[Di hold sementara waktu]
Lyra tak pernah menyangka bahwa orang yang paling ia percayai telah mengkhianatinya sebulan sebelum pernikahannya.
Alih-alih membelanya, ibu tirinya justru memilih untuk menikahkan tunangannya dengan kakaknya sendiri dan menjodohkannya dengan Adrian— seorang pria yang tak pernah ia tahu.
Namun, di tengah huru hara itu Adrian justru menawarkan padanya sebuah kontrak pernikahan yang menguntungkan keduanya. Apakah Lyra dan Adrian akan selamanya terjebak dalam kontrak pernikahan itu? Atau salah satunya akan luluh dan melanggar kontrak yang telah mereka setujui?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rheaaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
"Kenapa kau merahasiakan kehamilanmu dariku, Lyra? Kau bahkan berencana untuk menghilangkan nyawa anak ini, kenapa?!" ucap Adrian suaranya nyaris pecah.
Lyra berdiri mematung dengan mulut yang sedikit terbuka. Wanita itu menghela napas panjang, "Seperti katamu, ini hanya pernikahan kontrak, Adrian," jawab Lyra datar, tangannya mengusap lengan yang lain.
Adrian menggelengkan kepalanya, rahangnya mengeras seketika. "Aku tetap tidak akan memberi izin untuk menggugurkan kandunganmu." ucapnya lagi berusaha menahan gejolak emosi di dadanya.
Lyra menelan ludah dengan kasar hingga urat yang ada di lehernya timbul. "Lalu membiarkannya menjadi korban dari pernikahan ini?! Kau gila?! Aku rela menikahi pria yang sama sekali tidak ku kenali demi papa, tapi aku tidak bisa membiarkan anak ini menderita sama sepertiku!!!" pekik Lyra, napasnya memburu. Kesedihan menggelayuti hatinya, membuat wanita itu tak mampu menahan air matanya.
Adrian tercekat, bibirnya sedikit bergetar. Pria itu melepas kacamata dan mengusap wajahnya dengan kasar. "Benar juga ... Lyra beberapa kali menderita. Harus kehilangan sosok ibu dan melihat orang tua satu-satunya menikah kembali."
"Apa kau tidak memikirkan bagaimana nasibnya kelak, Adrian?!! Di usianya yang masih terbilang kecil, dia harus melihat kedua orang tuanya bercerai!!! Apa kau tega menyiksa mentalnya hanya karena kontrak pernikahan bodoh itu?!!" Lyra spontan berjongkok, seakan kaki tak mampu lagi untuk menahan tubuhnya.
Tangannya menutupi wajahnya, "Aku juga tidak ingin kehilangan anakku. Tapi itu lebih baik dibanding harus melihatnya tersiksa karena perceraian kita ...," tambah Lyra.
Adrian seketika terdiam, perkataan Lyra barusan ada benarnya. Ia menelan ludahnya dengan kasar, seolah ingin mengumpulkan keberanian. Kakinya melangkah perlahan, menyingkirkan seluruh keraguan di hatinya.
Pria itu menurunkan tubuhnya, kini mereka saling berhadapan. "Lyra ...," sahutnya pelan. Tangannya terulur, menyentuh pundak wanita itu.
Lyra mengangkat kepalanya, jejak air mata terlihat jelas pada pipinya yang masih basah. "Mari kita wujudkan keluarga yang harmonis demi anak ini," ucap Adrian, sudut bibirnya tertarik ke atas.
Wanita itu mendongakkan kepalanya, "A–apa maksudmu?" dadanya terasa sesak, seolah udara dalam ruangan itu ikut menekannya.
"Kita berdua awalnya memang hanya orang asing yang bersatu karena kepentingan pribadi masing-masing. Tapi sekarang, kita adalah orang tua yang telah dititipi seorang anak," jelas Adrian melingkarkan tangannya pada rubuh istrinya.
"Di luar sana banyak pasangan suami istri yang menanti sosok anak," tambahnya sambil menepuk-nepuk pelan punggung Lyra. Getaran halus masih merambat dari tubuh wanita itu.
"Tidak, Adrian. Kau harus hidup dengan wanita yang kau cintai," lirih Lyra sesekali terisak.
"Dan wanita itu sudah berada dalam pelukanku saat ini," ucapnya seraya membelai rambut wanita yang ia cintai.
Deg!
Mata Lyra membelalak, isaknya seketika terhenti. Bibirnya terkatup rapat seakan kehilangan kata-kata. Napasnya tercekat, tangannya spontan meremas kain baju Adrian. "Dasar bodoh!" ucapnya haru. Tubuhnya menegang dalam pelukan pria itu, seolah tak percaya dengan apa yang di dengarnya barusan.
Setelah beberapa menit terjebak dalam momen itu, Adrian menarik mundur tubuhnya. Tangannya yang semua melingkari tubuh Lyra kini terkulai, menyisakan sebuah kehangatan. "Jangan bersedih lagi, okay? Mari wujudkan keluarga yang harmonis untuk anak kita." tangan Adrian bergerak pelan, menghapus sisa air mata di wajah Lyra.
Ponsel Lyra yang ada di atas meja tiba-tiba berdering, mencuri perhatian mereka berdua. Adrian bangkit dengan tergesa-gesa mendekati telepon genggam itu. "Siapa?" tanya Lyra seraya mengelap cairan yang keluar dari hidungnya.
"Papa," jawab Adrian singkat.
Pak Hardi : Lyra! Tolong ke rumah sakit sekarang! Papa coba untuk menghubungi Adrian sejak tadi tapi ponselnya tidak aktif.