Berkisah mengenai Misha seorang istri yang baru saja melahirkan anaknya namun sayangnya anak yang baru lahir secara prematur itu tak selamat. Radit, suami Misha terlibat dalam lingkaran peredaran obat terlarang dan diburu oleh polisi. Demi pengorbanan atas nama seorang istri ia rela dipenjara menggantikan Radit. 7 tahun berlalu dan Misha bebas setelah mendapat remisi ia mencari Radit namun rupanya Radit sudah pindah ke Jakarta. Misha menyusul namun di sana ia malah menemukan sesuatu yang menyakitkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makan Gratis
Hawa dingin dari pendingin ruangan sebuah restoran mewah di hotel bintang lima terasa menusuk kulit Misha. Ia duduk di salah satu kursi, tangannya memegang erat tas kecilnya. Hatinya berdebar tak karuan. Di seberangnya, Rendy duduk tenang, tersenyum menenangkan. Hari ini, Rendy akan secara resmi memperkenalkan Misha kepada kedua orang tuanya.
"Misha, kamu tenang saja," bisik Rendy, suaranya lembut. "Mama dan Papa saya orang yang sangat baik. Mereka pasti menyukaimu."
Misha mengangguk. Namun, kegugupannya tidak mereda. Ia merasa, ia tidak pantas berada di tempat ini. Ia hanyalah seorang wanita biasa, yang pernah dipenjara. Ia takut, orang tua Rendy akan menolaknya.
Tak lama, sepasang paruh baya datang. Pria itu, yang terlihat gagah, dan wanita itu, yang terlihat anggun, adalah orang tua Rendy. Rendy segera bangkit, lalu menyalami mereka.
"Mama, Papa, kenalkan," kata Rendy. "Ini Misha."
Misha bangkit, lalu menyalami kedua orang tua Rendy. "Selamat sore, Tante, Om," bisiknya, suaranya bergetar.
Mama Rendy, yang bernama Ibu Rania, tersenyum hangat. "Selamat sore, Nak Misha. Rendy sudah banyak cerita tentang kamu."
"Rendy juga banyak cerita tentang Tante," jawab Misha, mencoba menenangkan dirinya.
Ayah Rendy, yang bernama Bapak Adit, tersenyum. "Silakan duduk, Nak Misha. Jangan gugup begitu. Kami tidak akan memakanmu," katanya, lalu tertawa.
Suasana menjadi lebih santai. Misha mulai merasa nyaman. Ia melihat betapa Rendy sangat disayangi oleh orang tuanya. Mereka semua terlihat sangat bahagia.
"Jadi, kamu yang bekerja di Warung Bahagia itu?" tanya Ibu Rania. "Saya sudah sering mendengar cerita tentang warungmu. Rendy sering sekali cerita tentang kebaikan hatimu."
Misha tersenyum. "Iya, Tante. Saya hanya ingin mencari rezeki yang halal."
"Dan kamu sudah berhasil, Nak," kata Bapak Adit. "Kamu adalah wanita yang sangat kuat. Kami bangga denganmu."
Hati Misha terasa hangat. Ia tidak menyangka, orang tua Rendy akan menerimanya. Ia tidak menyangka, mereka akan bersikap ramah kepadanya.
"Rendy sudah menceritakan semuanya, Nak," kata Ibu Rania, suaranya melembut. "Tentang masa lalumu, tentang penderitaanmu... Kami turut prihatin."
"Tapi... Rendy tidak pernah membiarkan masa lalu memengaruhi perasaannya," kata Bapak Adit, sambil menepuk punggung Rendy. "Rendy mencintaimu, Nak. Dan kami, sebagai orang tuanya, akan selalu mendukungnya."
Misha menunduk, air mata mengalir di pipinya. Ia tidak bisa lagi menahan rasa haru. Ia merasa, ia sudah menemukan keluarga baru. Keluarga yang mau menerima dirinya apa adanya, tanpa memandang masa lalunya.
"Misha, kamu jangan khawatir," kata Ibu Rania. "Masa lalu tidak bisa diubah. Tapi masa depan, kamu bisa yang mengubahnya."
Misha mengangguk, lalu tersenyum. "Terima kasih banyak, Tante, Om. Terima kasih sudah menerima saya."
"Sudah kewajiban kami, Nak," kata Bapak Adit. "Kamu adalah calon menantu kami. Kami tidak mungkin tidak menerima kamu."
Rendy tersenyum. Ia menatap Misha, matanya menampakkan kebahagiaan. "Misha, kamu dengar? Mereka sudah merestui kita."
****
Setelah makan malam selesai, mereka semua berfoto bersama. Senyum terpancar dari wajah setiap orang. Misha memeluk Ibu Rania, lalu memeluk Bapak Adit. Mereka semua terlihat sangat bahagia.
"Rendy, jaga Misha baik-baik ya," bisik Bapak Adit. "Dia adalah wanita yang sangat berharga."
"Pasti, Pa," jawab Rendy. "Rendy akan selalu menjaganya."
Misha menatap Rendy, matanya berkaca-kaca. Ia tidak tahu, bagaimana ia harus membalas kebaikan Rendy. Ia hanya bisa berdoa, semoga ia bisa menjadi istri yang baik, dan semoga ia bisa menjadi ibu yang baik bagi anak-anak mereka nanti. Ia tahu, ia akan baik-baik saja.
****
Sinar mentari pagi menyapa Warung Bahagia dengan kehangatan luar biasa. Hari ini, suasana di ruko baru itu jauh lebih ramai dari biasanya. Kabar bahagia tentang rencana pernikahan Misha dan Rendy menyebar cepat bagai api. Warga, baik pelanggan setia maupun pendatang baru, berbondong-bondong datang, bukan hanya untuk menikmati masakan lezat, tapi juga untuk melihat langsung pasangan yang sedang menjadi buah bibir tersebut.
"Pak Raharjo! Selamat, ya! Akhirnya Misha mau menikah dengan Mas Rendy!" seru seorang pelanggan.
Pak Raharjo tersenyum bangga. "Alhamdulillah. Terima kasih banyak, Mas."
Keramaian kian memuncak saat sebuah mobil hitam mewah berhenti di depan ruko. Rendy keluar dengan senyum yang tak bisa disembunyikan. Misha yang melihatnya langsung menghampiri, wajahnya berseri-seri.
"Mas Rendy, kok ke sini?" tanya Misha.
"Saya ingin memberikan kejutan," jawab Rendy, menatap mata Misha dengan penuh cinta. "Hari ini, semua makanan di Warung Bahagia gratis. Saya yang bayar."
Seketika, sorak sorai riuh terdengar. Para pelanggan bersorak gembira. Mereka tidak menyangka akan mendapatkan rezeki tak terduga. Kabar itu menyebar cepat dari mulut ke mulut, membuat antrean yang sudah panjang semakin membludak. Dari parkiran ruko, antrean mengular hingga ke jalan raya, hampir mencapai 200 meter.
"Ya ampun, Mas Rendy! Kenapa melakukan ini?" tanya Pak Raharjo, terkejut. "Ini akan sangat mahal!"
"Tidak apa-apa, Pak," jawab Rendy. "Ini adalah bentuk rasa syukur saya. Saya ingin berbagi kebahagiaan dengan semua orang. Terutama dengan Bapak, Ibu, dan Misha yang sudah mengajarkan saya arti kesabaran dan keikhlasan."
Misha menunduk, air mata mengalir di pipinya. Ia tidak bisa lagi menahan rasa haru. Rendy adalah pria terbaik yang pernah ia temui. Rendy selalu memikirkan kebahagiaan orang lain, bahkan di hari kebahagiaan mereka sendiri.
****
Di dalam warung, Pak Raharjo dan para karyawan kelimpungan. Pesanan datang tanpa henti. Karyawan yang baru direkrut pun sibuk, tak ada yang berhenti bergerak. Riska, Bima, dan Ibu Siti bekerja sama dengan kompak, memastikan setiap pesanan terlayani dengan cepat.
"Ini gila! Kita tidak pernah seramai ini!" seru Bima, sambil membungkus pesanan.
"Sabar, Bima. Hari ini hari bahagia. Kita harus layani semua orang dengan senyum," kata Misha, yang juga sibuk membantu.
Bu Lastri, yang kini juga ikut turun tangan, tersenyum bangga. "Ini semua berkat doa kita, Nak," bisiknya pada Misha. "Semua penderitaanmu kini terbayar lunas."
Siang hari berganti sore, dan Warung Bahagia masih dipenuhi pelanggan. Rendy duduk di salah satu meja, mengamati Misha yang tak henti-hentinya melayani. Wajah Misha yang lelah tidak menyembunyikan kebahagiaan yang terpancar dari matanya.
Rendy mengambil ponselnya, lalu merekam momen itu. Ia ingin mengabadikan setiap detik kebahagiaan yang ia rasakan. Ia merekam Misha, Pak Raharjo, Bu Lastri, dan para karyawan yang bekerja dengan semangat. Ia merekam tawa dan canda para pelanggan yang menikmati hidangan gratis.
Tiba-tiba, seorang pelanggan datang menghampiri Rendy. "Mas Rendy, terima kasih banyak ya. Masakannya enak sekali," katanya. "Dan selamat atas pernikahannya."
Rendy tersenyum. "Terima kasih banyak, Mas. Semoga Mas juga bahagia."
Pelanggan itu mengangguk, lalu pergi. Rendy kembali menatap Misha. Ia tahu, Misha adalah wanita yang sangat berharga. Misha telah mengajarkannya arti cinta yang tulus, arti kesabaran, dan arti keikhlasan.
Rendy bangkit dari kursinya, lalu berjalan menuju dapur. Ia melihat Pak Raharjo yang masih sibuk memasak. "Pak, biar saya bantu," katanya.
"Tidak usah, Mas," jawab Pak Raharjo. "Bapak masih kuat. Mas Rendy kan tamu."
"Saya bukan tamu, Pak," kata Rendy. "Saya adalah keluarga."
Pak Raharjo menatap Rendy, matanya berkaca-kaca. Ia tidak bisa lagi menahan rasa haru. Ia memeluk Rendy erat. "Terima kasih banyak, Nak," bisiknya, suaranya parau. "Terima kasih banyak."