Apa yang akan kalian lakukan jika tiba-tiba kalian terbagun di tubuh orang lain. Apa lagi tubuh seorang idola terkenal dan kaya raya.
Itulah yang sedang di rasakan Anya. Namun, ia bangun di tubuh Arka, seorang Leader boyband Rhapsody. Ia mendadak harus bersikap seperti seorang idola, tuntutan kerja yang berbeda.
Ia harus berjuang menghadapi sorotan media, penggemar yang fanatik, dan jadwal yang padat, sembari mencari cara untuk kembali ke tubuhnya sendiri sebelum rahasia ini terbongkar dan hidupnya hancur.
Mampukah Anya bertahan dalam peran yang tak pernah ia impikan, dan akankah ia menemukan jalan pulang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uswatun Kh@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DUJIYAKAR 07
Saat keluar dari ruangan dokter, Anya menghentikan Arka.
"Apa maksudmu tadi? Kenapa mengambil keputusan tanpa berdiskusi denganku?" tanya Anya dengan nada protes.
"Kenapa? Bukankah itu bagus? Dengan begitu, ibumu bisa cepat sembuh. Kau juga dengar sendiri bahwa peralatan di rumah sakit ini tidak memadai," jawab Arka.
Anya mengepalkan tangannya, kesal dengan sikap Arka yang seenaknya. Ia bingung bagaimana cara membayar biaya pengobatan ibunya.
Arka melangkah pergi, meninggalkan Anya yang terdiam. "Jangan pikirkan soal biaya. Aku yang akan membayarnya, asal kau memainkan peranmu dengan baik dan jangan membuat masalah."
Mendengar itu, semangat Anya kembali membara. Ia segera menyusul Arka.
Kini wajah Anya kembali cerah. Arka meliriknya, lalu tersenyum tipis.
Mereka bersiap untuk kembali. Fero mengantar mereka sampai ke lobi.
"Kak, apakah dia pacar barumu? Dari tadi dia terus mengikutimu," celetuk Fero.
Arka terkejut dan menatap Fero tajam. "Mana mungkin dia pacarku? Dia terlalu tampan untukku, kita tidak sepadan."
"Kenapa Kakak merendah begitu? Kakak itu cantik, tau, dan juga pintar. Dialah yang bodoh kalau tidak menyukaimu," kata Fero.
Arka menatap Fero dengan heran.
'Dasar aneh! Adik kakak sama-sama aneh!' gumamnya dalam hati. 'Cantik apanya, biasa aja.'
Arka menjitak kepala Fero, lalu berlalu begitu saja. Sementara itu, Anya melihat mereka dengan penasaran, bertanya-tanya apa yang sedang mereka bicarakan.
Anya dan Arka memutuskan untuk kembali ke rumah Anya untuk mengambil barang-barangnya.
Mobil melaju menuju rumah Anya yang tidak jauh dari sana. Setelah berkendara selama lima belas menit, mereka sampai di rumah Anya yang berada di kompleks perumahan yang bisa dibilang cukup mewah.
Rumah itu berdiri dengan gagah, menampilkan desain modern minimalis yang bersih dan elegan.
Fasadnya didominasi oleh garis-garis horizontal tegas dan warna-warna netral putih dan abu-abu muda, memberikan kesan lapang dan tenang.
Jendela-jendela besar membentang dari lantai ke langit-langit, memungkinkan cahaya alami membanjiri setiap sudut ruangan.
Di bagian depan rumah, terdapat taman yang luas dengan hamparan rumput hijau yang terawat rapi. Namun, daya tarik utama taman ini adalah koleksi tanaman mawar putih yang tumbuh subur.
Ratusan bunga mawar putih bermekaran, menciptakan lautan warna putih yang mempesona dan aroma yang harum semerbak.
Jalan setapak dari batu alam berkelok-kelok di antara tanaman mawar, membuat Arka merasa santai menikmati keindahan taman.
"Jadi, ini rumahmu?" tanya Arka.
Anya menatap rumahnya lekat-lekat. "Iya, dulu. Tapi sekarang rumah ini diambil paman dan bibiku. Mereka bilang ayahku punya utang pada mereka saat masih hidup."
"Memangnya mereka punya bukti soal utang ayahmu?" tanya Arka.
Anya menoleh padanya. "Bukti?"
"Jangan bilang mereka tidak punya bukti utang itu? Dan kalian percaya begitu saja?" ujar Arka sambil menggelengkan kepala dengan heran.
Anya menggenggam tangannya erat-erat. Urat-uratnya menonjol karena tekanan.
"Jadi, mereka bisa saja menipuku, ya? Kalau begitu, mereka benar-benar jahat! Tapi itu tidak mungkin, masak iya mereka setega itu."
Arka menggeleng pelan. "Sekarang jangan mudah percaya sama orang lain. Selagi tidak ada bukti kau harus curiga, sekarang ceritakan semua padaku."
Arka turun dari mobil dan melangkah dengan percaya diri menuju rumah itu.
Setelah Anya menceritakan semuanya, Arka yakin paman dan bibi Anya telah menipu mereka.
Mereka tidak pernah menunjukkan bukti utang ayah Anya, hanya mengklaimnya begitu saja.
Ibu Anya langsung terkena serangan jantung saat mereka menyita rumah itu.
Anya diberi kesempatan untuk melunasi utang jika ingin rumah itu kembali.
Arka tidak tinggal diam. Kali ini, ia akan melawan mereka. Entah karena iba atau alasan lain, Arka tidak begitu paham. Yang jelas, dia tidak terima jika keluarga Anya disakiti.
Ia ingin melindungi Margaret dan keluarganya sebagai bentuk balas budi karena ia bisa merasakan kehangatan seorang ibu.
Arka mengetuk pintu. Seorang wanita membukanya dengan wajah masam. "Untuk apa kau pulang? Apa kau sudah mendapatkan uangnya?"
Samantha langsung memberondongnya dengan pertanyaan. Namun, Arka mengabaikannya dan langsung masuk ke dalam rumah.
Hal itu tentu membuat Samantha marah. Dengan cepat, ia mengikuti Arka.
Anya, yang masih di luar, menatap ragu sebelum akhirnya ikut masuk.
"Aku ke sini untuk mengambil barang-barangku," kata Arka ketus dengan gaya angkuhnya.
Samantha berkacak pinggang dan menghalangi jalannya. "Tidak sebelum kau memberikan uang bulan ini!"
Arka mulai geram, ia melipat kedua tangannya di dada. "Memangnya aku mesin uang yang selalu menghasilkan uang untukmu? Enak saja!"
Arka tak habis pikir, sudah jelas mereka memanfaatkan Anya dan keluarganya, tetapi mengapa Anya tidak berani melawan.
Arka, meskipun terkenal tegas dan galak, paling membenci sifat orang tidak tahu malu seperti Samantha.
"Mulai berani kau, ya!" Samantha menunjuk-nunjuk ke arah Arka sambil melotot. "Kau lupa, ya, kalau kalian punya banyak utang padaku. Jika kalian tetap tidak memberikan uang itu, angkat kaki dari rumah ini!"
Samantha terlihat kesal sekaligus heran dengan perubahan pada Anya. Biasanya, saat dia meminta uang, Anya akan langsung memberinya tanpa membantah.
Namun, kali ini Anya sangat berbeda. Hal itu tentu membuatnya khawatir, ia takut penghasil uangnya akan hilang.
"Silakan ambil saja rumah ini. Tapi setelah itu, aku akan melaporkan kalian ke polisi karena penipuan," ujar Arka.
Mata Samantha membelalak tak percaya. "Apa maksudmu dengan penipuan, ha? Jangan sembarangan kau, Anya!"
"Jangan kira aku bodoh. Kalian sedang menipuku dan keluargaku, kan? Jika benar ayahku punya utang, mana bukti utangnya sekarang? Kalian pasti punya, jika tidak, kalian pasti takut ayahku berkelit suatu saat, kan? Apalagi itu uang yang cukup besar," cecar Arka.