"Apa gunanya uang 100 Miliar jika tidak bisa membeli kebahagiaan? Oh, tunggu... ternyata bisa."
Rian hanyalah pemuda yatim piatu yang kenyang makan nasi garam kehidupan. Dihina, dipecat, dan ditipu sudah jadi makanan sehari-hari. Hingga suatu malam, sebuah suara asing muncul di kepalanya.
[Sistem Kapitalis Bahagia Diaktifkan]
[Saldo Awal: Rp 100.000.000.000]
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sukma Firmansyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20: Lima Menit yang Mengguncang Server
Lantai 2, Ruko Jalan Merpati No. 88.
Pukul 11.55 WIB.
Suasana di kantor darurat itu tegang, melebihi ketegangan saat menunggu hasil ujian nasional.
Tiga laptop menyala di atas meja panjang. Maya duduk di tengah sebagai komandan operasional, matanya tak lepas dari monitor yang menampilkan dashboard admin toko online (TikTok Shop & Tokopedia). Di sebelahnya, Rudi berdiri gelisah sambil meremas-remas topinya.
"Bos... ini beneran bakal laku?" tanya Rudi dengan suara bergetar. "Sepuluh ribu bungkus itu banyak lho, Bos. Kalau nggak laku, gudang bawah penuh sama sachet bumbu doang."
Rian duduk santai di kursi bosnya, memutar-mutar pulpen mahal di jari. Penampilannya tenang, tapi matanya tajam menatap jam dinding.
"Tenang, Rud. Masalah kita hari ini bukan barang nggak laku," jawab Rian. "Masalah kita adalah jari kamu bakal kriting bungkusin paket nanti sore."
Maya memotong, "Trafik pengunjung sudah naik 500% dalam sepuluh menit terakhir. Server mulai melambat tapi masih aman. Om Gembul dan lima influencer lain sedang Live sekarang. Total penonton live gabungan... 150.000 orang."
Rian tersenyum. "Bagus. FOMO sedang bekerja."
Di layar tablet Maya, terlihat siaran Live Om Gembul yang sedang memegang sachet emas itu dengan gaya heboh.
"Gengs! Inget ya! Cuma ada 10 ribu bungkus! Ini bumbu ghaib, rasanya surga! Gue nggak jamin lo kebagian kalau telat semenit aja! Siap-siap keranjang kuning!"
Jarum jam bergerak lambat.
11.58...
11.59...
"Satu menit lagi," aba-aba Maya. Jarinya bersiap di tombol 'Aktifkan Stok'.
Bu Ningsih yang ikut menonton di pojokan komat-kamit membaca doa. Pak Teguh berdiri di dekat pintu, bersidekap, menjaga situasi fisik meski perangnya ada di dunia maya.
12.00 WIB.
"BUKA!" perintah Rian.
Maya menekan tombol Enter.
Detik pertama, hening.
Detik kedua...
TRING! TRING! TRING! TRING!
Bukan, suaranya bukan tring satu per satu. Suara notifikasi pesanan masuk itu berbunyi begitu cepat hingga menyatu menjadi suara dengingan panjang yang memekakkan telinga. Angka di kolom "Stok Tersedia" berputar turun secepat meteran pompa bensin yang rusak.
10.000...
8.500...
6.200...
"Gila! Gila!" teriak Rudi histeris melihat layar. "Bos! Ini orang belanja apa ngerampok?! Seribu pesanan dalam 30 detik?!"
"Server merah, Pak!" lapor Maya, keringat dingin mengucur di pelipisnya. "Trafik meledak! Sistem pembayaran gateway mulai lagging!"
"Tahan... biarkan..." gumam Rian, matanya bersinar melihat grafik itu.
3.000...
1.500...
500...
0.
Hening.
Suara notifikasi berhenti mendadak.
Maya menatap layar dengan mulut terbuka. Rudi melongo. Bu Ningsih berhenti berdoa.
Semua mata tertuju pada timer di pojok layar.
Waktu Berlalu: 03 Menit 12 Detik.
"Habis?" tanya Rudi pelan, seolah tak percaya.
"Habis," konfirmasi Maya dengan suara parau. "Sepuluh ribu bungkus. Sold out. Omzet kotor... Rp 150.000.000 dalam tiga menit."
Ruko itu meledak dalam sorakan.
"ALHAMDULILLAH!" Bu Ningsih sujud syukur di lantai.
Rudi melompat memeluk Pak Teguh (yang tetap kaku tapi tersenyum bangga).
Maya menyandarkan punggungnya ke kursi, lemas karena adrenalin yang turun mendadak.
Rian hanya tersenyum tipis. Ia membuka notifikasi HP-nya yang bergetar.
[TING!]
[MISI SELESAI: The Viral War]
[Target Waktu: < 60 Menit]
[Waktu Aktual: 03 Menit 12 Detik]
[Rating: S (LEGENDARY)]
[REWARD DITERIMA:]
Poin Kebahagiaan: +500
Cetak Biru: Minuman Penambah Stamina (Herbal Energy Drink - Level 1)
Bonus Prestasi: "Viral Master" (Efek: Meningkatkan peluang produk trending topic sebesar 20% di masa depan).
"Rud," panggil Rian di tengah keriuhan itu.
"Siap, Bos Sultan!" jawab Rudi semangat 45.
"Panggil tim bantuan. Sore ini semua barang harus sudah ditempel resi dan diangkut kurir. Jangan sampai ada yang telat kirim. Kepuasan pelanggan nomor satu."
"Siap! Saya panggil anak-anak karang taruna buat bantu packing!" Rudi langsung berlari keluar sambil menelepon sana-sini.
Rian menatap jendela. Di luar sana, langit Jakarta cerah.
Tapi Rian tahu, di suatu tempat di gedung pencakar langit, ada orang yang sedang tidak cerah hatinya.
Kantor Pusat RASA NUSANTARA GROUP.
Lantai 40. Ruang Direktur Operasional.
PRANG!
Sebuah vas bunga mahal pecah berkeping-keping menghantam dinding.
Pak Haryo, pria berusia 50-an dengan wajah bengis, berdiri dengan napas memburu. Di depannya, asistennya menunduk ketakutan sambil memegang tablet.
"Tiga menit?!" bentak Pak Haryo. "Kamu bilang dia cuma warung nasi kecil! Bagaimana bisa dia jual 10 ribu unit dalam tiga menit?! Produk kita yang iklannya miliaran aja butuh seminggu buat jual segitu!"
"M-maaf, Pak," cicit asisten itu. "Strategi mereka pintar, Pak. Mereka pakai kelangkaan dan influencer. Netizen jadi penasaran..."
"Pintar ndasmu!" Pak Haryo menggebrak meja. "Ini penghinaan! Kalau produk ini masuk supermarket dan rasanya beneran enak, pasar bumbu instan kita bisa tergerus! Saham kita bisa anjlok!"
Pak Haryo berjalan mondar-mandir. Rencana penculikan anak produsen mesin kemarin gagal total. Preman-preman bayarannya malah masuk penjara, dan anehnya, mereka tutup mulut rapat-rapat soal siapa penyuruhnya (efek intimidasi Rian yang membuat mereka lebih takut pada Rian daripada Haryo).
"Kita nggak bisa main fisik lagi sekarang. Dia punya bekingan kuat, mungkin militer," gumam Haryo, mengingat laporan soal 'Tukang Ojek' yang melumpuhkan anak buahnya dengan teknik efisien.
Haryo menyeringai licik.
"Kalau nggak bisa dihancurkan dari luar... kita hancurkan dari dalam."
"Maksud Bapak?"
"Siapkan Tim Legal dan Tim Cyber," perintah Haryo dingin. "Cari celah hukum produknya. Izin BPOM, Halal, HAKI, apapun! Kalau nggak ada celah, buat celahnya. Dan suruh buzzer kita mulai kerja. Sebarkan rumor kalau bumbunya pakai bahan pengawet mayat atau apalah."
Haryo menatap pemandangan kota Jakarta di bawahnya.
"Rian... Rian... Kamu boleh menang di ronde satu. Tapi di dunia korporat, yang menang bukan yang paling cepat lari, tapi yang paling tahan dipukul."
Kembali ke Ruko.
Rian sedang mengecek item barunya: Cetak Biru Minuman Penambah Stamina.
Ini bukan minuman energi biasa yang bikin jantung berdebar. Ini adalah ramuan herbal yang memulihkan tenaga secara alami. Pasar targetnya jelas: Pekerja keras, supir truk, mahasiswa begadang, dan gamer.
"Sistem," batin Rian.
[Ya, Host?]
"Gue punya firasat buruk. Si Haryo nggak bakal diem aja kan?"
[Analisis: Probabilitas Serangan Balasan 99%. Bentuk serangan diprediksi: Sabotase Reputasi (Black Campaign) atau Serangan Hukum.]
Rian mengangguk. Dia sudah menduganya.
Kalau Haryo mau main buzzer atau hukum, Rian butuh satu orang lagi di timnya. Seseorang yang mengerti dunia digital dan opini publik lebih dari siapapun.
Rian menoleh ke Maya yang sedang sibuk membalas chat ribuan pelanggan.
"May, kamu punya kenalan anak IT yang jago? Atau Hacker tobat?" tanya Rian.
Maya berhenti mengetik. Dia berpikir sejenak.
"Ada, Pak. Teman kuliah saya dulu. Drop out karena nge-hack situs kampus buat benerin nilai satu angkatan. Sekarang kerjanya jadi freelancer keamanan siber di warnet kumuh."
"Namanya?"
"Kenzo."
Rian tersenyum.
"Ajak dia makan siang besok. Bilang sama dia, saya butuh Jenderal Perang Dunia Maya."