OM DUDA, NIKAH YUK!

Adele menatap curiga kepada Ragil. Dia berjalan mendekatinya sambil menatapnya lekat.

Ragil yang sadar langsung pura-pura buta lagi setelah sebelumnya dia hampir saja memperhatikannya.

Adele melambaikan tangan di depan wajahnya. "Om Ragil tadi melihat Adele," ucapnya.

"Tidak. Saya tidak melihatmu, tapi saya bisa merasakan kehadiranmu dengan telingaku," jawab Ragil.

"Hah, untung saja aku sadar," batin Ragil.

"Tapi tadi Adele yakin jika Om Ragil melihat Adele," kata Adele lagi.

"Sudahlah, Adele."

"Kamu kenapa pagi-pagi begini datang ke rumah saya?" tanya Ragil.

"Apa kamu tidak sekolah?"

"Adele sekolah. Sekarang Adele sudah mau berangkat ko," jawabnya.

"Lalu kenapa kamu ada di sini?" Ragil berjalan kearah sofa dan pura-pura menabrak.

Arfan yang peka langsung mendekatinya dan menuntunnya.

"Iya tidak apa-apa. Adele cuma ingin melihat Om Ragil saja," ucap Adele.

"Sudah sana berangkat sekolah." Ucap Ragil yang sudah duduk di sofa.

"Sekolah yang rajin biar bisa pintar tidak oon lagi," kata Ragil.

"Adele tidak oon. Adele pintar ko', nilai terendah Adele sembilan puluh empat yang lainnya seratus semua," jawab Adele.

Ragil tertawa. "Jangan mengarang," ejeknya membuat Adele geram.

"Om Ragil menyebalkan," ucapnya lalu mendekati Ragil dan langsung menginjak kakinya.

"Aaaa sakit, Adele!" tegas Ragil masih pura-pura buta.

"Hah, biarin!" sebal Adele lalu dia beranjak pergi ke luar rumah untuk segera berangkat ke sekolah.

Setelah Adele sudah pergi Ragil bergumam. "Kenapa Adele seperti hantu sih!"

"Menyebalkan sekali. Dan seenaknya sendiri ke luar masuk ke dalam rumahku."

"Jika semalam Anton tidak berpesan seperti itu kepadaku, sudah aku larang Adele datang ke rumahku."

"Bisa berantakan semua rencanaku," ujar Ragil dan masih didengar jelas oleh Arfan.

"Sekarang kamu awasi perkembangannya dan cari tahu di mana Clara sekarang," perintah Ragil.

Arfan menganggukkan kepalanya lalu menyingkir dari hadapannya Ragil.

Sedangkan di seberang sana lebih tepatnya di rumah mewah milik Dika.

Saat ini Dika, Gania dan kedua anak mereka terlihat sedang sarapan bersama.

"Ridwan. Mama tidak mau tahu kamu harus bisa membersihkan namamu dari berita memalukan itu!" ujar Gania.

Ridwan menganggukkan kepalanya. "Iya, Mama."

"Kamu benar-benar sangat membuat Mama malu, Ridwan."

"Apa kata teman-teman arisan Mama nanti," ucap Gania.

"Hari ini Mama rencananya akan berangkat arisan. Tapi karena skandal yang kamu ciptakan membuat Mama tidak berani berangkat!" kesal Gania

"Kalau Mama tidak jadi arisan, mobilnya Ines pakai ya, Ma," ucap Ines adiknya Ridwan.

"Pakailah, tapi jangan pulang malam-malam." Jawab Gania.

"Ines 'kan cuma pergi biasa, Ma." Jawab Ines.

"Ines!"

"Umurmu sudah dua puluh tujuh tahun, seharusnya ikut bantuin Papa di perusahaan sama seperti kakakmu, bukannya shopping terus setiap hari!" tegas Dika.

"Nanti saja, Pa. Malas," jawab Ines.

"Ines sudah selesai. Ines mau ke kamar dulu," pamitnya lalu Ines beranjak masuk ke dalam kamarnya.

"Lihat tuh putri kesayanganmu yang selalu kamu manjakan!" geram Dika kepada Gania.

"Sangat susah diberitahu!" marahnya.

Dika lalu ikut berdiri dan segera berangkat ke kantor lalu disusul oleh Ridwan.

Ketika Ines sudah selesai bersiap-siap dia langsung berpamitan dengan sang mama.

"Ma. Ines pergi dulu ya. Nanti kalau ada barang bagus Ines belikan untuk Mama," ucapnya.

Gania tersenyum. "Siap."

"Hati-hati di jalan," jawab Gania.

"Iya, Mama."

Setelahnya Ines ke luar dari dalam rumah dan masuk ke dalam mobil milik sang mama.

Ines menyetir sendiri mobil tersebut. Dia mengendarainya dengan santai tidak terlalu cepat dan juga tidak terlalu lambat, masih bisa dibilang standar.

Hanya saja di saat sudah beberapa kilometer berkendara dan memasuki kawasan jalan tol Ines merasa ada yang tidak beres dengan mobilnya.

"Remnya blong!" ujar Ines yang tidak bisa mengerem mobilnya.

Ines panik. Ines ketakutan sambil terus berusaha mengendalikan mobilnya.

Ines terus melajukan mobilnya tanpa bisa mengerem karena remnya sudah dirusak oleh seseorang.

Ines sudah sangat kalang kabut karena mobil terus melaju tanpa bisa dihentikan.

Mobil yang Ines kendarai baru bisa berhenti ketika dia tidak sengaja menabrak bagian belakang truk trailer yang sedang berjalan di depannya.

Brak!

Suara benturan sangat keras terdengar sampai radius beberapa meter jauhnya. Dan karena kecelakaan itu membuat kemacetan mengular cukup panjang.

Ines dinyatakan meninggal dunia di tempat karena tubuhnya terhimpit body mobil yang ringsek parah.

Arfan yang mendapatkan beritanya langsung melaporkannya kepada Ragil.

"Tuan. Ternyata kita salah sasaran, bukan nyonya Gania yang menaiki mobil itu, Tuan. Tapi nona Ines," lapor Arfan.

"Biarkan saja. Lagi pula satu persatu dari mereka memang harus mati," ucap Ragil.

"Hah, sekarang rasakan itu Dika."

"Kamu dulu sudah menyuruh seseorang untuk merusak mobil milik kedua orang tuaku, sekarang kamu akan menerima balasannya!" gumam Ragil yang penuh dendam.

Ragil tidak peduli apakah itu dosa atau tidak. Yang dia pedulikan orang yang dulu terlibat dalam kecelakaan kedua orang tuanya harus musnah dari bumi ini.

Karena mereka semua hidup Ragil menjadi suram dan gelap. Bahkan sampai harus pura-pura menjadi orang buta demi melihat orang-orang jahat di sekitarnya.

Ragil menenggak wine miliknya dalam sekali tenggak. Dan rasanya Ragil sangat puas sekali mendengar hasilnya.

Sedangkan untuk Gania, Dika dan Ridwan, mereka merasa sangat terkejut sekali mendapat kabar dari pihak kepolisian jika Ines mengalami kecelakaan dan meninggal dunia di tempat.

"Tidaaaaaaaaaaakkkk!" teriak histeris dari Gania.

"Ines." Gania berderai air mata.

"Aku yakin pasti ada yang sengaja merusak mobilnya." Gumam Dika.

"Bukankah itu mobil istriku. Berarti targetnya adalah Gania," tebak Dika.

"Siapa yang sudah berani macam-macam denganku?" ujarnya.

"Ragil?"

"Ah, sepertinya tidak. Karena dari laporan anak buahku dia sedang sibuk dengan semua pekerjaannya." Ucapnya.

"Lalu siapa?" Dika jadi pusing sendiri.

Dika tidak tahu saja jika anak buah yang disuruh memata-matai Ragil semuanya sudah disuap oleh Ragil dan berkhianat dengannya. Jadi apa yang mereka laporkan kepada Dika, semuanya dikendalikan oleh Ragil mau pun Arfan.

Bersambung ....