NovelToon NovelToon
Jodohku Ternyata Kamu

Jodohku Ternyata Kamu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Romansa / Office Romance
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Yoon Aera

Rizal mati-matian menghindar dari perjodohan yang di lakukan orang tuanya, begitupun dengan Yuna. Mereka berdua tidak ingin menikah dengan orang yang tidak mereka cintai. Karena sudah ada satu nama yang selalu melekat di dalam hatinya sampai saat ini.
Rizal bahkan menawarkan agar Yuna bersedia menikah dengannya, agar sang ibu berhenti mencarikannya jodoh.
Bukan tanpa alasan, Rizal meminta Yuna menikah dengannya. Laki-laki itu memang sudah menyukai Yuna sejak dirinya menjadi guru di sekolah Yuna. Hubungan yang tak mungkin berhasil, Rizal dan Yuna mengubur perasaannya masing-masing.
Tapi ternyata, jodoh yang di pilihkan orang tuanya adalah orang yang selama ini ada di dalam hati mereka.
Langkah menuju pernikahan mereka tidak semulus itu, berbagai rintangan mereka hadapi.
Akankah mereka benar-benar berjodoh?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yoon Aera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hari-Hari Yuna Di Kediaman Raden

Yuna terisak, akhirnya tidak bisa lagi menahan. Ia menutupi wajahnya dengan kedua tangan.

Raden terkenal dengan orang yang dingin, irit bicara tapi sekali bicara, omongannya selalu langsung mengenai intinya.

“Aku takut, Om. Kalau semua tahu, terutama Mas Rizal… dia pasti makin hancur. Aku nggak mau jadi beban siapa pun…”

Raden berbalik cepat, wajahnya campuran antara marah, kaget, dan iba.

“Kamu ini bodoh atau terlalu baik, Na? Kamu pikir menutupi ini akan melindungi mereka? Justru kebenaran yang mereka butuhkan. Terutama Rizal. Dia punya hak untuk tahu.”

“Tolong, Om… jangan bilang siapa-siapa dulu. Biarkan aku pulih… kalau aku kuat lagi, kalau aku bisa jalan dan lihat lagi… baru aku pulang. Baru aku berani.” Tangisan Yuna pecah, tubuhnya terguncang.

Raden mengepalkan tangan, menahan gejolak emosi. Ia ingin memarahi, ingin memaksa, tapi wajah pucat dan air mata Yuna menahannya. Perlahan ia kembali duduk, lalu menggenggam tangan keponakan itu erat.

“Baiklah… untuk saat ini, Om rahasiakan. Tapi dengan satu syarat, kamu harus janji, jalani semua terapi dengan serius. Jangan menyerah, Na. Karena kalau kamu menyerah… semua kebohongan ini akan sia-sia.”

Yuna mengangguk cepat, air matanya masih jatuh.

“Aku janji, Om…”

Di ruangan itu, suasana hening. Hanya suara tangis Yuna dan napas berat Raden yang terdengar. Dua orang dengan beban rahasia besar, di negeri yang jauh dari rumah.

*****

Perjalanan dari rumah sakit ke Potsdam terasa panjang bagi Yuna. Mobil melaju pelan melewati jalanan yang rapi, deretan pepohonan yang mulai meranggas karena musim dingin, dan bangunan-bangunan tua khas Jerman yang kokoh berdiri. Yuna hanya bisa merasakannya lewat udara dingin yang masuk saat kaca mobil sedikit terbuka, dan lewat suara Raden yang sesekali menjelaskan tempat-tempat yang mereka lewati.

“Sebelah kiri itu sungai Havel.” Kata Raden singkat.

“Pasti indah, ya?” Yuna menoleh ke arah suara, meski matanya kosong.

Raden terdiam sesaat, lalu menjawab lirih.

“Nanti kalau… kalau kamu sudah bisa melihat lagi, aku janji kita jalan-jalan ke sana.”

Hatinya perih mendengar jawaban itu, tapi Yuna hanya tersenyum samar, menutup luka yang ia simpan sendiri.

Sampai akhirnya mobil berhenti di depan sebuah rumah besar bergaya klasik Eropa, dengan pagar besi hitam dan halaman luas. Angin dingin berhembus, menusuk hingga ke tulang, tapi Yuna bisa merasakan kehangatan dari Raden saat ia didorong menggunakan kursi roda masuk ke dalam rumah.

Begitu pintu terbuka, aroma kayu bercampur wangi herbal menyambut. Suasana rumah itu tenang, hangat, berbeda jauh dari hiruk-pikuk rumah sakit. Lantai kayu mengilap, karpet tebal di ruang tamu, dan bunyi perapian yang menyala menambah kesan nyaman.

“Selamat datang di rumah, Na.” Ucap Raden singkat, tapi ada ketulusan yang tak bisa ditutupi.

Yuna tersenyum, meski air matanya hampir pecah lagi.

“Rasanya… aneh, Om. Aku senang, tapi juga takut. Aku nggak tahu apa aku bisa benar-benar bertahan.”

Raden meletakkan tangannya di bahu Yuna. Suaranya tetap tenang, meski tegas.

“Kamu bisa. Dokter bilang, kalau obatmu diminum rutin, kondisimu akan stabil. Enam bulan lagi pen bisa dilepas. Setelah itu, kamu masuk tahap terapi. Semua ada waktunya, Na. Yang penting kamu jangan menyerah.”

“Enam bulan… rasanya lama sekali.” Yuna menarik napas dalam, menundukkan wajah.

“Memang lama, tapi itu harga dari kesembuhanmu. Dan aku akan ada di sini, memastikan kamu jalani semuanya.”

Dua perawat bernama Margareth dan Safitri membantunya ke kamar yang sudah disiapkan. Ranjang empuk, meja kecil di sisi kanan serta lemari pakaian. Yuna meraba permukaan ranjang sebelum duduk perlahan, hatinya campur aduk.

Raden berdiri di depan pintu, menatapnya lama.

“Mulai sekarang, anggap rumah ini tempatmu sembuh. Jangan pikirkan siapa pun dulu. Fokus sama dirimu. Mengerti?”

Yuna mengangguk pelan, menggenggam selimut yang menutupi pangkuannya.

“Mengerti, Om. Aku akan coba.”

Dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Yuna bisa menghela napas sedikit lega. Meski jauh dari rumah, meski penuh rahasia yang belum terungkap, di rumah itu ia merasa ada kesempatan untuk mulai lagi, walau dengan langkah yang sangat kecil.

*****

Hari-hari Yuna di kediaman Raden berjalan dengan ritme yang tenang tapi penuh disiplin. Dua perawat yang disewa Raden, Margareth dan Safitri, selalu bergantian menjaga, memastikan Yuna tidak pernah sendirian.

Pagi dimulai dengan suara lembut Margareth yang membangunkan Yuna.

“Guten Morgen, Fräulein Yuna… waktunya bangun.” Ucapnya sambil membuka tirai jendela besar.

Meski Yuna tak bisa melihat cahaya yang masuk, ia tetap merasakan hangatnya sinar matahari yang menyentuh kulitnya.

Setelah sarapan roti lembut, Safitri memastikan obat-obatan Yuna diminum sesuai jadwal.

“Ayo, Mbak Yuna… satu per satu. Jangan buru-buru.” Safitri selalu berkata dengan sabar, seperti seorang kakak.

Siang hari biasanya digunakan untuk latihan kecil. Margareth membantu Yuna melakukan gerakan-gerakan ringan, sementara Safitri memijit kaki yang tidak terluka dengan hati-hati.

“Ayo, Mbak… pelan-pelan, satu gerakan saja hari ini sudah cukup.” Ucap Safitri.

“Aku takut… rasanya kakiku nggak bisa di gerakin.” lirih Yuna.

“Tidak apa-apa takut. Yang penting kamu tidak berhenti.” Ucap Margareth dengan aksen Jermannya yang kental dan tersenyum tipis.

Sore hari, setelah terapi sederhana, Yuna biasanya duduk di kursi dekat jendela besar ruang tamu. Margareth suka membacakan buku dengan suara pelan, sementara Safitri kadang menyetel musik gamelan atau instrumen piano yang menenangkan. Yuna mendengarkan dengan mata terpejam, mencoba membiarkan pikirannya berkelana.

Malam tiba, saat rumah terasa paling sunyi, Yuna sering termenung di ranjang. Safitri akan duduk menulis laporan perkembangan di sudut ruangan, sementara Margareth memastikan obat sudah siap untuk jadwal berikutnya.

Sesekali, langkah kaki berat terdengar di lorong, Raden baru pulang kerja. Pria itu jarang berbasa-basi, tapi setiap kali masuk kamar, ada ketenangan yang ikut terbawa.

“Bagaimana hari ini?” Tanyanya singkat.

“Stabil, Herr Raden. Obat diminum tepat waktu. Latihan menggerakan kaki meski masih terbatas.” Margareth menjawab lebih dulu.

Raden hanya mengangguk, lalu menatap Yuna.

“Bagus. Jangan berhenti. Jalanmu masih panjang, Na.”

Yuna menunduk, menggenggam selimutnya.

“Aku berusaha, Om… tapi kadang rasanya aku hanya merepotkan semua orang.”

Safitri menoleh cepat.

“Jangan bilang begitu, Mbak. Justru kami di sini supaya kamu nggak merasa sendirian.”

“Dan Om-mu ini tidak akan repot kalau soal kamu.” Margareth menambahkan lembut.

Raden tidak menyela, tapi tatapannya pada Yuna tajam, seolah ingin menegaskan apa yang dikatakan Margareth barusan.

Di rumah itu, meski jauh dari tanah air, rutinitas bersama Margareth, Safitri dan Raden membuat Yuna perlahan punya pegangan. Ia belajar menerima keadaannya, meski dalam diam, hatinya masih sering merindukan Rizal yang tak tahu apa-apa.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!