NovelToon NovelToon
Sang Pianis Hujan

Sang Pianis Hujan

Status: tamat
Genre:Cintapertama / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Enemy to Lovers / Rebirth For Love / Idola sekolah / Tamat
Popularitas:511
Nilai: 5
Nama Author: Miss Anonimity

Namanya Freyanashifa Arunika, gadis SMA yang cerdas namun rapuh secara emosional. Ia sering duduk di dekat jendela kafe tua, mendengarkan seorang pianis jalanan bermain sambil hujan turun. Di setiap senja yang basah, Freya akan duduk sendirian di pojok kafe, menatap ke luar jendela. Di seberang jalan, seorang pianis tua bermain di bawah payung. Jemari hujan menari di kaca, menekan window seolah ikut bermain dalam melodi.

Freya jatuh cinta pada seorang pemuda bernama Shani-seseorang yang tampak dewasa, tenang, dan selalu penuh pengertian. Namun, perasaan itu tak berjalan mulus. Shani tiba-tiba ingin mengakhiri hubungan mereka.

Freya mengalami momen emosional saat kembali ke kafe itu. Hujan kembali turun, dan pianis tua memainkan lagu yang pelan, seperti Chopin-sebuah lagu perpisahan yang seolah menelanjangi luka hatinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Anonimity, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 6 : Kita, Yang Benar-benar Belum terlambat

Freya menghela napas pelan, sambil langkahnya menuju ke arah kantin. Hari ini ia telat di jam pertama pelajaran. Itu disebabkan karena dia tidak bisa tidur, setelah pikirannya berkutat tentang Shani. Malam tadi seperti kaset tua yang berputar ulang—adegan demi adegan yang sederhana, tapi terus menempel di ingatan Freya. Langkahnya melambat ketika melewati lapangan yang masih basah sisa hujan pagi. Beberapa siswa duduk-duduk di bangku batu. Suara tawa terdengar, tapi terasa jauh.

Kantin mulai tampak di depan mata—bangunan kecil dengan aroma khas.

Kantin sekolah Freya bukanlah sekadar tempat makan. Itu adalah oasis kecil yang tersembunyi di sudut halaman belakang gedung utama—ruang kaca yang dipenuhi cahaya, tumbuhan hijau, dan suasana yang tenang.

Langit-langitnya terbuat dari panel kaca bening yang membiarkan sinar matahari menari di atas meja-meja bundar berlapis marmer putih. Di antara atap dan langit, tumbuhan rambat bergelantungan, menciptakan kanopi alami yang lembut. Lampu-lampu bohlam bergaya industrial menggantung berderet.

Kursi-kursinya dari rotan, ringan tapi kokoh. Meja-meja dihiasi vas kecil berisi bunga segar—tidak pernah jenis yang sama. Aroma teh, roti panggang, dan wangi dedaunan bercampur menjadi satu—sejenis aroma yang tidak bisa dijual, hanya bisa dirasakan.

Langkah Freya terhenti sebelum masuk ke dalam kantin. Ia melihat seorang siswa duduk dengan tenang sambil membaca buku, padahal ini sudah masuk jam kelas. Sekilas, Freya berpikir... apa pria itu juga terlambat sepertinya?

Namun, saat diperhatikan lebih saksama, bibir tipis Freya membentuk senyum karamel yang manis. Ia mengenali sosok itu. Tanpa ragu, dengan langkah ringan yang menari di atas lantai mosaik, Freya mendekat. "Kenapa tidak masuk ke kelas?" tanya Freya, lembut.

Shani menoleh sebentar. Pandangannya sebentar saja menyapu wajah Freya, lalu kembali fokus pada buku di tangannya. "Percuma, sudah telat. Jam pertama pasti gak boleh masuk," ucap Shani tenang.

Freya menarik kursi, duduk di kursi di seberangnya. "Jadi kamu memilih baca buku di sini?"

"Daripada duduk di lorong seperti patung hidup," jawab Shani ringan. "Setidaknya, halaman-halaman ini tidak menghakimi keterlambatan."

Freya terkekeh pelan. "Buku apa yang kamu baca?"

Shani mengangkat bukunya sebentar, memperlihatkan sampulnya. Sebuah novel klasik, kusam di ujung-ujungnya, tapi penuh kesan. "Tentang seorang pria yang terus mencari makna hidup, tapi akhirnya menemukan makna itu justru saat ia berhenti mencarinya."

Freya mengangguk pelan. Ia menyukai hal-hal semacam ini—pembicaraan yang tidak terburu-buru, tidak melulu soal nilai, tugas, atau gosip teman sekolah. Obrolan yang membebaskan pikiran untuk melompat ke mana-mana, seperti burung yang tak dikurung. "Kadang aku iri sama orang-orang yang bisa menikmati waktu seperti kamu," ucap Freya, pandangannya mengarah ke dedaunan yang menggantung di atas langit-langit kaca kantin. "Aku sering merasa terkejar. Seolah setiap menit harus berisi sesuatu yang berguna... atau akan sia-sia."

Shani menutup bukunya perlahan. Menatap Freya. "Kita dibesarkan dalam dunia yang memuja kecepatan. Padahal, ada keindahan dalam lambat, dalam menunda, bahkan dalam menunggu. Sebab dalam jeda, kita punya waktu untuk mendengarkan diri sendiri."

Freya terdiam. Lalu ia tersenyum. "Terima kasih..."

"Untuk apa?"

"Untuk tidak tergesa-gesa. Dan untuk membuatku sadar... bahwa terlambat bukan selalu berarti tertinggal."

Shani tersenyum. "Kadang, justru yang datang belakangan... bisa melihat dunia dari sudut yang lebih tenang."

"Pulang sekolah nanti—jadi?" Tanya Shani.

"Hah? Pulang sekolah?" Freya tercekat, beberapa detik sebelumnya ia sempat melamun.

"Kau memintaku untuk menemanimu ke toko buku bekas..." Ucap Shani.

"Ah, iya." Freya baru ingat tentang itu.

"Kalau kamu tidak keberatan.." Balas Freya.

Shani menatap Freya dengan tenang,  "Aku tidak pernah keberatan berjalan bersama seseorang yang mencintai kata-kata. karena aku juga begitu."

Freya tersenyum, malu-malu. Pipinya merona, entah karena cahaya matahari yang memantul dari kaca atau karena kalimat Shani yang terdengar seperti sebuah pujian.

"Jam pelajaran kedua masih lama," gumam Freya, sambil memainkan ujung lengan bajunya.

"Kita bisa duduk di sini sebentar. Kalau kamu mau," kata Shani. "Kadang, satu percakapan bisa lebih mengajarimu daripada empat puluh lima menit ceramah yang kau lupakan esok pagi."

Freya tertawa kecil. "Kamu selalu bisa membuat hal sederhana jadi terasa penting."

Shani mengangkat bahu, senyum tipis masih bertengger di wajahnya. "Karena hidup memang bukan soal besar atau kecil, tapi tentang bagaimana kita memaknainya."

Suara angin menyusup masuk lewat sela-sela kaca yang sedikit terbuka, membawa serta wangi tanah basah dan daun yang bergesekan. Freya memejamkan mata sejenak. Dalam keheningan itu, kantin terasa seperti ruang meditasi—bukan tempat makan. "Kalau boleh jujur..." ucap Freya lirih, "aku takut kehilangan momen seperti ini. Momen yang mungkin tidak akan datang dua kali."

"Ketakutanmu bukan karena momen ini akan hilang," ujar Shani, "tapi karena kita terlalu sering melewatinya tanpa sadar bahwa itu momen."

Freya menatap mata Shani. Suara bel sekolah terdengar di kejauhan. Tanda pelajaran pertama usai. Freya berdiri. Shani pun ikut bangkit, menutup bukunya perlahan.

"Aku ke kelas dulu" ucap Shani.

"Ya. Sampai jumpa nanti." ucap Freya sambil tersenyum. Freya memperhatikan punggung Shani yang berjalan menjauh. Ada rasa takut dalam dirinya. Takut jika penantiannya menunggu jawaban Shani, akan berakhir dengan rasa sakit.

Freya masih berdiri di depan kantin, memandangi punggung Shani yang perlahan menjauh, menyatu dalam keramaian yang baru saja berdenyut kembali usai bel berbunyi. Ada desir halus di dadanya, seperti lembaran kertas yang tertiup angin. Langkahnya belum juga bergerak. Ia tahu, ada yang ingin ia tahan lebih lama—bukan Shani, tapi rasa yang ditinggalkan olehnya. Rasa yang tenang, tapi dalam. Selayaknya hujan rintik yang membasahi jalan sepi, tanpa suara, tanpa jejak, tapi meninggalkan basah yang lama hilangnya. Freya akhirnya melangkah perlahan, kembali ke koridor sekolah yang mulai ramai. Namun pikirannya tertinggal di meja kantin kaca tadi, di antara bunga segar yang entah hari ini wangi kenanga atau melati. Ia tahu, hari itu akan tetap tinggal dalam memorinya.

Freya masuk kedalam kelas pada pelajaran berikutnya. Saat ia duduk di kursinya, Azizi langsung menyerang dengan pertanyaan, "Tumben pelajaran pertama gak masuk?"

"Kesiangan, semalam begadang membuat lagu baru.." ucap Freya. Tidak sepenuhnya bohong, tapi juga tidak benar.

Tapi Azizi yang sudah mengerti tentang karakter sahabatnya itu, hanya mengangguk mengerti. Tidak ada yang aneh menurutnya dari penuturan Freya. "Jangan keseringan, Aku laporin ke Mamah kamu, loh." Ujarnya.

"Iya, nggk lagi kok.." Balas Freya.

Suara guru terdengar samar. Buku-buku terbuka, pena mulai menari di atas kertas. Namun Freya hanya duduk diam, menatap keluar jendela. Pikirannya tidak sedang pada pelajaran, melainkan pada satu sosok, Shani. Dan tentang perasaannya yang kini di gantung oleh pemuda itu.

...***...

Hari beranjak siang. Matahari bergeser perlahan, cahayanya mulai menyusup dari sisi jendela yang lain. Detik demi detik meluruh seperti pasir dalam jam kaca. Ketika bel pulang akhirnya berbunyi, Freya tidak langsung beranjak. Ia duduk sejenak, menatap papan tulis kosong, bangku-bangku yang mulai ditinggalkan.

"Aku duluan, ya.." Ujar Freya.

Azizi yang tengah mengemasi buku-bukunya, mengangkat kepala. Melihat keanehan pada temannya. Tidak biasanya Freya begitu bersemangat saat pulang sekolah.

"Mau kemana? Sama siapa?" Tanyanya. Seperti dia sudah bisa menebak, kalau Freya akan pergi bersama seseorang.

"Ke toko buku bekas. Sama Shani.."  Ucap Freya. Wajahnya nampak riang.

"Hati-hati, ya.." Ucap Azizi. Dia selalu mendukung apa yang sahabatnya itu lakukan, selama tidak berbahaya baginya.

Di gerbang sekolah, Shani sudah menunggu. Tidak memegang buku. Tidak sibuk dengan gawai. Hanya berdiri, seperti seseorang yang tahu persis bahwa tidak semua penantian harus disertai gelisah. Pandangannya menoleh saat seseorang yang dia tunggu mendekatinya.

"Maaf menunggu lama.." Ujar Freya.

"Tidak masalah, aku juga baru keluar kelas." Balas Shani.

Mereka melangkah beriringan, keluar dari gerbang utama. Jalanan sore itu lengang. Langit mulai berganti warna, dari biru terang ke oranye pucat—seolah langit pun sedang belajar melepaskan, pelan-pelan. Toko buku bekas itu belum terlihat. Tapi langkah mereka sudah menuju ke sana. Dan mungkin, seperti banyak hal dalam hidup—bukan tempatnya yang penting, tapi siapa yang berjalan bersamamu ke sana.

...***...

..."Langit senja pun tahu: melepaskan bukan berarti hilang, tapi berubah bentuk—seperti terang yang perlahan menjadi tenang."...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!