.
Tapi sekarang, segudang uang yang mencapai sepuluh juta rupiah ada di tangannya.
Suara motor yang mendekat membuatnya terkejut. Seorang pria berusia sekitar empat puluh tahun turun dari sepeda motor berwarna biru tua, membuang helmnya dengan senyum ramah. "Kamu yang pesan ojek, ya Dek?"
Amirul mengangguk, hati terasa lega dan sedikit bangga. "Iya, bang. Mau ke SMA Pelita Hati."
Tukang ojek mengangguk, membuka pintu jok belakang. "Baik deh, ayo naik. Jalanan agak macet hari ini, ya."
Amirul naik dengan hati-hati, tangan menyentuh jok yang masih hangat. Saat motor melaju, angin menyentuh wajahnya, dan ia melihat pemandangan yang biasanya ia lewati dengan berjalan kaki, toko roti yang selalu buka pagi, warung bubur yang wangi.
Suara motor yang kencang membuatnya berpikir, "Wah, sangat menyenangkan juga bisa naik kendaraan gini tiap hari. Kalau begitu, aku harus beli sepeda sendiri nih." Ia yakin uangnya cukup untuk membeli sepeda seken yang bagus, yang bisa dia gunakan bukan cuma ke sekolah, tapi untuk kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Bukannya ia tak mau beli sepeda motor, tapi ia harus menabung untuk membeli rumah yang besar.
Setelah sekitar dua puluh menit, mereka tiba di gerbang sekolah yang ramai. Siswa-siswa berdesak-desakan masuk, beberapa naik sepeda, beberapa naik ojek, dan sebagian lagi diantarkan orang tuanya. Amirul turun dari motor, membuka dompet. "Berapa ya, bang?"
"Tuh, 15 ribu deh, Dek. Jalanan macet jadi agak lama, tapi gapapa," jawab tukang ojek.
Amirul mengambil dua lembar uang 10 ribu dan 5 ribu dan memberikannya. "Terima kasih ya, bang. Sampe nanti kalo butuh lagi."
Tukang ojek tersenyum dan mengangguk sebelum melaju lagi. Amirul mengarahkan langkahnya ke dalam sekolah yang ramai.
...⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️...
thanks teh 💪💪💪