Rela meninggalkan orang yang dicintai demi keluarga. Dan yang lebih menyakitkannya lagi, mendapatkan suami yang penuh dengan kebencian. Itulah yang dirasakan Allesia. Allesia harus meninggalkan kekasihnya, ia dipaksa menikah dengan tunangan kakaknya, namanya Alfano. Alfano adalah pria yang sangat kejam. Kejamnya Alfano bukan tanpa alasan. Ia memiliki alasan kenapa ia bisa sejahat itu.
Apa yang membuat Alfano kejam dan kehidupan seperti apa yang akan Allesia jalani? Mari simak ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asni J Kasim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 15
Alfano berlari ke dalam ruang perawatan istrinya. Berharap istri dan putrinya ada di sana. Dia duduk dilantai saat tidak mendapati istri dan putrinya. "Allesia, kenapa kamu pergi" batin Alfano. Dia nampak kacau dan frustasi. Alfano berusaha untuk berdiri, saat pandangannya terarah ke nakas, ia melihat selembar kertas. Alfano mendekat, mengambil lalu membacanya.
"Maafkan aku, Tuan. Andai aku belum hamil, bisa saja aku menyerahkan diriku untuk disiksa lagi. Namun, sekarang kondisinya berbeda. Aku harus melindungi anakku, hanya dia keluargaku satu-satunya. Aku tidak mau Tuan mengambilnya dariku. Maafkan aku Tuan"
"Allesia..." tangis Alfano kembali pecah, meremas kuat lembar yang ditinggalkan istrinya.
"Bagaimana denganku, Allesia. Hanya kamu dan anak kita yang aku punya. Hanya kalian berdua keluargaku" ujar Alfano disela-sela tangisnya.
-----------
Beberapa bulan kemudian
Mansion A
Alfano berdiam diri di kamar. Sejak Allesia menghilang Alfano mulai menyendiri dan selalu mengurung dirinya di dalam kamar. ART yang bekerja di Mansion tak bisa berbuat apa-apa. Mereka masih memegang janji untuk tidak memberitahu keberadaan Allesia dan putrinya.
seorang ART mengetuk pintu, tak ada sahutan dari dalam kamar. Ia pun memberanikan diri untuk masuk. "Tuan, makan dulu Tuan. Sudah 2 hari Tuan tidak makan. Tuan bisa sakit bahkan bisa meninggal jika Tuan terus menerus menahan lapar" ujar Bi Nazma.
Alfano memejamkan mata, menghirup udara malam. "Tidak ada gunanya aku hidup. Jika Alasan Allesia pergi karena tidak ingin dipisahkan dengan Lusia. Lalu bagaimana denganku yang harus berpisah dari mereka berdua"
"Bibi, apa aku tidak pantas untuk mendapatkan kata maaf?" tanya Alfano, membalikan badan menatap lekat Bi Nazma dengan tatapan sayu.
"Tuhan, aku tidak tega melihatnya terpuruk seperti ini" batin Bi Nazma.
"Semua orang bisa mendapatkan kata maaf, begitupun dengan Tuan. Namun Tuan perlu tahu, bagaimana kehidupan pahit yang dijalani Nyonya Allesia sejak kecil hingga Tuan menikahinya" balas Bi Nazma.
Air mata Alfano menetes, mengingat kembali laporan yang diberikan orang suruhannya. Masa kelam yang begitu menyakitkan.
"Bagi mereka yang memiliki masa kelam yang pahit, sangat tidak mudah untuk memaafkan atau mempercayai orang lain. Mereka sulit mempercayai orang lain Tuan," lanjut Bi Nazma.
"Bibi, aku yakin, Bibi tahu dimana istri dan anakku berada. Apa Bibi juga ingin menghukumku" ujar Alfano. Dia kembali menatap ke luar Kota.
"Benar kan Bibi. Jika Bibi saja tidak bisa memaafkanku bagaimana dengan Allesia. Bibi, aku menyadari satu hal setelah kepergian Allesia. Balas dendam bisa membuatku tertawa namun hanya sesaat saja. Dan luka, luka membekas selamanya. Bibi, aku menyadari perasaanku padanya. Dia tidak mencintaiku, tapi aku, aku mencintainya" ujar Alfano.
Bi Nazma menangis mendengarnya. Ia merasa iba pada majikannya tapi ia juga tidak mau mengingkari janjinya pada Allesia.
-----------
Monako
Monako, di Kota inilah Allesia berada bersama anaknya, Lusia Praza Alfano. Ia tinggal kontrakan kecil yang berada di bagian Kota. Di Kota ini, Allesia bekerja di Apotek yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Bi Neona mengikuti Allesia sampai ke Monako, sedangkan Bi Arlen menjaga Mansion baru.
Oek... Oek... Oek... terdengar tangisan bayi di dalam kontrakan kecil. Siapa lagi kalau bukan Lusia Praza Alfano. Sudah seminggu Lusia menangis di malam hari, membuat Allesia cemas. Oek... Oek... Oek... Lusia kembali menangis.
"Apa Lusia merindukan Ayah?" Allesia mengajak anaknya berbicara. Lalu mengambil foto pernikannya dengan Alfano.
"Ini ayah, ayah sayang Lusia" ujarnya sembari meletakkan foto pernikahan pada tangan mungil putrinya. Tangis Lusia berhenti, gadis mungil itu tersenyum dan terkekeh. Tangannya masih menggenggam foto ibu dan ayahnya.
"Maafkan ibu Lusia, ibu hanya takut ayah mengambilmu dari ibu. Ibu janji, suatu hari nanti Ibu akan membawamu bertemu dengannya. Kamu akan mengerti jika kamu sudah besar nanti," kata Allesia sembari mencium putrinya.
Allesia berbaring di ranjang yang lumayan besar. Tubuh mungil Lusia dipeluk hangat olehnya. Membuat putrinya tertidur pulas.
---------
Pagi mulai menyapa, Allesia terbangun saat tangan mungil Lusia memegang pipinya. Allesia mengerjap, seketika senyum terukir diwajahnya. Keduanya nampak saling tatap dan tertawa.
"Hehehe, hehehe" tawa Lusia saat Allesia menggelitik perut putrinya.
New York
Pagi hari
Alfano masih duduk pada tempatnya. Masih setia menunggu Allesia dan putrinya kembali. Balkon, dibalkonlah Alfano menunggu. Wajahnya semakin hari semakin pucat. Dia terlihat seperti orang gila.
Bi Nazma sempat ke Mansion baru. Dia hanya melihat Bi Arlen di sana. Saat Bi Nazma bertanya tentang keberadaan Nyonya mereka, jawaban Bi Arlen membuat Bi Nazma shok.
"Tuan, saatnya sarapan pagi" ujar Bi Nazma, meletakan makanan di atas nakas.
"Tidak Bibi, aku masih kenyang" sahut Alfano.
"Apa Tuan mencintai Nyonya Allesia dan putri Tuan?" tanya Bi Nazma dengan suara yang begitu halus.
"Kenapa bertanya seperti itu Bibi, aku rasa Bibi pun tahu!!" balas Alfano dengan suara agak meninggi.
"Jika Tuan mencintai mereka, kenapa Tuan berdiam diri di Mansion. Kenapa Tuan tidak mencari mereka!!" balas Bi Nazma dengan suara yang tak kalah besar, ia ingin majikannya kembali kuat bukan seperti orang gila.
Alfano terdiam, ia membetulkan perkataan Bi Nazma. "Keluarlah" titah Alfano.
Bi Nazma berjalan ke luar dari kamar majikannya. Di dalam kamar, Alfano mengambil makanan yang dibawakan Bi Nazma. Dia menatap makanan sejenak, lalu melahapnya. Alfano terkekeh saat mengingat bagaimana dia membuat Allesia kelaparan. Kekehan itu menjadi tangis, ia menangis mengingat kejahatannya pada Allesia.
"Ternyata lapar itu seperti ini" gumamnya. Setelah selesai makan. Alfano membersihkan tubuhnya di kamar mandi. Di dalam kamar mandi, Alfano menyalakan sower air dan membiarkan air bercucuran membasahi tubuhnya.
"Allesia, andai kamu memberiku kesempatan, aku akan menjadi pelindung utama untukmu dan untuk putri kita. Bahkan, jika kamu menginginkan nyawaku, aku siap mengakhiri hidupku asalkan kata maafku kamu terima" gumamnya, memejamkan mata dan membiarkan air menetes membasahi wajahnya.
Drt drt drt... terdengar ponsel Alfano bergetar, Alfano mematikan sower air lalu mengambil ponselnya. Ya, ponsel yang ia pakai adalah ponsel yang anti air.
"Venika, kenapa dia mencariku. Apa uang yang aku berikan belum cukup?" gumam Alfano.
"Halo Venika" sapa Alfano.
"Di mana kamu sekarang?" tanya Venika.
"Aku di Mansion" balas Alfano dengan singkat.
"Oke" kata Venika.
Alfano memutuskan panggilan lalu kembali melanjutkan aktivitasnya. Hampir 15 menit, Alfano selesai dengan aktivitas mandinya. Ia keluar dari kamar mandi dengan handuk yang dilingkarkan dipinggang.
Tok Tok tok... suara pintu kamar diketuk. Alfano memakai baju dan celana, kemudian berjalan mendekat kearah pintu. Saat pintu terbuka, ada seseorang yang riba-tiba memukunya dengan balok kayu.
Maaaf untuk para Author dan Readers yang komentar dan saya tidak respon. Bukan sombong, hanya saja saya mengatur waktu sedemikian mungkin agar bisa mampir di karya author lain, mengetik, dan melakukan pekerjaan yang berada di dunia nyata. Harus mempromosi sana sini itu sangat menguras waktu 🙏🙏