Bagi Hasan, mencintai harus memiliki. Walaupun harus menentang orang tua dan kehilangan hak waris sebagai pemimpin santri, akan dia lakukan demi mendapatkan cinta Luna.
Spin of sweet revenge
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MJW 15
"Gimana? Enak, nggak nurut kamu?" tanya Luna setelah bakmi kuah mereka tinggal separuh.
"Top." Hasan menunjukkan kedua jempol tangannya. Ngga nyangka rasanya seenak ini. Nanti dia akan sering sering ke sini dengan adiknya dan para santri.
"Kok, bisa nemu tempat makan enak begini?" tanya Hasan. Dia pikir Luna akan menjauhkan dirinya dari tempat tempat murah seperti ini.
"Kita suka hunting nyari makanan enak. Syukurnya ketemu yang ini."
Hasan tersenyum. Masih ngga nyangka kalo Luna dan sepupu sepupunya mau makan di tempat seperti ini. Selama ini Hasan berpikir Luna dan sepupu sepupunya ngga mungkin akan melirik tempat tempat makan seperti ini. Mereka itu menurutnya hanya bisa makan di tempat fine dinning yang berkelas mewah.
Mereka juga selalu tampil dengan barang barang super mahal. Hasan ingat, dulu aja Luna pernah memberinya jam tangan seharga hampir setengah M. Padahal dia hanya mengirimkan video video pembelajaran saja, itu juga karena salahnya juga, waktu mereka masih SMA. Apalagi sekarang, saat mereka semua sudah bekerja dengan posisi penting.
"Aku beneran ngga nyangka aja kalian mau makan di tempat ini." Hasan mengungkapkan isi pikirannya.
"Makanya tadi kamu menawarkan restoran dan roof top, ya?" Luna tertawa pelan.
"Iya," jawab Luna jujur.
"Nanti pulangnya kita mampir ke apotik, ya. Kamu beli obat demam."
"Kayaknya aku sudah sembuh. Bakminya juga mau habis." Hasan menunjukkan mangkok bakminya yang hampir tandas.
"Kalo sehat pasti kamu bakal nambah. Jetro yang lama di Eropa aja, kalo ke sini makannya sampai dua mangkok," tawa Luna ketika mengenang sepupunya yang kayak kesetanan kalo dibawa makan ke sini.
"Ooh..." Hasan melebarkan senyumnya. Di luar dugaannya. Dia akui bakminya memang sangat enak.
Tidak lama kemudian pesanan pesanan mereka diantarkan, bahkan penjualnya membantu meletakkannya di bagasi mobil.
*
*
*
Bukan hanya sekedar mampir ke apotik, Luna juga memaksa Hasan untuk menelan pil demamnya yang barusan dibeli.
"Tapi aku jadi khawatir kamu nyetir habis minum obat. Pasti nanti ngantuk," sesal Luna setelah mereka melanjutkan perjalanan ke rumahnya.
Hasan tertawa pelan.
"Ngga apa apa. Aku sudah biasa."
Luna menggelengkan kepala.
"Kamu ngga boleh nolak. Nanti supirku yang akan bawa mobil ini buat mengantar kamu pulang."
"Luna.... aku ngga apa apa....."
"Kalo ngga mau, ya, udah. Aku turun di sini saja. Nanti aku telpon supir." Luna langsung nge gas.
"Ya, ya. Oke, terserah kamu saja." Hasan akhirnya mengalah. Ngga mungkin dia menurunkan Luna di tengah jalan.
"Gitu, dong. Jangan buat aku khawatir," ucap Luna lega.
"Kenapa kamu harus khawatir? Bukannya selama ini cuek aja," pancing Hasan.
"Wajarlah aku cuek. Masa perhatian sama calon suami orang lain."
"Tadi barusan khawatir."
"Kan, kamu perginya sama aku. Kalo pulangnya ada apa apa sama kamu, bisa bisa cerita lama terulang lagi," ungkit Luna mendebat Hasan.
Hasan tertawa melihat wajah masam Luna.
"Lun, kamu ingat, kan, dulu aku pernah ngomong apa?" tanya Hasan sambil mengatur jalan nafasnya yang mulai terasa cepat.
"Ngomong apa?" Luna melihat Hasan bingung. Seingatnya Hasan jarang ngomong dengannya. Interaksi mereka juga punya rentang waktu yang lama.
"Kalo kita ketemu lagi, aku akan mengejar kamu."
DEG DEG
"Bukannya ada pilihan yang lain?" ngeles Luna dengan perutnya yang mendadak mulasnya karena banyaknya sayap kupu kupu yang berusaha keluar dari sana.
"Aku memilih yang mengejar kamu."
Mobil Hasan berhenti di depan pagar tinggi rumah Luna yang kini sudah terbuka.
Hasan memasuki rumah megah Luna di saat gadis itu masih bergeming.
"Aku sekalian bertemu orang tua kamu, ya?"
Luna terlambat mencegah saat mobil Hasan berhenti, tepat di dekat kedua orang tua Luna yang sudah berdiri di sana.
*
*
*
Emra dan Kiara yang sedang berada di teras rumahnya merasa aneh meihat ada mobil yang tidak mereka kenal memasuki halaman rumah mereka. Keduanya segera berdiri seolah menyambut kedatangan mobil itu.
"Luna?" Kiara kaget melihat putranya keluar dari dalam mobil seharga dua M.
Fokus Emra pada laki laki yang juga ikut keluar dari dalam mobil.
Dia tersenyum ramah.
Jadi ini calon kamu, ya, Luna?
"Hasan, Om, tante."
Emra dan Kiara mengangguk. Setelah menyalim keduanya, Hasan membantu Luna membawa plastik berisi makanan makanan untuk gadis itu.
"Tadi makan bakmi tempat biasa, mam," ucap Luna agak malu malu. Apalagi sorot mata maminya punya makna yang lain.
"Ooh.... Enak itu makanan makanannya," respon Kiara antusias.
"Hasan yang traktir, mam. Oh ya, mam, minta tolong Pak Tanto, ya, buat antar Hasan. Dia barusan minum obat," ucap Luna sambil meletakkan plastik plastik itu ke atas meja di teras rumahnya.
Kiara berbicara pada art yang ada di dekat mereka.
"Panggil Pak Tanto, bik."
"Ya, nyonya."
"Ooh, lagi sakit?" tanya Emra.
"Kok, malah kamu minta dijemput, sih?" Emra pura pura menyalahkan putrinya.
"Dia datang sendiri ke rumah sakit, papi," bantah Luna ngga mau disalahkan.
"Oooh... Wajar, sih, kamu, kan, dokter," sela Kiara membuat Luna tambah salah tingkah.
"Yang sabar, ya, Hasan, sama putri, om."
Luna mencebikkan bibirnya.
"Ya sudah, kamu langsung pulang aja. Nanti semua makanannya keburu dingin," usir Luna makin grogi. Pak Tanto juga sudah datang.
Hasan sudah punya calon istri, tapi malah bertemu dengan kedua orang tuanya. Luna merasa ini salah.
"Baiklah." Hasan mengerti. Yang penting dia sudah bertemu kedua orang tua Luna. Gadis itu juga sudah melihat keseriusannya.
Kepalanya juga mulai sedikit pusing. Dari pada salah bicara, lebih baik datang lagi kalo tubuhnya sudah benar benar fit.
"Kok, disuruh pulang, sayang. Papi mau ngobrol dulu," tahan Emra.
"Nanti aja, papi. Sekarang Hasan lagi ngga enak badan," larang Luna panik.
Kiara tersenyum geli melihatnya. Putrinya sekhawatir ini.
"Okelah kalo begitu. Biar om aja yang nyetir. Mana kunci mobilnya?" Tangan Emra terulur di depan Hasan.
Luna kaget luar biasa.
"Biar Pak Tanto aja, pi," larang Luna tambah panik.
"Pak Tanto bawa mobil papi."
jujur aku penasaran kenapa hasan menolak laila??
ataukah dulu kasus luna dilabrak laila,, hasan tau??
udah ditolak hasan kok malahan mendukung tindakan laila??
Laila nya aja yg gak tahu diri, 2x ditolak msh aja ngejar²😡