Cerita tentang gadis desa bernama Juliet Harvey yang harus berjuang untuk mengatasi masalah keluarga sang nenek yang hampir bangkrut.
Namun siapa sangka, niatnya untuk meminta bantuan kepada sang ayah yang sudah lama tidak bertemu malah membuatnya ikut terseret masalah dengan CEO tampan penuh dengan masalah, Owen Walter.
Bagaimana kisah Juliet dan Owen? Apa Juliet bisa mengatasi masalah keluarga neneknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khintannia Viny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MPC BAB 15
Juliet berdiri sendirian di tengah-tengah aula, dia masih teringat dengan kejadian Owen yang mencium tangannya di hadapan banyak orang, itulah alasan beberapa orang masih menatapnya terutama para wanita yang menatapnya dengan tatapan tidak suka.
Juliet hanya bisa menundukkan kepalanya sambil menatap tangannya yang baru saja di cium oleh Owen itu terasa menggelitik.
“Juliet?” ucap Bobi yang kebetulan melihat Juliet berdiri di sana.
Mendengar namanya di panggil, Juliet langsung mengalihkan pandangannya dan terkejut senang melihat siapa orang yang memanggilnya.
“Bobi!” teriak Juliet yang membuat beberapa orang menatapnya.
Bobi tersenyum lalu menundukkan kepalanya untuk menyapa Juliet.
“Sudah lama tidak berjumpa nona Harvey.” Ucap Bobi dengan sopan membuat Juliet tersadar akan posisinya saat ini.
“Ah, lama tidak berjumpa tuan Lorenzo.” Balas Juliet sambil membungkuk sopan sambil tersenyum manis.
“Bobi..”panggil kepala gallery yang membuat Bobi tersadar.
“Maaf karena aku harus pergi nona Harvey.” Ucap Bobi dengan sopan.
“Ayo kita bertemu lagi, aku akan segera menghubungimu.” Bisik Bobi.
Juliet hanya mengangguk lalu tersenyum senang menatap Bobi yang sudah berjalan menjauh.
“Senyuman itu,, senyuman yang selalu aku ingat, ternyata dia tidak berubah ya. Semoga kita bisa bertemu lagi, Bobi.” Gumam Juliet.
Acara seni pun selesai, Juliet kembali ke kediaman ayahnya dengan perasaan gembira, berbeda dari pesta dansa waktu itu, tentu saja itu karena dia bisa bertemu dengan teman masa kecilnya, Bobi.
“Bobi, berkatmu aku bisa melupakan semua hal yang membuatku sedih...” gumam Juliet, namun seketika Juliet teringat akan Owen yang mencium tangannya membuat wajah Juliet seketika merah.
“Nona, anda baik-baik saja?” tanya Anna yang melihat majikannya itu beberapa kali bergidik.
“Oh iya nona, sepertinya bunga di kota ini berpindah ke kamar anda sekarang, lihatlah, kamar anda sampai sesak seperti ini.” Ucap Anna yang baru saja menaruh buket bunga untuk hari ini.
“Memangnya para tuan-tuan itu tidak bisa membaca ya? Padahal anda sudah menolak semuanya tapi mereka tetap saja gigih untuk mendekati anda.” Lanjut Anna.
Juliet pun melihat sekeliling kamarnya yang memang penuh dengan berbagai macam bunga, bahkan beberapa bunga terlihat sudah mulai layu.
“Anda juga tidak perlu menjawab satu per satu nona.” Ucap Anna.
“Tidak Anna, aku harus menjaga nama baik keluargaku dan juga martabat seorang gadis kelas atas meskipun aku menolak mereka, itu yang selalu di ajarkan nenek padaku.” Balas Juliet.
“Ya, baiklah jika memang itu yang anda inginkan.” Balas Anna sambil melanjutkan menata buket-buket bunga itu.
“Oh iya Anna, apa tidak ada surat yang lain?” tanya Juliet dengan ragu.
“Surat yang lain? Ah, surat dari tuan Lorenzo ya?” tanya Anna dengan wajah jahilnya.
“Masih belum ada, tapi melihat anda yang begitu menantikannya, pasti surat itu adalah surat yang saaangat penting ya?” lanjut Anna menggoda majikannya.
“T-tidak, bukan begitu kok!” balas Juliet dengan wajah malu-malu.
Anna hanya tersenyum jahil sambil melakukan pekerjaannya, sedangkan Juliet mengadahkan wajahnya di tangan kanannya sambil melamun.
“Bobi, sudah beberapa hari berlalu tapi aku masih belum dapat kabar apapun darinya, apa dia sibuk? Apa sesuatu terjadi padanya? Benar, dia pasti akan segera menghubungiku.” Batin Juliet dalam lamunannya.
“Nona, ini sudah malam, waktunya anda tidur.” Ucap Anna membuyarkan lamunan Juliet.
“Ah, sudah larut ternyata, baiklah selamat malam Anna.” Ucap Juliet yang segera berbaring di atas tempat tidurnya.
Juliet tidak langsung tertidur, dia menatap ke arah langit-langit sebelum sambil membayangkan wajah Bobi saat bertemu dengannya.
“Aku sangat senang bisa bertemu dengan Bobi hari itu, dan...” seketika wajah Owen Walter muncul di dalam bayangannya membuat wajah Juliet kembali memerah dan tangannya merasa geli.
“Kenapa sih aku selalu memikirkan laki-laki aneh itu! Sangking gelinya aku jadi tidak bisa tidur.” Gumam Juliet sambil menutup wajahnya dengan bantal.
***
Beberapa hari pun berlalu di rumah kediaman Harvey, Juliet yang tidak bisa tidur pun memutuskan untuk jalan-jalan sendirian di sekitar rumah untuk menghirup udara saat fajar.
“Ternyata di sini begitu tenang waktu fajar, tidak ada orang dan lebih nyaman di bandingkan siang hari.” Gumam Juliet sambil menatap indahnya lampu-lampu jalan yang menyala.
“Aku beruntung keluar sekarang, walaupun sebenarnya aku keluar karena tidak bisa tidur sih, tiba-tiba saja aku jadi mengingat desa nenek dan merindukannya.”
Di tengah jalan, Juliet di kejutkan dengan seseorang yang sedang duduk di pinggir trotoar sambil memegang kepalanya dan terlihat kesakitan di mata Juliet.
“Eh? Ada orang yang sakit!” ucap Juliet yang langsung menghampiri orang tersebut.
“Permisi tuan, anda baik-baik saja?! Apa ada yang sakit atau terluka?” tanya Juliet dengan panik, dia tidak bisa melihat siapa orang itu karena sedang menundukkan wajahnya.
Lalu laki-laki itu mendongakkan kepalanya dan menatap wajah panik Juliet yang terlihat lucu.
“Eh? T-tuan muda Owen!” teriak Juliet yang terkejut karena orang yang ada di hadapannya saat ini adalah Orang yang sangat ingin dia hindari, Owen Walter.
“Juliet Harvey? Sedang apa dia di sini?” batin Owen yang heran melihat Juliet berada di sana saat fajar.
Owen baru saja kembali dari minum-minum sehabis melakukan pesta bujang salah satu temannya yang mau menikah, entah mungkin karena terlalu banyak minum walaupun Owen adalah orang yang kuat minum, tapi dia masih saja merasa sedikit pusing.
Owen yang tidak ingin langsung kembali ke mansion nya itu memutuskan untuk duduk sebentar di bangku yang ada di pinggir jalan sambil memijat pelipisnya untuk mengurangi rasa pusingnya.
Tapi justru dia malah bertemu dengan Juliet Harvey, perempuan yang saat ini sedang menjadi omongan para laki-laki di kota itu, bahkan di pesta bujang temannya tadi juga hampir semuanya membicarakan betapa cantiknya Juliet Harvey.
“M-maaf tuan Owen, sepertinya anda baik-baik saja, kalau begitu saya permisi.” Ucap Juliet, lalu dengan segera Owen menarik tangan Juliet membuat Juliet duduk di pangkuan Owen.
Juliet yang mendapat perlakuan seperti itu benar-benar terkejut bukan main, dia ingin bangun dari duduknya namun Owen menahannya semakin kuat.
“Apa-apaan ini tuan Owen!?” tanya Juliet dengan kesal dan wajahnya memerah karena malu.
“Apa kau segitu sukanya padaku sampai menguntit ku kemari?” tanya Owen sambil tersenyum sinis.
“Apa segitu murahannya dirimu? Ternyata semua wanita sama saja.” Lanjutnya.
Plak!! Tiba-tiba saja tamparan keras meluncur di pipi kiri Owen sampai berbekas, Juliet yang sudah berhasil melepaskan diri dari Owen itu dengan berani menampar pipi Owen dengan emosi yang menggebu-gebu.
“Jangan asal bicara tuan! Saya bukan wanita seperti itu!” tegas Juliet yang langsung pergi meninggalkan Owen yang masih mematung di tempatnya.
Owen seperti tidak percaya dengan apa yang terjadi padanya, dia tidak percaya jika wanita yang terlihat polos seperti Juliet ternyata bisa menamparnya dan menatapnya dengan tatapan emosi seperti itu.