Ayudia Larasati, gadis cantik yang sudah berkali - kali gagal mendapatkan pekerjaan itu, memilih pindah ke desa tempat kelahiran ibunya setelah mendapatkan kabar kalau di sana sedang ada banyak lowongan pekerjaan dengan posisi yang lumayan.
Selain itu, alasan lain kepindahannya adalah karena ingin menghindari mantan kekasihnya yang toxic dan playing victim.
Di sana, ia bertemu dengan seorang pria yang delapan tahun lebih tua darinya bernama Dimas Aryaseno. Pria tampan yang terkenal sebagai pangeran desa. Parasnya memang tampan, namun ia adalah orang yang cukup dingin dan pendiam pada lawan jenis, hingga di kira ia adalah pria 'belok'.
Rumah nenek Laras yang bersebelahan dengan rumah Dimas, membuat mereka cukup sering berinteraksi hingga hubungan mereka pun semakin dekat
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernanda Syafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Aku Pilih Dia
"Banyak banget jajannya?" Kata Laras saat Dimas meletakkan plastik besar penuh makanan di atas meja.
Plastik besar itu berisi berbagai macam makanan ringan yang semuanya adalah favorit Laras.
"Mas beli di Kabupaten?" Tanya Laras saat melihat tulisan di plastik.
"Iya." Jawab Dimas.
"Niat banget belinya sampe sebanyak ini. Bude sama pakde gak Mas kasih?"
"Mereka mana mau jajanan gitu? Kalau singkong goreng ya mau." Jawab Dimas sambil menyeruput kopi susu hangat di depannya.
Laras sendiri tampak asyik menikmati makanan ringan kesukaannya yang baru ia buka.
"Nih aaaaa" Laras menjejalkan potongan besar keripik kentang ke mulut Dimas.
"Cari yang lebih besar lagi, Ay." Gerutu Dimas yang hanya di jawab dengan tawa oleh Laras.
"Ay..."
"Iya?."
"Nikah yuk, Ay." Ujar Dimas tiba - tiba.
"Uhuk... Uhuk..." Laras sendiri sampai tersedak mendengar kata - kata Dimas yang mengajaknya menikah.
"Kaget banget gitu?" Ujar Dimas sembari memberikan air minum untuk Laras.
"Ya Mas, kok tiba - tiba ngomong kayak gitu. Kira - kira dong kalo bercanda." Protes Laras.
"Aku gak bercanda, Ay." Jawab Dimas.
Laras melirik pria di sampingnya yang memang terlihat serius. Sungguh hari yang membagongkan baginya. Setelah siang tadi di ajak ta'aruf dengan Gus Farid, sekarang ia di ajak menikah dengan Dimas.
"Kenapa kok tiba - tiba mau nikah?" Tanya Laras.
"Udah tua." Gurau Dimas.
"Giliran aku serius, Mas malah bercanda!" Kesal Laras.
"Aku takut kehilangan kamu, Ay." Jawab Dimas.
"Cuma itu?" Tanya Laras.
"Apa effortku selama ini kurang membuktikan perasaanku ke kamu?" Dimas balik bertanya.
"Mas yakin? Mas cuma takut karna aku deket sama Gus Farid kan?" Tanya Laras.
"Memang itu salah satunya. Tapi aku juga beneran sayang sama kamu, Ay." Jawab Dimas.
"Mas, jangan ajak aku nikah kalau Mas sendiri belum bener - bener yakin. Aku gak mau merasa kecewa nantinya." Jawab Laras.
"Ay..."
"Mas, aku tau kok, kalau Mas sayang sama aku. Aku juga sama, makanya aku gak terima permintaan ta'aruf dari Gus Farid. Tapi, aku gak bisa kalau langsung mengiyakan ajakan Mas untuk menikah, sedangkan Mas sendiri belum bener - bener yakin." Ujar Laras yang tanpa sadar keceplosan.
"Ay, kamu di ajak ta'aruf sama Farid?" Tanya Dimas.
"Emang aku bilang gitu?" Laras kaget sendiri.
"Wah... Jangan pura - pura pikun." Ujar Dimas.
"Iya, tadi siang Gus Farid ngajak aku ta'aruf." Jawab Laras yang terlanjur keceplosan.
"Terus, kamu terima?" Tanya Dimas dengan raut wajah khawatir.
"Enggak, kan aku sukanya sama Mas Dimas." Lirih Laras.
"Apa, Ay?" Dimas menahan senyum mendengar jawaban Laras tadi.
"Mboh!" Jawab Laras.
"Jadi pacarku sekarang." Dimas meraih tangan kiri Laras lalu memasangkan cincin di jari manis gadis itu.
Laras sendiri membeku saat Dimas tanpa ragu dan tanpa permisi memasangkan cincin di jari manisnya.
"Sekarang jadi pacarku. Secepatnya aku bakal ngelamar kamu, Ay. Aku bukannya gak yakin dengan hati dan perasaanku, aku cuma pingin kamu ngerasa bener - bener nyaman dulu di deketku. Apa yang aku lakuin selama ini, karna aku bener - bener sayang sama kamu, Ay. Aku akan berusaha untuk gak bikin kamu kecewa." Ujar Dimas sembari menggenggam tangan Laras.
"Mas gak tanya, aku mau terima atau enggak?. Tiba - tiba langsung makein cincin." Kata Laras sembari melihat cincin di jarinya.
"Harus mau."
"Lah, maksa banget, Om?" Goda Laras.
"Ay..."
"Kita jalani aja dulu pelan - pelan, Mas. Gak perlu buru - buru ngelamar aku kalau memang belum siap. Kita nikmati dulu setiap fasenya." Kata Laras yang tersenyum hangat.
"Nanti kamu di lamar orang."
"Ya emang kenapa kalau aku di lamar orang? Biarin aja mereka ngelamar aku." Jawab Laras santai.
"Ay, kamu kok gitu?"
"Ya biarin aja kalo ada orang lain yang mau lamar aku, emang kenapa? Gak mau aku terima juga, kan udah ada Mas." Kekeh Laras sambil menunjukkan tangan kirinya yang tadi di pasangkan cincin oleh Dimas.
"Haish, kamu ini." Dimas menghembuskan nafas lega.
"Jangan serius - serius banget napa, om." Ledek Laras.
"Kurang - kurangin ngerjain aku, Ay. Aku udah tua, kalo jantungan terus meninggal, gimana?" Kata Dimas.
"Ya mau gimana lagi kalo udah ajalnya?" Gurau Laras.
"Astaghfirullah." Kata Dimas sembari mengusap - usap dadanya. Sementara Laras tertawa geli melihat ekspresi Dimas.
"Lagian Mas, baru juga mau tiga puluh tahun. Masih muda lah, di banding sama yang umur lima puluh tahun." Gelak Laras yang meledek Dimas lagi.
"Untung sayang." Kata Dimas yang tersenyum saat melihat Laras tertawa.
"Lagian, udah tua - udah tua, kayak udah lansia aja. Tuh, lansia yang di dalem aja semangatnya masih kayak ABG. Badan masih seger, muka awet muda gini, takut amat sama umur yang cuma angka. Coba ngaca, muka kita aja kayak seumuran." Cicit Laras yang membuat Dimas tersenyum.
"Bisa aja nyemangatinnya pacarku ini." Kekeh Dimas sembari mengusap kepala Laras.
"Mas.."
"Hm.."
"Jangan ngerokok lagi ya. Biar sehat terus, biar panjang umur, biar bisa selalu nemenin pacarmu yang kinyis - kinyis ini." Pinta Laras sembari menata lekat ke arah Dimas.
"Njih, sayang." Jawab Dimas yang kemudian mengusap pipi Laras yang memerah.
"Apa, Mas? Gak denger."
"Njih, sayangku, cintaku, manisku, miaaauu." Jawab Dimas yang membuat mereka berdua tertawa.
"Ini kalo Uti, Pakde sama Bude tau kita pacaran, gimana coba?" Tanya Laras.
"Ya bagus lah." Sahut Dimas.
"Mas gak takut di marah Pakde, Bude?"
"Emang aku anak SMP?" Dimas Balik tanya.
"Iya. Beberapa belas tahun lalu." Kekeh Laras.
"Gemes banget, sumpah!" Kata Dimas yang ikut terkekeh.
"Sabar - sabar ya, Mas, ngadepin aku. Tolong maklum, namanya juga anak - anak." Ujar Laras.
"Anak - anak yang bisa bikin anak." Sahut Dimas.
"Ccchh kata siapa?"
"Mau coba? Pasti bisa." Gelak Dimas.
"Astaghfirullah. Emang dasar om - om ini pikirannya yang enggak - enggak. Mau jadi om - om mesum ya, ha?." Kata Laras sambil mencubit lengan Dimas.
...****************...
"Tumben kamu pake cincin, nduk? Beli dimana itu? Kok apik yo? (Kok bagus ya?)." Tanya Uti saat menperhatikan tangan cucunya.
"Oh, hadiah ciki, Ti." Jawab Laras Asal. Ia belum siap memberi tau mengenai hubungannya dengan Dimas.
"Sopo sing tuku jajanan akehe koyok ngono? (Siapa yang beli jajanan banyak seperti itu?)" Tanya Uti.
"Laki - laki andalannya Uti lah, siapa lagi?" Gelak Laras yang mengundang tawa Utinya.
"Kamu mau kemana, nduk?" Tanya Uti.
"Aku pingin jalan - jalan, Ti. Setres banget rasanya ini, nunggu pengumuman jam sepuluh nanti." Sahut Laras.
"Ti, kalau aku gak keterima kerja, Gimana?" Tanya Laras sambil memeluk Utinya.
"Yo ra popo, to. Neng kene wae, ngewangi Uti ngurus pabrik. Opo arep rabi nak ra ketompo? (Ya gak apa - apa,to. Di sini saja, bantuin Uti mengurus pabrik. Apa mau nikah kalau gak keterima?)" Tanya Uti.
"Ish Uti ini, nikah aja yang di bahas. Aku masih dua puluh dua tahun loh Ti." Cicit Laras.
"Lho, umur semono yo wes wayahe rabi to! (Umur segitu ya sudah waktunya menikah to!)" Goda Uti.
"Sama kodok?"
"Kok kodok piye? Wong seng nembung kowe karo Uti wae yo enek, kok. (Kok kodok gimana? Orang yang minta kamu sama Uti aja ya ada, kok.)"
"Iya, siapa Ti? Berani dia bilang gitu ke Uti." Tanya Laras penasaran.
"Ngopo ra wani? Uti lho gak nyokot! Untu wae ra genep kok e. (Kenapa gak berani? Uti lho gak gigig! Gigi saja gak lengkap.)" Kekeh Uti.
"Siapa orangnya, Ti?" Laras penasaran.
"Dimas karo Gus Farid." Jawab Uti.
"Serius, Ti? Terus, Uti jawab apa?"
"Ya Uti bilang kalau itu semua terserah kamu. Uti cuma mempersilahkan kalau mereka mau mengenal kamu. Tapi, untuk hubungan selanjutnya, Uti ora cawe - cawe (Uti gak ikut - ikut.). Uti cuma pesen sama kamu, Kamu sebagai perempuan harus hati - hati ya, nduk. Harus bisa jaga diri." Kata Uti sambil mengusap - usap punggung cucunya.
update trus y kk..
sk bngt ma critany