Menceritakan tentang gadis belia yang memutuskan menikah muda, mampu kah ia menjalani biduk rumah tangga yang penuh liku-liku? akan kah ia menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspita.D, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Sepulang dari kota Malang aku pun segera masuk ke kamar dan meringkuk.
"Dek...kamu masih nggak enak badan?" tanya mas Tio yang menyusulku ke kamar setelah melihat ku nyelonong begitu saja.
"Aku juga nggak tau, rasa nya tubuh ku lemes banget mas, perutku juga nggak enak" keluh ku, yang ternyata di dengar ibu mertua ku.
"Pijet opo piye?" tanya nya dengan bahasa jawa.
"panggilin tukang pijat sana, mungkin badan nya cape" sambung ibu mertua ku.
Mas Tio akhir nya meminta adik perempuan nya yang belum menikah untuk memanggil tukang pijat.
Saat tukang pijat datang, aku pun merasa senang, bayangan tubuh ku yang lelah di pijat seakan nikmat sekali, tapi ternyata pijat nya berbeda dengan cara pijat di pulau K.
Tubuh ku yang lelah seolah tak terima, dengan sentuhan pijat wanita tua, yang saat ini menyentuh tubuh ku. Yah hanya dengan di sentuh-sentuh saja.
"Yah...coba balik badan nya" ucap nya, membuatku tak percaya, rasa nya tubuh seperti tak terpijat sama sekali, eh malah di suruh balik badan.
"Kamu lagi hamil ya nduk?" tanya nya, mataku membola.
"Enggak mbah, ee...maksudku aku nggak tau" jawab ku.
"Yah sudah nggak papa, ini kelihatan nya sehat aja kok" sahut nya lagi.
"Loh jadi aku beneran hamil mbah?"
Si mbah tersebut malah tersenyum. Setelah mbah tukang pijat keluar, rasa nya aku pingin salto karna girang akan menjadi seorang ibu.
Ya aku bahkan lupa bahwa mas Tio belum mengingin kan nya. Aku pikir lambat laun dia akan terima, toh ini darah daging nya juga.
"Menantu sampeyan lagi hamil muda, makan nya tubuh nya lesu, sebaik nya di periksakan saja dulu untuk memastikan nya" ucap mbah tukang pijat pada ibu mertua ku.
"Oh nggeh mbah, nanti biar tak suruh Tio bawa ke klinik" sahut ibu mertua ku.
Entah mas Tio senang atau tidak, yang jelas aku bahagia, bahkan rasa lesu tubuh ku yang tadi nya mengganggu ku seketika menghilang.
"Tio bawa istri mu periksa ke klinik," ujar ibu mertua ku.
"Loh memang Putri kenapa, tadi aku lihat dia baik-baik saja, bahkan dia juga sudah nggak lesu kaya kemarin" sahut mas Tio.
Aku memang tak cerita perihal kehamilanku, takut nya belum pasti.
"Kata mbah tun, istri mu sedang hamil muda" kata ibu.
"Hamil?!!" mas Tio terlihat menarik nafas dalam.
"Ya...sudah sana, bawa istri mu periksa, nanti ke malaman"
Mas Tio pun mengantar ku periksa, ke klinik yang sore itu masih buka.
"Ini hasil nya positif ya pak, tapi ini terlihat masih remang-remang, jadi kelihatan nya masih lemah, ini saya resepkan vitamin aja biar kandungan mba nya kuat" ucap bidan pada mas Tio.
Kami pun pulang setelah mendapat obat yang di resepkan oleh bidan.
Sampai di rumah, aku pun langsung masuk kamar.
"Gimana apa kata bidan nya" tanya ibu.
"Positif bu, tapi masih lemah" sahut mas Tio.
"Yo wes, sudah terlanjur"
Aku nggak ngerti sebenar nya mas Tio belum siap punya anak karna ekonomi kami, atau karna ibu nya yang menyuruh nya menunda untuk punya anak, entah lah, apa pun itu yang jelas aku sekarang sudah hamil, hasil dari perbuatan mas Tio juga kan.
Beberapa hari cuaca di Jatim sangat panas, aku pun mengeluh pada kakak ipar ku, yang sama-sama dari pulau K.
"Ka...sudah beberapa hari panas, sebenar nya aku pengen minum yang seger-seger, tapi kata ibu nggak bolah minum es" ujar ku pada kakak ipar ku, yang ku anggap baik itu.
Kakak ipar yang aku maksud adalah kakak ipar mas Tio juga. Jadi bukan kakak kandung mas Tio.
"Ya udah kamu minum aja, nggak papa lagian perut mu belum terlihat, kalo cuma minum sedikit nggak masalah" jawab kakak ipar ku yang bernama kak Mia.
"Serius nggak papa kak?"
"Iya, coba aja"
Setelah itu aku pun pergi diam-diam ke warung untuk membeli es dalam kantung plastik seperti anak-anak.
Saat sedang asik menikmati es di tangan ku yang ku minum secara sembunyi-sembunyi. Mas Tio datang.
"Ngapain dek" tanya nya.
Aku pun kaget, dan terdiam.
"Kamu minum es? Kamu tu ya jadi orang b*doh banget kenapa sih, sudah di bilang jangan minum es,malah tetap minum es, kaya nggak punya telinga aja" cecar nya. Aku cuma bisa menunduk.
Mas Tio lantas merebut es di tangan ku dan segera membuang nya. Rasanya pengen nangis. Tapi takut di bilang kaya anak kecil.
Setelah membuang es ku mas Tio pun meninggalkan aku. Ku dengar mas Tio pun laporan ke ibu mertua.
Aku pun duduk terdiam di sudut ruangan, tak lama bapak mertua ku datang membawa kan jamu kunyit asam.
"Nduk...ini bapak bawa kan jamu, seger loh bagus buat ibu hamil" bapak mertua ku begitu perhatian pada ku.
Aku pun tersenyum menerima jamu dari bapak mertuaku itu. Setelah memberikan jamu, bapak mertua ku langsung pergi.
"Seperti nya segar" aku mencoba meminum nya sedikit.
Rasanya tak sesegar yang aku bayangkan. Rasa getir kunyit terasa banget di lidah. Tapi demi menghargai bapak mertua ku. Aku tetap meminum nya sedikit demi sedikit.
ke esokan pagi nya, aku membantu ibu memasak di dapur. Bapak mertua ku datang membawa seikat pindang besek.
"Nduk...kamu suka pindang kan? Ini bapak bawa kan pindang kesukaan mu" ujar bapak sembari menyerahkan pindang tersebut ke tangan ku.
Aku merasa putri kandung nya, bapak mertua ku juga tak pernah cerewet beliau selalu mengerti.
Hari demi hari aku lalui di rumah mertua ku, yah kata orang memang seperti berjalan di atas duri itu benar, tapi jika kita hati-hati duri itu tidak akan melukai kita.
Tiba saat nya kami kembali. Kak Mia menyarankan mas Tio membeli korset. Kata nya biar aku pakai, supaya aku nggak keguguran di jalan.
Mas Tio pun yang tak punya pengalaman menurut saja dengan saran kak Mia.
Kami kembali menggunakan kapal laut lagi.
Sampai jumpa, Jatim semoga di waktu yang akan datang, saat kita bertemu lagi, akan ada cerita yang lebih baik dari sebelum nya.
Dengan berat hati ibu mertuaku, melepas kedua putra nya untuk kembali ke pulau K.
Saat di perjalanan, aku merasa sesak menggunakan korset, diam-diam aku melepas nya. Masa iya wanita hamil bisa keguguran cuma karna melakukan perjalanan. Aku yang tak punya pengalaman pun tak mempercayai perkataan ka Mia.