NovelToon NovelToon
Lesson After Class

Lesson After Class

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus / Gadis nakal / Dosen / Diam-Diam Cinta / Selingkuh / Cinta Terlarang
Popularitas:5k
Nilai: 5
Nama Author: SweetMoon2025

Yurika Hana Amèra (Yuri), mahasiswi akhir semester dua yang mencari tempat tinggal aman, tergiur tawaran kosan "murah dan bagus". Ia terkejut, lokasi itu bukan kosan biasa, melainkan rumah mewah di tengah sawah.

Tanpa disadari Yuri, rumah itu milik keluarga Kenan Bara Adhikara, dosen muda tampan yang berkarisma dan diidolakan seantero kampus. Kenan sendiri tidak tahu bahwa mahasiswinya kini ngekos di paviliun belakang rumahnya.

Seiring berjalannya waktu, Yuri mulai melihat sisi asli sang dosen. Pria yang dielu-elukan kampus itu ternyata jauh dari kata bersih—ia sangat mesum. Apalagi ketika Kenan mulai berani bermain api, meski sudah memiliki pacar: Lalitha.

Di tengah kekacauan itu, hadir Ezra—mahasiswa semester empat yang diam-diam menaruh hati pada Yuri sejak awal. Perlahan, Ezra menjadi sosok yang hadir dengan cara berbeda, pelan-pelan mengisi celah yang sempat Yuri rindukan.

Antara dunia kampus, cinta, dan rahasia. Yuri belajar bahwa tidak semua yang berkilau itu sempurna.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SweetMoon2025, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

15. Keringat, Kamera dan Cakaran

​"Oke, sekarang kalian bisa ke Gedung Olahraga Pusat (GOR Kampus). Foto pertama di lapangan basket," perintah Nara—sang ketua Buletin.

​"Tim dokumentasi ikut Afika ya, yang lain di sini kelarin dulu artikel kalian," lanjutnya.

​"Yuri sama Ezra langsung aja ke sana ya. Ganti kostum langsung, nanti kita ketemu di sana kalian sudah siap," kata Afika yang diangguki keduanya.

​Yuri bangkit dari duduknya dan berjalan lebih dulu, Ezra mengikuti dari belakang. "Kita bawa mobil saja ke Gedung Olahraga, biar nggak jauh jalannya."

​"Oke"

***

​Sesampainya di gedung olahraga, suasana sepi. Jam sudah siang dan Senin nanti semua mahasiswa mulai ujian. Yuri berjalan beriringan dengan Ezra—ini pertama kalinya ia masuk GOR sejak ospek universitas dulu.

“Ruang gantinya di sana,” tunjuk Ezra.

“Kalau ada apa-apa, teriak aja,” tambahnya jail sambil mengelus kepala Yuri.

Posisi mereka sekarang cukup dekat, hanya berdua. Ezra mencondongkan badan, mencium bibir Yuri singkat.

“Ehm…” lirih Yuri, kaget.

“Dah, sana ganti,” goda Ezra.

“IYA, bawel,” sahut Yuri sambil salah tingkah, lalu masuk ke ruang ganti cewek. Ezra hanya geleng-geleng kepala.

​Yuri mengganti bajunya: set serba putih dengan aksen gold—kostum basket SMA yang dulu ia banggakan. Rambut dikuncir kuda, make-up tipis dirapikan.

​Suara kerasak-kerusuk di luar terdengar. Yuri yakin tim dokumentasi sudah datang. Ada dua cewek dari tim Kak Afika masuk, lihat Yuri yang sudah siap. Dia cek lebih detail dan bantu merapikan rambut Yuri.

​"Perfect"

​"Yuk, Dek. Jangan grogi ya. Kalau ngerasa ada yang nggak nyaman, kasih kode aja ke kita. Oke?"

​"Baik, Kak"

​Outfit-nya kali ini serba putih dengan sedikit aksen gold di baju basketnya, mirip dengan baju tim basket jurusannya.

Sepatu yang dia pakai kali ini, sepatu kesayangannya saat bermain basket dan bawa sekolah SMA juara antar sekolah dulu. Mendadak Yuri sedikit sendu menatap kaca besar di depannya, kenangan masa SMA-nya yang manis.

​"Hah"

​Suara helaan napas Yuri memenuhi ruangan. Kedua kakak tingkatnya kompak menengok, dia kira, Yuri pasti grogi buat pemotretan.

​"Yuk, kita ke lapangan sekarang. Habis itu lanjut ke Perpustakaan," seru tim yang menggiring Yuri untuk keluar.

***

​Di lapangan basket, bola tergeletak di bawah ring. Kamera sedang disiapkan, Afika berdiskusi serius dengan timnya.

Ezra belum terlihat. Yuri bingung harus melakukan apa, akhirnya ia berjalan ke arah ring, tangannya mendadak gatal ingin bermain. Sudah setahun lebih ia nggak menyentuh bola basket.

Awalnya ia cuma dribble santai. Dentuman bola menarik perhatian beberapa tim, tapi mereka lanjut bekerja. Badannya mulai panas; Yuri mengambil free throw—masuk. Kameramen otomatis mengabadikan momen yang ada di depannya dengan cepat.

Yuri makin tenggelam dalam ritmenya. Meliuk, menggiring, lalu lay up beberapa kali.

DUNGGG.

Masuk lagi.

Tepuk tangan langsung pecah. Yuri menengok ke belakang, peluh mulai muncul, pipinya memerah karena malu disorot semua orang.

​"Hehehe", ketawanya kaku, sambil jalan ke pinggir lapangan menuju tasnya. Niatnya mau minum. Saat berjalan, matanya temu pandang sama Ezra yang tersenyum manis.

​"Yuri, lo bisa main basket?", tanya salah satu tim. Lagi-lagi Yuri cuma bisa nyengir, salah tingkah.

​"Coba tanding aja lima menit, kayaknya bagus buat konsep tambahan", seru kameramen yang di setujui Afika.

​"Ayo kita main bareng. Nggak nyangka lo bisa main basket. Kenapa nggak bilang?", bisik Ezra panjang lebar sambil keduanya jalan menuju lapangan.

​"Lo nggak tanya ya, Bang", ledek Yuri sok-sok sinis.

​"Dasar"

​Suara jepretan kamera terus terdengar, Videografer juga sibuk menyorot keduanya berkeliling di sekitar mereka. Yuri seolah kembali ke masa jayanya di SMA, seluruh kemampuannya dia keluarkan melawan kapten basket jurusannya. Ezra sedikit bermain-main dan sesekali menjailinya. Jelas dia menikmati waktu mereka berdua.

​Lima menit yang penuh peluh, keduanya terus senyum dan tawa sambil serius bermain basket. Buat beberapa pasang mata yang ada di sana, keakraban mereka jadi bahan gosipan baru di antara tim. Cewek-cewek yang datang, mereka saling melirik, penuh tanda tanya dengan keakraban keduanya. Dan salah satunya Tania dan geng.

​"STOP. Udah selesai lima menitnya. Kalian bisa istirahat dulu sekarang," seru Afika di pinggir lapangan. Yuri jalan bareng Ezra menuju ke bangku tepi lapangan.

“Zra…” panggil Tania dengan senyum termanisnya.

“Yah, mulai,” bisik salah satu anak Buletin.

“Nenek sihir datang.” Yang lain mengangguk sepakat.

“Minggir!” bentak Tania sambil menyenggol Yuri cukup keras sampai hampir jatuh jika ia nggak sempat berpegangan pagar tribun.

“Aw…” lirih Yuri. Tangan Tania seperti sengaja mencakar. Ada goresan tipis memerah.

“Sial… kenapa sih orang ini,” gerutu Yuri sebelum menuju ruang ganti.

Ezra hendak menegur Tania, tapi Yuri lebih cepat pergi.

“Aw… sss…” desis Yuri saat melihat goresan itu memanjang.

“Gue yakin dia sengaja,” kesalnya.

Begitu Yuri menghilang ke ruang ganti, Tania langsung merapikan rambutnya dan menarik napas panjang—harus terlihat manis, harus terlihat paling cocok bersanding dengan Ezra.

Dia melangkah lebih dekat, sengaja menurunkan nada suaranya jadi lebih lembut.

“Zraaa…” panggilnya manja.

Ezra menoleh sekilas, wajahnya datar. Tapi Tania tetap maju, berdiri sedikit terlalu dekat, pura-pura memperbaiki gelangnya agar bisa menyentuh lengan Ezra.

“Capek nggak? Aku bawain minum, mau?," tanyanya sok akrab.

Ezra hanya menggeleng kecil, nggak melirik meraih minuman yang Tania sodorkan.

‘Dasar susah banget dideketin,’ gerutu Tania dalam hati. Tapi senyumnya tetap terpasang manis—dia nggak mau kalah dari adik tingkatnya.

“Selesai ini, kita balik bareng ya?” ucapnya menggoda, berharap perhatian Ezra jatuh ke dia.

Tapi pandangan Ezra malah ke arah pintu ruang ganti cewek, segera dia ikut bergerak menuju ruang ganti. Dan itu membuat dada Tania mendidih. Dia harus memastikan Ezra tahu siapa yang lebih layak berdiri di sampingnya.

Setelah beres ganti baju, Yuri menghampiri tim buletin.

​"Yuri, foto selanjutnya di Perpus jurusan ya. Nggak masuk ke dalam, cuma di luarnya aja kita foto"

​"Baik Kak", Yuri melirik Ezra yang baru selesai ganti baju dan jalan ke arah mereka.

​"Kalian ke Perpus sekarang ya. Waktu kita nggak banyak", perintah tim kamera.

***

Untung kemejanya berlengan panjang. Goresan di lengannya jadi nggak terlihat. Sepanjang jalan Yuri diam; Ezra juga.

​Turun dari mobil Ezra, Yuri bawa tasnya menuju sekretariat Buletin, di sana ada Ningrum yang nyapa Yuri sekilas, karena dia masih sibuk dengan artikelnya.

​Di depan perpustakaan, Yuri mulai foto solo. Semua berjalan lancar. Dia mengingat-ingat sesi pemotretan yang sempat dia geluti saat SMP-SMA.

​"Nice", seru kameramen yang mana seniornya.

​"Senyum, Yuri. Nah... Bagus. Tahan"

​"Pakai almamaternya sekarang"

"Coba jalan pelan. Oke. Good."

​"Lanjut, lo Zra"

​Sesi foto Ezra sendiri juga berlangsung dengan lancar. Sekarang waktunya keduanya foto bersama.

​"Ini bukunya kalian bawa. Saling tatap dan senyum ya. Jangan kaku", perintah Afika.

​"Ayo senyumnya lebih lepas lagi."

​"Yuri, lebih dekat lagi, jangan jauh-jauh dari Ezra."

​"Oke. Bagus. Tahan"

​Hampir tiga puluh menit mereka melakukan sesi pengambilan gambar di sana. Sore mulai datang. Sejam lagi acara Himpro di mulai, mereka harus bergegas.

​"Oke. Selesai. Makasih ya semua," kata Afika setelah dapat apa yang dia mau untuk buletin semester depan.

​Afika menepuk bahu Yuri, dia tersenyum manis. Puas dengan kinerja adik tingkatnya yang melebihi ekspektasinya.

​"Makasih ya Yuri. Lo luar biasa keren. Lo bisa istirahat sekarang", Afika memeluk Yuri sebentar sebelum berlalu.

***

​Ezra masih sibuk ngobrol sama teman-temannya yang lain, Yuri jalan sendiri menuju toilet. Suara ketukan sepatu hak tingginya, menggema di lorong yang sepi.

​Yuri masuk dan tiba-tiba pintu kamar mandi di belakangnya tertutup. Tania dan dua anak buahnya masuk.

​"Ada hubungan apa lo sama Ezra?", tanyanya langsung.

​Yuri yang ditanya seperti itu jelas bingung.

​"Maksudnya?"

​"Nggak perlu pura-pura lo. Tadi pagi kita ketemu dan lo masuk mobil Ezra, dasar jalang! Lo pikir gue nggak tahu, hah?", bentaknya tepat di depan wajah Yuri marah.

Sisil dan Cika maju. Yuri jelas takut, tapi ditahannya. Ia paling benci drama begini—apalagi soal cowok.

“Tanya langsung saja sama Bang Ezra. Gue jawab apa juga kalian nggak bakal percaya,” ucap Yuri tenang.

“Wah. Berani banget lo. Jambak aja, Tan!” geram Sisil.

“Adik tingkat belagu. Dasar pelacur,” cibiran Cika.

Tania maju dan menjambak rambut Yuri dengan cepat. Kepala Yuri mendongak, rasa sakit menjalar sampai leher. Keseimbangannya goyah karena memakai sepatu hak tinggi.

Belum selesai sampai sana, Tania lebih menarik rambut Yuri kasar hingga kepala Yuri terhentak ke belakang. Sekejap kemudian, tubuh Yuri didorong, pinggangnya membentur keras pinggiran wastafel.

Nyeri menusuk badannya, napasnya terputus. Dua anak buah Tania menahan bahunya agar nggak bisa kabur. “Biar lo tahu rasa,” desis Tania, matanya penuh amarah.

​Tok. Tok. Tok

"Siapa di dalam? Kok toiletnya di kunci?", tanya seseorang di luar sana sambil terus berusaha buka pintu toilet.

1
Tinta Kental
hm....... menarik....
Sweet Moon |ig:@sweet.moon2025: ditunggu komen-komen lainnya 🤗😘
total 3 replies
Siti Musyarofah
jiwa misquenku meronta😭
Sweet Moon |ig:@sweet.moon2025: sabar ya kak. yang nulis pun sama 🤣🤭
total 1 replies
Bengkoang Studio
Anjaaay, 'Pesona dozen muda.' 😌
Sweet Moon |ig:@sweet.moon2025: anda berisik ya... kasih hadiahnya kaka 🤣🤣🤣
total 1 replies
Vanilla Ice Creamm
hola.... nice see you again 😍
Sweet Moon |ig:@sweet.moon2025: Hallo Miss Ice Cream 🥰❤️
total 1 replies
WidBy
waduh, jangan macem2 Ez
WidBy
Lanjut thor
WidBy
wih muncul cwo baru nih
WidBy
siapa ya?
WidBy
Hayoloh, Pak Kenan
WidBy
lanjut...
WidBy
seru
Sweet Moon |ig:@sweet.moon2025: Makasih ya 🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!