Arkan itu cowok baik—terlalu baik malah. Polos, sopan, dan sering jadi sasaran empuk godaan Elira, si gadis centil dengan energi tak terbatas.
Bagi Elira, membuat Arkan salah tingkah adalah hiburan utama.
Bagi Arkan, Elira adalah sumber stres… sekaligus alasan dia tersenyum tiap hari.
Antara rayuan iseng dan kehebohan yang mereka ciptakan sendiri, siapa sangka hubungan “teman konyol” ini bisa berubah jadi sesuatu yang jauh lebih manis (dan bikin deg-degan)?
Cinta kadang datang bukan karena cocok—tapi karena satu pihak nggak bisa berhenti gangguin yang lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon QueenBwi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Empat Belas
"Elira itu.. Anak yang baik. Tapi sesuatu yang buruk membuat segala sesuatu jadi berubah"
Tuan Hans menatap Arkan yang hanya diam mendengarkan, menghisap cerutunya sejenak.
"Dulu aku punya menantu yang cantik dan baik sekali. Selalu tersenyum pada semua orang, termasuk orang-orang yang membencinya. Menantuku itu.. Aku menyayanginya seperti puteriku sendiri. Tak pernah sekalipun aku melihatnya mengeluh, bersedih atau bahkan menampakkan ekspresi marah. Jadi kupikir semua baik-baik saja, aku bahkan memiliki cucu yang menggemaskan.."
Pria tua itu menyenderkan punggung renta miliknya disandaran sofa.
"Tapi suatu hari.. Saat aku baru kembali dari perjalanan bisnis bersama puteraku, Ayah Elira. Kami menemukan keadaan rumah dalam keadaan berantakan, benar-benar berantakan. Tentu saja kami panik, mencari keberadaan menantuku beserta cucuku kesana-kemari.. Dan kau tahu apa yang kami temukan?"
Arkan menggeleng pelan. Menatap mata Tuan Hand yang dipenuhi perasaan terluka. Rasanya ia tak ingin mendengar lebih lanjut lagi.
"Elira kecilku yang masih berusia 7 tahun terbaring penuh luka di dekat ranjang. Kepalanya sobek terkena benda tajam, itulah mengapa ada bekas jahitan disana.." Kata Tuan Hans sembari menunjuk keningnya sendiri.
"Lalu dihadapannya.. Menantuku tergantung layaknya boneka disana, dengan wajah penuh airmata serta luka dibeberapa bagian tubuhnya. Dalam keadaan sudah tak bernyawa..."
Arkan membelalak kaget, "A-apa yang terjadi ?"
"Itulah yang masih tidak kuketahui sampai sekarang. Tak ada tanda-tanda masuknya orang asing kedalam rumah. Well, aku tak mungkin meninggalkan menantu beserta cucuku tanpa pengawalan.Lalu Dokter mengatakan bahwa menantuku mengalami gangguan kejiwaan hingga menyiksa dan membunuh dirinya sendiri, setelah ia menyiksa Elira hingga nyaris tewas..."
Tuan Hans menutup matanya sejenak, berusaha meredam air mata yang hampir lolos karena mengingat kenangan menyakitkan itu lagi.
"Hanya Elira sendiri yang mengetahui apa yang terjadi hari itu.. tapi ia selalu menolak memberitahuku. Sejak kejadian itu, semua terasa berbeda. Lalu tidak lama 6 bulan setelah kematian menantuku.. Puteraku meninggal karena kecelakaan. Semua serentetan kejadian itu membuat Elira memiliki traumanya sendiri hingga sekarang.." Katanya lagi.
"Anak itu akan berteriak ketika malam hari, menangis histeris lalu terdiam dipojokkan kamar bagai mayat hidup. Tapi hanya akan terjadi jika ia sedang dalam tekanan yang berat, karena itu aku selalu memastikan ia tidak dalam tekanan apapun.."
"La-lalu.. Kalau boleh aku tahu.. Apa yang menyebabkan trauma Elira kembali tadi malam ?"
Tuan Hans tersenyum, "Itulah yang harus kau cari tahu, Arkan. Aku menceritakan hal ini padamu karena aku mempercayaimu, aku percaya bahwa kau pasti bisa menjaga Elira melebihi aku.."
Arkan menghela nafas berat, "Tapi.. Aku tak yakin Elira akan mau menceritakan semua padaku.."
"Jika dia percaya padamu.. Dia akan mengatakan segalanya padamu, Nak. Bersabarlah.."
"Aku mengerti, kakek.."
Tuan Hans meraih cangkir minumannya dan menyeruputnya pelan.
"Ngomong-ngomong.. Maafkan atas kebinalan cucuku. Anak itu entah sejak kapan jadi senang sekali menggoda siapapun yang ia anggap menarik atau hanya sekedar iseng saja. Untung saja Farhan selalu sigap menjaganya..kuharap kau tak terlalu syok ya."
Arkan hanya menampakkan raut wajah tersenyum, padahal didalam hatinya ia tengah menangis depresi.
Tiap hari digodain begitu.. Bahkan baru pertama kali bertemu saja sudah diserang.. Bagaimana Arkan tak syok? Tuan Hand itu.. Santai sekali sih mengucapkan hal tersebut.
***
Saat ini Arkan sedang bersama Elira disebuah gedung bioskop. Rencananya akan menonton film bergenre Thriller, Arkan sih tak masalah tapi apa Elira baik-baik saja?
"Tidak mau nonton yang lain saja, Lira?"
Elira menggeleng sembari memeluk bungkus popcornnya, menikmati rasa kejunya dan menggumam senang. Arkan sendiri hanya tersenyum sembari memegang minuman mereka.
Masih ada waktu beberapa menit sebelum mereka masuk kedalam bioskop tapi Elira tak bisa berhenti memakan popcorn mereka.
"Lira.. Bahkan kita belum masuk kedalam loh tapi popcornnya sudah hampir habis.."
Elira hanya nyengir, "Habisnya enak~beli lagi yaa~"
"Iya.. Beli saja sebanyak yang kau suka."
"Loh.. Elira, kan?" Sebuah suara asing ditelinga Arkan datang dan menegur Elira yang tengah sibuk memakan popcornnya.
Elira mendongak lalu membelalak, dengan cepat menyerahkan popcornnya pada Arkan kemudian berdiri dari tempat mereka duduk dan memeluk pria berotot itu.
"Kak Jackson!"
Pria yang dipanggil Jackson itu tertawa, "Wow.. Calm down, sweety.."
"Wahh.. Sudah lama sekali tidak bertemu! Kapan Kakak kembali dari China?!" Pekiknya masih dengan wajah senang.
"Seminggu yang lalu I guess."
"Dan Kakak tak memberitahuku?! Akan kuadukan pada kakek!"
"Jangan, astaga. Kakekmu itu menyeramkan.. Bisa-bisa aku dipukuli tongkatnya itu.." Protes pria itu sementara Elira hanya tertawa saja.
Arkan berdehem cukup keras hingga membuat Elira kaget. Gadis itu membelalak diikuti ringisan kecil, dia terlalu asyik bercengkrama dengan Jackson hingga melupakan Arkan.
"Ohh.. Daddy~perkenalkan...dia Jackson kerabat jauhku.." Kata Elira gugup, memperhatikan Arkan yang hanya menatap dengan tatapan datar.
"Masih ingat padaku rupanya.." Sindir Arkan sembari memakan popcorn ditangannya.
Elira memberengut, "Daddyy~Jangan marah~Lira minta maaf~" Rengeknya sambil terduduk disamping Arkan dan memeluk leher pria itu.
Jackson sendiri hanya terkekeh, apalagi mendengar panggilan Elira. Elira itu memang rada-rada aneh bin binal sejak dulu, jadi ia tak heran.
"Maaf.. Tidak bermaksud mengganggu kencan kalian. Aku hanya kebetulan lewat dan melihat Elira, itu saja..seperti kata Elira.. Aku Jackson, Kerabat jauhnya. Jadi jangan salah paham," ujarnya dengan senyuman tipis.
"Aku Arkan. Tunangan gadis ini," Jawab Arkan seadanya.
"Benarkan? Elira, Kau tak mengatakan apapun soal tunanganmu padaku.."
Elira hanya melirik Jackson dengan alis bertaut sebal. Ucapan Jackson itu bisa membuat Arkan salah paham.
Arkan mendengus"Mungkin aku tak penting baginya.."
Nah kan benar.
"Daddyyyy~"
Jackson tertawa sejenak, "Aku bercanda. Kakek Hans sudah memberitahu kami, baiklah.. Aku pergi dulu. Nikmati kencan kalian ya~" Pamitnya lalu melangkah pergi setelah mengusak rambut Elira sejenak.
Keadaan hening sejenak masih dengan posisi yang sama, yaitu Elira yang memeluk leher Arkan. Sebelum panggilan terdengar yang mengatakan bahwa pengunjung bisa memasuki bioskop.
"Ayo Elira.. Kita harus masuk.." Kata Arkan yang melepas pelukan Elira lalu berdiri, mengisyaratkan gadis itu untuk mengikutinya karena kedua tangannya sudah penuh dengan makanan dan minuman.
Elira hanya diam tapi mengikuti Arkan.
Saat didalam, Elira bahkan tak bisa fokus menonton karena Arkan hanya diam menatap layar lebar tanpa meliriknya sama sekali.
Sepertinya Arkan sedang marah dan Elira tak suka diabaikan begini. Jadi ia menggenggam jemari Arkan diatas kursi dan merematnya demi menarik atensi Arkan.
Berhasil.
Arkan menoleh padanya.
"Kenapa? Kau takut? Sembunyikan wajahmu dipundakku kalau begitu.." Kata Arkan lalu kembali fokus nonton.
Meski keadaan gelap tapi Elira bisa melihat raut wajah Arkan.
"Daddy~" Panggilnya.
"Hm?"
"Jangan marah~Maaf..tadi aku tak bermaksud mengabaikanmu~"
"Tidak apa-apa," Jawab Arkan tapi ia bahkan tak menatap kearahnya.
"Daddyy~"
Pada akhirnya Arkan menghela nafas dan menoleh menatap Elira.
"Aku tidak marah. Sekarang fokuslah nonton. Tadi kau yang ingin nonton film ini kan."
Elira semakin memberengut saat Arkan kembali menonton. Apanya yang tak marah kalau ekspresinya datar begitu?
Jadi anak itu langsung berdiri dan berpindah posisi dipangkuan Arkan. Tidak perduli meski tempat duduk mereka berada dibagian tengah-tengah. Beberapa penonton yang melihat hal itu syok sendiri, bahkan ada yang sampai tersedak popcornnya.
"El-Elira?"
"Daddy marah.. Aku tahu.."
"Ti-tidak.. Bi-bisakah kau turun dan kembali ketempatmu?"
Demi apapun.. Kini para penonton malah fokus ke mereka dan mengabaikan layar lebarnya.
"Tidak mau. Cium aku dulu Daddy~" Suara Elira yang mendayu-dayu membuat gerombolan cewek-cewek disebelah mereka memekik.
Pada akhirnya Arkan menarik wajah Elira dan melumat bibir tipis kemerahan itu. Meski ia malu setengah mati tapi tak apalah, setidaknya Elira tak meminta yang lebih ekstrim dari yang ini.
"Kyaaa.. Mereka ciuman!"
"Omoo.. Omo lihat lah ceweknyaa.. Agresive sekali.. Ughh mana kameraku?! Ya Tuhan!"
"Minggir sedikit.. Aku mau merekam!"
"Aiishh.. Jangan ribut nanti ketahuan kalau kita memperhatikan."
Kalian memang sudah ketahuan kok. Karena itu Elira semakin gencar menghisap bibir beserta lidah prianya.
Sementara Arkan hanya berharap tak ada yang menyadari bahwa yang melakukan tindakkan tak senonoh dipublik adalah Putera pemilik perusahaan terbesar beserta cucu seorang pengusaha kaya raya.
Mati sajalah kalau sampai masuk berita.