"Payungmu hilang, langit pun menghujanimu dengan deras, serta angin yang berhembus juga kencang, yang membuat dirimu basah dan kedinginan"
"Ternyata tidak berhenti sampai disitu saja, hujan yang deras serta angin yang berhembus kencang ikut menenggelamkan dirimu dalam banjir yang menerjang"
"Sampai pada akhirnya kamu menghilang dan yang aku temukan hanyalah luka yang mendalam"
~Erika Aura Yoana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amil Ma'nawi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Haura Alvan
Setelah bel pulang berbunyi, Erika cepat-cepat pergi ke parkiran dan berniat untuk mencegat Haura supaya pulang bersamanya, dan saat itu Erika adalah orang pertama yang tiba duluan di parkiran.
Dengan setia ia menunggu di sana, di tempat yang sering Haura lewati. Dari kejauhan sudah terlihat Haura yang berjalan menuju gerbang, dan Erika tersenyum melihatnya.
"Haura" Erika yang tiba-tiba muncul di hadapan Haura membuatnya sedikit terkejut. "Ayo pulang?" Haura hanya menggeleng dan melewati Erika yang ada di depannya. "Hau, plis kali ini aja. Ya?" Haura membuang nafas dengan kasar.
"Haura gak mau, Haura mau jalan kaki aja"
"Yaudah kalo gitu aku juga ikut kamu aja ya, jalan kaki"
"Nanti sakit kaki" Haura kembali berjalan, namun Erika tetap mengikutinya dari belakang dan mencoba menyusul langkah kaki Haura.
"Hau, beneran? Aku cuma mau kamu pulang bareng aku aja kok" Erika memasang wajah sedihnya. Namun tetap itu tidak mempan untuk Haura. Dan Haura hanya menjawab dengan menggelengkan kepalanya. Erika pun menunduk dengan menahan rasa sakit di hatinya.
"Yaudah deh, kalo gitu aku duluan ya" Baru saja Erika melangkah beberapa langkah, Haura sudah kembali menahan tangannya. Erika memutar tubuhnya dan tersenyum pada Haura, berharap dia berubah pikiran dan ingin pulang bersamanya.
"Aku iku, deh" Mata Erika seketika itu langsung berbinar, dia benar-benar sangat senang dan langsung membawa Haura ke motornya. "Ni, pake helmnya. Makasih ya Hau, udah mau pulang bareng aku" Saat motor Erika melaju melewati gerbang, Haura melihat keempat orang yang mana mereka juga sedang melihat ke arahnya.
Itulah alasan kenapa Haura ingin ikut dengan Erika. Setidaknya, hari ini dia aman dari orang-orang yang suka menyiksanya sepulang sekolah. Sepanjang perjalanan, Erika terus mengajak Haura mengobrol, hanya saja Haura tidak menjawab atau tidak menghiraukan apa yang Erika ucapkan.
"Haura, kamu harus tau betapa senangnya aku bonceng kamu. Besok-besok mau lagi ya pulang sama aku?" Tidak ada jawaban, Haura hanya diam. Dia menikmati perjalanan siang itu. Seketika itu, matanya tertuju pada sebuah toko buah yang mana disana terdapat banyak buah yang sangat ia sukai. Haura pun menyuruh Erika untuk berhenti.
"Tolong berhenti" Titahnya, Erika langsung menepikan motornya. Haura langsung turun dari atas motor, dan tatapannya masih ke arah toko buah yang berada di sebrang jalan. "Kenapa berhenti disini, Hau? Masih jauh loh"
"Haura mau kesana dulu" Haura melihat ke kanan dan ke kiri untuk menyebrang. Dan Erika mengikutinya dengan motor. Haura mulai memilih milih semangka yang akan dibelinya. Dia sangat bahagia melihatnya, kalau kata anak gaul mah surga itu semangka, wkwkwk.
Erika memperhatikan Haura yang terlihat begitu senang dengan semangka yang ada di hadapannya. Baru kali ini lihat Haura sebahagia ini. Jadi, rahasianya semangka ya? Oke deng, besok-besok aku bawain dia semangka tiap hari. Erika sudah menyiapkan uang di tangannya untuk membayarkan belanjaan Haura. "Jadi, berapa bang?"
"Tiga puluh empat, neng" Haura membawa uang di dalam tas dan "Ini bang, kembaliannya ambil aja"
"Yuk, Hau?" Haura terdiam dan menatap Erika, lalu Haura memberikan uang yang di tangannya pada Erika. "Apa?"
"Buat ganti uang kamu" Tangan Haura masih mengambang dengan uang lima puluh ribu di tangannya. "Simpan aja, ayo naik"
"Tapi, ini-" Perkataan Haura langsung di potong oleh Erika. "Hau, udah. Ayo naik" Haura kembali memasukkan uangnya dan naik ke atas motor. "Hau, kalo aku bayarin kamu kamu gak usah ganti. Gak papa kali, aku traktir kamu sekali-kali" Haura merasa tidak enak kepada Erika, yang baru saja membayar belanjanya.
"Makasih" Ucap Haura pelan, namun masih bisa di dengar oleh Erika walaupun suaranya beradu dengan suara kendaraan. "Sama-sama, Hau"
HARBY KELABU
Haura baru selesai mandi dan mengganti baju. Ia langsung pergi ke dapur untuk membelah semangka yang ia beli tadi. Matanya begitu memancarkan kebahagiaan, karena Haura memang sesuka itu dengan buah semangka.
"Oma lihat, Haura tadi beli ini, tapi Erika yang bayarin" Di tengah kegiatannya, Haura sedikit bercerita kepada omanya yang baru saja masuk ke dapur. "Bilang makasih, gak? Sama Erikanya?" Haura mengangguk cepat. Kemudian oma duduk di samping Haura dan mengelus pundaknya.
"Gimana pertemanan kamu sama Erika?" Haura tidak langsung menjawab, ia mebawa barang-barang kotor ke wastafel dan meletakkannya disana. Kemudian ia kembali ke tempatnya sambil memasukkan satu potong semangka ke dalam mulutnya.
"Haura gak mau, oma. Haura gak mau berteman sama siapapun" Jawabannya itu, membuat oma bertanya kembali tentang apa alasan Haura, sehingga tidak ingin berteman dengan siapapun. "Kenapa seperti itu? Kan gak papa berteman, lagian Erika juga baik anaknya, oma setuju kalo kamu temenan sama dia" Haura tersenyum dan membuang nafas. "Iya, Haura juga tau Erika baik, bahkan dia baik banget. Tapi, Haura cuma takut oma. Takut nanti Haura malah bikin Erika sedih"
Kemudian oma meraih telapak tangan Haura dan mengelusnya dengan lembut. "Memangnya hal apa yang akan membuat dia sedih, yang ada Erika pasti senang banget kalo temenan sama kamu" Haura menyuapi oma dengan satu potongan kecil semangka. "Umur gak ada yang tau oma, makanya Haura gak mau berteman sama siapapun"
Deg!
Perkataan Haura berhasil membuat oma terdiam. Beliau sangat tidak ekspek kalau cucunya akan bekata seperti itu. Oma menggelengkan kepalanya, dan mendekat pada Haura. "Kamu ini bicara apa, insyaallah umur kamu masih panjang. Kamu masih muda, perjalanan kamu masih panjang, nak"
"Hhe, oma. Sejak kapan ajal mandang umur? Kita kan gak tau, apakah besok kita masih ada, atau sekarang pun bisa jadi"
"Huss, kamu ini. Kita berdo'a aja, semoga kita di beri umur panjang"
"Aamiin"
Di luar rumah sudah terlihat Alvan yang baru saja memarkirkan motornya. Kedatangannya dia kesana, ingin memberikan titipan dari mamanya untuk oma.
Alvan masuk dan mencari keberadaan oma. Saat mendengar suara dari arah dapur, ia langsung bergegas pergi kesana. "Assalamu'alaikum, oma" Oma dan Haura langsung melihat ke arah orang yang baru saja tiba disana. "Wa'alaikumsalam" Alvan mencium tangan omanya, sementara Haura tidak mempedulikan apa yang sedang Alvan lakukan. "Ini, dari mama. Buat oma katanya" Mata Alvan tertuju pada Haura yang tengah sibuk memakan semangka.
"Oh, iya. Makasih, ya nak" Alvan menghampiri Haura dan duduk di kursi yang kosong. Tangannya bergerak untuk mengambil satu potong semangka. Namun dengan cepat, Haura menepis tangan Alvan dan membawa mangkuk tersebut ke dalam pelukannya.
"Minta satu, pelit amat si" Haura hanya mengangkat kedua bahunya, menandakan kalau dia tidak ingin Alvan meminta semangkanya satu potong pun.
Kemudian ide jahil terlintas di kepala Alvan, Alvan beranjak dan pergi meninggalkan oma juga Haura disana. Entah apa yang akan dia lakukan, yang jelas kini Alvan berada di dalam kamar Haura. Sebenarnya, tujuan Alvan kesana bukan hanya untuk memberikan titipan dari mamanya saja, tapi ada tujuan lainnya, yaitu pada Haura.
Disana Alvan seperti mencari sesuatu, Alvan mengecek satu persatu laci yang ada di kamar Haura tanpa takut ketahuan oleh sang pemilik kamar. Di tengah aksinya, Alvan menemukan amplop besar yang berisikan surat. Ia membukanya dan mengambil surat tersebut. Belum sempat Alvan membuka dan membaca surat tersebut, tiba-tiba Haura datang dan menyuruh Alvan untuk mengembalikan surat tersebut.
"Avan, kembaliin surat itu" Haura berniat untuk merebutnya dari tangan Alvan, namun dengan cepat Alvan menjauhkannya dari Haura. "Emangnya, ini surat apa? Jadi kepo deh"
"Siniin, orang gak penting kok" Haura berjinjit jinjit untuk mengambil surat yang ada di tangan Alvan. Karena Alvan mengangkat tangannya tinggi-tinggi, sehingga Haura yang bertubuh mungil tidak bisa meraihnya.
"Gak penting? Berarti Avan boleh baca dong, kalo gak penting?"
"ENGGAK!!! Avan balikin!" Haura sudah hampir di buat menangis oleh Alvan. Matanya sudah berkilau dengan air mata. Alvan yang melihat itu pun langsung luluh dan mengembalikan suratnya. "Yaudah, ni. Avan kembaliin" Alvan mengacak pucuk kepala Haura yang tanpa hijab itu. Kemudian ia mengajaknya untuk duduk disana.
"Sini duduk" Alvan menepuk tempat di sebelahnya, dan Haura langsung mendaratkan pantatnya di atas tempat tidur. Haura merasa sedikit aneh, dengan apa yang Alvan lakukan hari ini. Biasanya, dia hanya datang dan marah-marah padanya, tapi kali ini berbeda, Alvan datang dengan aura yang baik dan tidak ada satupun kata-kata kasar yang keluar dari mulutnya.
Bersambung...
Hmmm sepertinya ada bau bau damai ni... Tapi kita gak tau, ini rahasia penulis wkwkwk...
Apakah Haura dan Alvan akan berhubungan baik, seperti layaknya adik dan kakak? Kuta lanjut saja ceritanya...
Markijut...
Jangan lupa follow, like, komen and vite. Dukung terus ya karyaku ini biar semangat nulisnya
Fafay...
yg penting bersatu kan?
wkwkwk
mksdnya, thor????
salken, Thor