Bagi Fahreza Amry, hinaan dan cemoohan ayah mertuanya, menjadi cambuk baginya untuk lebih semangat lagi membahagiakan keluarga kecilnya. Karena itulah ia rela pergi merantau, agar bisa memiliki penghasilan yang lebih baik lagi.
Namun, pengorbanan Reza justru tak menuai hasil membahagiakan sesuai angan-angan, karena Rinjani justru sengaja bermain api di belakangnya.
Rinjani dengan tega mengajukan gugatan perceraian tanpa alasan yang jelas.
Apakah Reza akan menerima keputusan Rinjani begitu saja?
Atau di tengah perjalanannya mencari nafkah, Reza justru bertemu dengan sosok wanita yang pernah ia idamkan saat remaja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35. Terjebak?
Siang itu Rinjani mendatangi rumah Bu Haryani dengan membawa rantang berisi lauk-pauk yang dimasaknya untuk makan siang Farhan. Namun, wanita itu tampak mengernyit kala mendapati rumah Bu Haryani dalam keadaan sepi.
"Mas... Mas Farhan!" panggil Rinjani dengan suaranya yang agak keras.
Rinjani masuk ke dalam rumah yang tidak terkunci itu, lalu membuka kamar Farhan dan Bu Haryani tetapi tak menemukan satu orang pun.
"Di mana mereka?" gumamnya pelan.
Seorang tetangga Bu Haryani menghampiri Rinjani dan berdiri di ambang pintu. "Jam segini Budhe Haryani masih di sawah, Jan. Mungkin sebentar lagi pulang. Kalau si Farhan sih, pagi-pagi sudah berangkat bekerja," beritahu orang tersebut.
Rinjani hanya diam dan menoleh sekejap, tak berniat menanggapi sehingga orang itupun langsung pergi begitu saja dengan muka masam, menyesal karena ucapannya tak mendapatkan tanggapan.
"Uhh...dasar sombong! Dikasih tahu bukannya jawab gimana gitu, ini diem bae. Emang nggak punya mulut apa," gerutunya seraya menutup pintu rumahnya dengan kencang.
Rinjani meletakkan rantang di atas meja yang biasa Bu Haryani menaruh makanan, lantas Rinjani berniat untuk pulang. Namun, niatnya tersebut terhenti karena Bu Haryani tiba-tiba datang.
"Lhoh, kamu ada di sini, Jan? Sejak kapan kamu datang?" tegur Bu Haryani pada Rinjani.
"Baru beberapa menit yang lalu, Bu," jawab Rinjani. "Ini Jani bawa lauk dan sayur, Bu. Barangkali Ibu mau makan," tawar Rinjani sambil menunjuk rantang di atas meja.
"Walah, kamu kok, repot-repot to, Jan. Tapi makasih loh, yo," kata Bu Haryani langsung mengambil piring dan mengisinya dengan nasi lalu duduk di kursi di dekat meja.
"Kamu sudah makan? Ayo, makan bareng sekalian," ajak Bu Haryani dan Rinjani pun tak menolak. Ia lantas mengambil piring dan mengisinya dengan nasi, setelahnya ia duduk di samping Bu Haryani.
"Memangnya Mas Farhan sudah kerja lagi ya, Bu?" tanya Rinjani disela-sela makannya.
"Iya, kan sekarang susah ijinnya, Jan. Bisa-bisa langsung SP tiga kalau sering bolos kerja. Lagian sepertinya Farhan nggak pulang lagi malam ini," jelas Bu Haryani.
Rinjani tampak terkejut. "Emmm... sebenarnya ada yang ingin Jani bicarakan dengan Mas Farhan, Bu," ucapnya sambil tertunduk.
"Apa to, Jan. Ngomong saja, nanti ibu sampaikan sama Farhan," sahut Bu Haryani dengan lembut.
"Begini, Bu. Jani ingin Mas Fathan segera menikahi Jani, Bu," tutur Rinjani pelan. "Nggak apa-apa jika pernikahannya sederhana saja yang penting sah di mata agama dan hukum," lanjutnya seraya menatap Bu Haryani penuh harap.
Ruangan mendadak sunyi. Ucapan Rinjani yang tiba-tiba membuat Bu Haryani terperanjat. Ia bahkan seperti kesulitan menelan nasinya dan buru-buru minum, lalu menepuk-nepuk dadanya perlahan.
"Tolong Ibu bujuk Mas Farhan ya, Bu. Rumah tangga Jani dengan Mas Reza sudah hancur, itu karena Jani lebih memilih Mas Farhan, tapi sepertinya dia seolah menarik ulur Jani, Bu," Rinjani berkata dengan sedih seakan menahan air mata yang ingin jatuh.
Rinjani menunduk, suaranya bergetar. "Jani merasa tidak berharga. Jani hanya ingin memiliki kehidupan yang bahagia bersama Mas Farhan, Bu. Seperti janjinya dulu pada Jani."
Bu Haryani menghela napas, ekspresi wajahnya menunjukkan rasa empati. "Baiklah, Jani. Ibu akan berbicara dengan Farhan dan mencoba membujuknya."
*
Sementara Farhan sendiri tengah berada di salah satu kamar motel bersama Fitri. Mereka menggunakan kesempatan waktu istirahat sebaik mungkin untuk bersenang-senang.
Farhan seolah tidak merasa terbebani sama sekali dengan masalah dirinya yang telah menanam benih di rahim anak orang. Dia bahkan seperti tidak memikirkan bagaimana cara bertanggungjawab malah masih saja tersesat.
Fitri tersenyum puas karena hasratnya telah terpenuhi. "Aku akan mentransfer dua kali lipat bila kamu mau menemaniku setiap malam jika suamiku sedang dinas," ucapnya manja seraya mengusap dada bidang Farhan.
"Oke, setuju." sahut Farhan membuat Fitri tersenyum senang.
Meskipun wajah Farhan masih terlihat sedikit memar, tetapi Fitri seolah tidak mempermasalahkannya. Yang terpenting baginya Farhan bisa memanjakannya dan membuatnya terbang ke nirwana.
Selesai melakukan aktivitas yang menguras keringat, keduanya memesan makanan untuk mengisi perutnya. Setelah selesai makan seperti biasa mereka keluar kamar secara terpisah.
Ponsel Farhan berdering, tetapi dia mengabaikannya, tak berniat mengangkatnya. Farhan terus berkendara menuju kantornya dan bersikap normal seperti biasanya ketika telah sampai di kantor.
Baru saja dia duduk di kursinya, dua orang temannya datang menghampiri. " Waahh...romannya seger bener, Han? Habis darimana, nih?" celetuk salah satu dari mereka.
"Cuaca panas begini gerah rasanya, jadi aku mandi saja tadi di SPBU," jawab Farhan yang tidak sepenuhnya berbohong karena cuaca memang sangat panas siang itu.
"Ehhh, ngomong-ngomong muka kamu kenapa bisa memar begitu, Han?" tanya yang satunya menimpali.
"Ini, pas hujan kemarin itu motorku tergelincir dan aku terjatuh," Dengan lancar Farhan berbohong untuk menutupi kebusukannya. Akan tetapi, sepandai-pandai tupai melompat pasti suatu saat akan terjatuh juga, bukan?
*
Malam ini Reza berniat untuk memindahkan kamera pengintainya ke tempat yang aman, dan tidak mudah terjangkau oleh orang lain. Untuk itu dia saat ini tengah bersiap-siap, tetapi entah mengapa sejak sore tadi perasaannya tidak nyaman dan dadanya berdebar-debar.
"Tidak biasanya aku seperti ini. Apa malam ini aku tidak usah berangkat saja?" Reza dilanda kebimbangan. Pikirannya resah dan gelisah seolah sesuatu akan terjadi.
Reza berusaha menepis pikiran-pikiran buruk itu. Dia menarik napas panjang lalu mengembuskannya perlahan. "Bismillah, semoga tidak terjadi sesuatu malam ini, tetap aman seperti malam-malam sebelumnya. Aamiin."
Reza kemudian berjalan menyelinap ke dalam gelapnya malam. Menyusuri jalan setapak yang luput dari cahaya lampu jalanan. Sesampainya di tempat yang di tuju dia segera menurunkan kamera pengintainya dari tempat sebelumnya dan memasangnya di tempat yang lebih aman dan strategis.
Dengan hati-hati, Reza memastikan bahwa kamera tersebut terpasang dengan baik dan tidak akan terlihat oleh orang lain. Setelah selesai, dia mengambil napas lega dan berpikir bahwa malam ini akan berjalan dengan lancar seperti biasanya. Namun, tiba-tiba...
. bangau yg terbang tinggi aja berakhir jadi kecap kok🤧🤧
yg ketutup kabut mata siapa?
coba pikir dengan benar!!!
Pak Bondan sini aku bisiki tapi jangan kaget....itu sawah nya Reza mantan menantu mu