Julia Hart, seorang wanita 28 tahun terpaksa bekerja menjadi penyanyi di sebuah klub malam. Demi menghidupi ibunya yang sakit - sakitan. Serta harus menyekolahkan dua orang adiknya yang masih sekolah.
Setidaknya semua berjalan normal. Julia berusaha menjalani harinya dengan baik. Ia juga mengabaikan tatapan sinis penuh penilaian buruk, dari setiap orang yang menghujat pekerjaannya sebagai penyanyi klub malam.
Tapi kehadiran seorang lelaki berwajah malaikat nan polos, berhasil memasuki hidupnya. Namun sayang, Julia tertipu oleh lelaki yang ternyata seorang playboy dan suka mempermainkan hati wanita.
Mampukah Julia mempertahankan cintanya untuk lelaki itu?
Apakah lelaki itu memiliki perasaan yang sama, atau hanya ingin mempermainkan dan mencampakkannya seperti wanita murahan?
Ataukah memang takdir akan berpihak pada Julia dengan mendapatkan kebahagiaannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elis Hasibuan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Matt dan Julia
"Ini tempatnya Nona."
Ucapan sopir taxi yang ia tumpangi menyentak lamunan Julia.
Ia menoleh dan melihat sekitar restoran yang menjadi tempatnya bertemu dengan Matt. Julia sedikit melotot melihat restoran mewah itu.
"Bapak yakin ini tempatnya pak? Kota tidak salah alamat?" Julia sekali lagi memastikan.
"Benar ini alamatnya Nona." Sekali lagi sopir taxi menjawab.
Julia akhirnya mengangguk dan diam. Ia mengulurkan beberapa lembar uang pada sopir itu sebelum keluar.
Menghela nafas mencoba menenangkan diri, sebelum melangkah memasuki restoran. Ia semakin gugup ketika pintu restoran itu semakin dekat.
Ia dan Matt bertukar pesan saat pagi. Lelaki itu mengajaknya bertemu dan makan malam. Ia yang semula ragu, akhirnya setuju dengan bujukan lelaki itu.
Julia menunduk dan menilai dress yang ia kenakan. Merasa dress itu sangat sederhana untuk di kenakan dengan tempat pertemuan mereka.
Ia mencoba menenangkan diri dan tersenyum. Ini adalah ia yang sesungguhnya, dan ia tidak akan malu dengan kondisinya.
"Selamat datang di restoran kami."
Seorang pelayan menyambut kedatangan Julia.
"Terimakasih. Reservasi atas nama Tuan Matt." Julia tersenyum dan menyebutkan nama Matt, sesuai arahan lelaki itu.
"Silahkan masuk Nona. Saya akan membawa anda menuju meja yang telah di pesan." Pelayan itu menjawab sopan.
Julia melangkah mengikuti pelayan restoran tersebut. Sedikit mengernyit saat tidak mendapati seorang pengunjung di restoran itu.
"Mari ikuti saya Nona." Kembali pelayan itu bersuara.
Julia yang sempat terhenti, melanjutkan kembali langkahnya. Ia menepis kebingungannya.
Mungkin saja ia terlalu cepat datang ke restoran ini. Karena jam makan malam baru akan di mulia biasanya setengah jam lagi.
"Silahkan masuk Nona."
Julia kembali tersentak saat di arahkan memasuki sebuah ruangan privat. Ia masuk ke dalam ruangan itu dan semakin bingung.
"Benar ini ruangannya mbak?" Julia bertanya.
"Iya Nona. Silahkan duduk. Tuan Matt akan tiba sebentar lagi." Pelayan itu menarik kursi untuk Julia.
Tidak ada bantahan lagi. Terlebih saat pelayan restoran itu menyebut nama Matt. Julia tersenyum dan berterimakasih setelah duduk.
"Kalau begitu saya tinggal sebentar Nona."
Julia mengangguk pada pelayan tersebut. Menghela nafas setelah pintu ruangan tersebut di tutup.
"Ruangan privat hanya untuk makam malam?" Julia bergumam lirih.
Bahkan ada set sofa yang tersedia di ruangan itu. Yang biasa di gunakan jika ingin makan santai.
'Huh!'
Julia menarik nafas perlahan. Ini semua menurutnya terlalu berlebihan. Tapi ia juga tidak mungkin protes bukan?
Ini semua adalah pesanan Matt. Ia jadi kepikiran seberapa kaya seorang Matt Burmann?
Ia meraih ponselnya dan melihat jam. Ia datang lebih cepat 5 menit dari janji mereka. Julia hanya tidak ingin membuat Matt menunggu lama, jika ia telat datang.
Merasa lega karena penampilannya masih rapi, ia meletakkan ponsel itu ke atas meja. Julia merasa lebih tenang berada di ruangan itu.
Dengan ruangan privat pilihan Matt, ia tidak perlu gugup di perhatikan oleh orang lain. Ia sangat tahu jika Matt adalah pusat perhatian dimanapun ia berada.
Ketampanan lelaki itu selalu menjadi perhatian siapapun, dan Julia jelas menyadari itu. Ia tidak sanggup jika harus diperhatikan oleh setiap orang hanya karena makan malam dengan Matt.
'Klek!'
Pintu ruangan itu terbuka. Seorang pelayan mempersilahkan seseorang masuk. Julia sontak duduk tegak dan sedikit menahan nafasnya.
Matt tampil dengan pakaian yang membuat ketampanannya semakin bertambah. Melihat lelaki itu tersenyum karena Julia yang telah tiba terlebih dahulu.
"Langsung hidangkan saja."
Matt berkata pada pelayan yang baru ia lewati. Ia kemudian melangkah mendekati Julia duduk, setelah pelayan itu pergi.
"Selamat malam Julia." Matt langsung menyapa Julia dengan ramah.
"Malam Matt." Julia masih mencoba menenangkan debaran jantungnya yang berdegup kencang.
"Kamu sudah lama menunggu?" Matt kemudian menarik kursi tepat di hadapan Julia.
"Aku juga baru sampai." Julia mencoba bersikap santai, berbanding terbalik dengan perasaannya saat ini.
"Aku sudah memesan makanan untuk kita. Kamu ada alergi pada sesuatu makanan?" Matt kembali memperhatikan Julia.
"Tidak. Semua aman." Julia menjawab perlahan.
Matt mengangguk puas. Melihat Julia yang begitu cantik menurutnya. Meski pakaian yang di kenakan wanita itu sederhana. Tapi terlihat sangat cocok untuknya.
Julia tidak mengenakan make up tebal seperti saat ia tampil di klub. Hanya make up tipis dan terlihat natural. Tapi semua itu, justru semakin menampilkan kecantikan Julia yang sesungguhnya.
'Kemana saja ia selama ini? Bagaimana bisa ia tidak tahu jika di kota kecil ini, ada wanita secantik Julia? Dan kenapa ia begitu malas mengunjungi kakeknya kemari?'
'Mungkin jika ia rajin sejak dulu ke kota kecil ini. Ia bisa bertemu dengan Julia lebih cepat.'
'Tapi tidak masalah bukan? Ia tidak akan melepaskan kesempatan ini! Julia sangat cantik. Dan ia tidak akan melepaskan wanita ini!'
"Jadi sudah berapa lama kamu menjadi penyanyi di klub itu?"
Matt mencoba memulai percakapan santai dengan Julia. Ia melihat Julia gugup di dekatnya. Dan ia harus mencairkan itu, agar Julia bisa bersikap santai di dekatnya.
"Sudah 4 tahun ini.Sejak klub di buka." Julia menjawab perlahan.
"Sudah lumayan lama ya?" Matt kembali berkomentar.
Namun dalam hati ia mengumpati Xander. Bagaimana bisa kecolongan jika sahabatnya itu telah memiliki klub itu lumayan lama.
Xander terlalu pandai bersembunyi darinya. Tapi tidak masalah. Ia akhirnya menemukan harta karun yang sangat istimewa. Dan saat ini harta itu telah berada di hadapannya.
"Apa kamu merasa nyaman bekerja di sana?" Matt kembali bertanya.
"Sejauh ini terasa nyaman. Karena pak Xander sangat baik. Aku benar - benar merasa di jaga di tempat itu." Sebuah senyuman lebar terbit di mulut Julia saat menjawab.
Matt semakin terpesona melihat senyuman itu. Tapi ia sedikit kesal karena senyuman itu terbit saat membicarakan Xander.
"Kamu memiliki hubungan yang baik dengan pemilik klub itu?" Matt mencoba bertanya.
"Iya. Pak Xander adalah bos yang baik." Julia mengangguk singkat dang mengiyakan.
"Apa kamu menyukainya sebagai lelaki?" Matt semakin tidak suka dengan pembahasan soal Xander. Tapi ia juga harus tahu, bagaimana perasaan Julia pada lelaki itu.
"Bukan seperti itu." Julia dengan cepat membantah. Tidak ingin Matt salah paham.
"Aku lebih menghormatinya yang telah memberikan pekerjaan itu padaku. Ia benar - benar sangat baik mau menolongku selama ini. Hanya itu saja." Julia memilih berterus terang.
"Aku merasa lebih tenang sekarang." Matta sedikit terkekeh mendengar jawaban itu.
Julia mengerutkan kening mendengar ucapan Matt. Ia tidak mengerti maksud lelaki itu.
"Aku pikir aku harus bersaing dengan seseorang, agar bisa lebih dekat denganmu." Matta melirik Julia sedikit jahil.
Julia sontak terdiam dengan mata melotot. Wajahnya memerah malu mendengar pengakuan itu. Tidak menyangka sama sekali jika Matt akan berkata seperti itu.
Dan debaran jantungnya semakin kencang, saat tatapan Matt membuatnya salah tingkah.
Matt sangat berbahaya bagi jantungnya.
.....................
"
jadi strong woman Thor